Showing posts with label contemporary music. Show all posts
Showing posts with label contemporary music. Show all posts

Wednesday, 7 May 2025

"TAKUT AH!": SUARA HOROR - by: Michael Gunadi | Staccato, May 2025

“TAKUT AH!”
SUARA HOROR
By: Michael Gunadi
Staccato, May 2025


Dalam dunia perfilman, hanya sedikit genre musik yang memiliki kekuatan untuk memikat penonton dan sekaligus membuat mereka gemetar. Salah satunya adalah musik film horor. Terlebih dahulu ada baiknya kita menelisik dengan sedikit agak cermat, apa sih yang membuat rasa takut itu muncul saat kita menonton film horor? Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap pengalaman ini, salah satu elemen yang sering diabaikan namun sangat diperlukan adalah musiknya.

 

Dalam dunia pembuatan film, tujuan utamanya adalah untuk melibatkan penonton pada tingkat emosional, dan untuk tujuan ini, tidak ada genre yang mencapai hal tersebut secara lebih intens daripada horor. Film horor dirancang untuk membangkitkan ketakutan dan ketegangan, yang bertujuan untuk meninggalkan dampak jangka panjang pada penonton, lama setelah kredit filmnya sudah diputar. Untuk mencapai hal ini, pembuat film harus mendalami psikologi ketakutan. Jadi, mari kita lihat apa itu psikologi rasa takut dan bagaimana musik horor memainkan peran penting di dalamnya.

Wednesday, 28 February 2024

MAESTRO: Menghadirkan Bernstein di Layar Kaca | by: Michael Gunadi | Staccato, March 2024

MAESTRO: MENGHADIRKAN BERNSTEIN DI LAYAR KACA
By: Michael Gunadi 
Staccato, March 2024


“Lhoini film kan, Pak?”. “Iya. Film”. “Kenapa layar kaca, Pak?!..Kenapa bukan layar lebar?!”. “Ya karena kita di Indonesia, film dengan konten seperti ini tidak mungkin tayang di layar lebar alias Bioskop”. Anda bisa menyaksikannya di Netflix. Dan memang, Maestro adalah sebuah film tentang Leonard Bernstein. Salah seorang dirigen paling akabar dalam peradaban estetika manusia.

 

Maestro sejatinya adalah film drama biografi produksi Amerika tahun 2023 yang berpusat pada hubungan asmara dan rumah tangga antara komposer Amerika Leonard Bernstein dan istrinya Felicia Montealegre.Film ini disutradarai oleh Bradley Cooper yang juga berperan sebagai Leonard Bernstein, dari skenario yang ditulisnya bersama Josh Singer. Tak kepalang tanggung, beberapa nama besar dalam perfilman dunia menjadi produser film ini, yakni Martin Scorsese, Cooper, Steven Spielberg, Kristie Macosko Krieger, Fred Berner, dan Amy Durning. Film ini dibintangi juga oleh Carey Mulligan sebagai Montealegre; Matt Bomer, Maya Hawke, dan Sarah Silverman yang tampil sebagai peran pendukung.

Tuesday, 31 January 2023

Musik Untuk Semua Orang - by: Michael Gunadi | Staccato, February 2023

MUSIK UNTUK SEMUA ORANG
By: Michael Gunadi
Staccato, February 2023


Ada ungkapan begini: Good Music is for everybody. Everybody have right for good music. Entah ungkapan itu berasal dari siapa, darimana dan mulai kapan itu nampaknya menjadi kurang penting. Yang pasti, ungkapan tersebut banyak membuat fenomena besar, khususnya dalam ranah pendidikan musik. Ungkapan itulah yang membuat anak anak mulai SD sampai SMA di Inggris, nangis-nangis ketika pemerintah Inggris kekurangan anggaran untuk tetap melaksanakan pendidikan musik di sekolah umum. 

 

Ungkapan itu pulalah yang membuat Indonesia, sejak MULO di jaman Belanda, masa Bung Karno, masa Pak Harto, masa Reformasi sampai kini tetap menyelenggarakan pendidikan musik. Baik sebagai muatan intra kurikuler di sekolah umum, extra kurikuler di sekolah umum maupun kursus kursus musik dari yang abal-abal, laba-laba cari uang sampai yang kursus beneran.

 

Satu pertanyaan yang seharusnya terlintas di benak kita adalah: kenapa kok musik? Kenapa kok bukan tari. Bukan ballet. Bukan seni lukis. Bukan seni patung. Mestinya, semua cabang seni bisa dan pasti bisa mencapai tujuan sebagaimana musik. Hanya saja musik menjadi satu keutamaan karena musik memiliki artis artis, panggung, kegemerlapan, dan pengarus sublimasi frekuensi nada sampai ke otak manusia yang paling perasa. Hal yang agak sulit didapat jika kita hanya memandangi patung, memelototi lukisan dan mengamati gerak tari. 

Monday, 2 January 2023

Bulan itu Bundar - by: Michael Gunadi | Staccato, January 2023

BULAN ITU BUNDAR
By: Michael Gunadi
Staccato, January 2022


Di zaman sebelum kemerdekaan Indonesia, para perempuan akan merasa tersanjung, terbuai sampai klepek-klepek dan bisa salah tingkah jika ada yang menyebut, “Wahhh dik, wajahmu seindah bulan“. Tapi di zaman sekarang, Anda akan digampar keras-keras jika Anda memuji perempuan dengan menyamakannya dengan bulan. Mengapa? Sejak NASA menerbitkan foto wajah bulan yang ternyata bopeng-bopeng dan tidak rata, hmmmm, tentu perempuan akan marah besar jika dipersamakan dengan bulan. Yang berarti wajahnya penuh bopeng dan bergelombang tidak rata.

 

INSIPIRASI BULAN 

Anehnya, meskipun rupa bulan ternyata tidak indah, sejak dulu sudah banyak dan bahkan terlalu banyak seniman terutama komposer yang menjadikan bulan sebagai inspirasinya. Ya bisa saja karena waktu itu mereka belum tahu aslinya bulan. Namun tak semata demikian. Banyak sisi menarik dari bulan. Apalagi sinarnya. Nun lebih asoy lagi sinar bulan pada saat purnama. Mantan Gubernur RMaladi, membuat komposisi Keroncong yang sangat terkenal yakni Di Bawah Sinar Bulan Purnama. Yang melukiskan kehebatan sinar bulan saat purnama, yang mampu membuat kaum miskin marjinal bisa merasakan gembira meski hanya sesaat.

Thursday, 1 December 2022

Erik Satie's Gymnopedie: "Karya Normal dari Si Upnormal" - by: Michael Gunadi | Staccato, December 2022

“KARYA NORMAL DARI SI UPNORMAL”
SATIE’S GYMNOPEDIE
By: Michael Gunadi
Staccato, December 2022


Mungkin, bisa jadi, Gymnopedie karya Erik Satie merupakan salah satu karya musik yang terpopuler. Begitu banyak pemusik memainkan karya ini. Begitu banyak instrumen musik, baik petik maupun perkusif yang terlibat berceloteh dan melagukan karya ini. 

 

Gymnopedie sebetulnya adalah tiga komposisi untuk piano yang dibuat Erik Satie pada 1888. Kata Gymnopedie berasal dari bahasa Yunani kuno yang merujuk pada satu festival dimana para lelaki lajang yang muda dan segar menari dengan telanjang bulat. Satie membuat karya ini setelah membaca sebuah novel karya Gustave Flaubert. Meski diilhami dari sebuah novel, hal ini menunjukkan adanya ketertarikan yang “upnormal” dari seorang Erik Satie.

Wednesday, 31 August 2022

MIKROKOSMOS: Dunia Renik Bartok - by: Michael Gunadi | Staccato, September 2022

DUNIA RENIK BARTOK

By: Michael Gunadi

Staccato, September 2022



Nama Béla Bartók, tak sekedar legenda. Tak sekedar komposer, pendidik musik atau penggagas ide-ide besar nan kreatif dalam blantika musik. Orang takkan pernah lupa akan quotes Béla Bartók yang bunyinya: Competition is for horses, not artist.” Quotes tersebut menyadarkan orang di seluruh dunia akan adanya “udang di balik bakwan” pada kompetisi kompetisi musik di seluruh dunia. Orang menjadi waspada, dan berhati-hati, bahwa banyak memang tidak seluruhnya, kompetisi musik yang adalah ajang petualangan cari untung. Pihak-pihak penyelenggara kompetisi musik akal-akalan pun menjadi harus memutar otak dan berakrobat jugkir balik, agar siasat dan kelicikannya tak mudah ditengarai publik. Itulah salah satu peninggalan seorang Bela Bartok yang teramat sangat manfaat bagi terjaganya marwah musik sebagai satu entitas seni.


Béla Bartók


MIKROKOSMOS

Selain satu kalimat yang menohok, peninggalan Bartok lainnya adalah sebuah karya yang terdiri dari enam volume, yakni MIKROKOSMOS atau dunia renik. Mikrokosmos Béla Bartók, terdiri dari 153 karya progresif untuk piano yang ditulisnya antara tahun 1926 dan 1939. Masing-masing karya berkembang dari études pemula yang sangat mudah dan sederhana hingga komposisi tampilan teknik tingkat lanjut yang sangat sulit, dan sangat populer digunakan dalam pelajaran dan pendidikan piano modern. Secara keseluruhan, sebagaimana dijelaskan Bartók sendiri, karya itu lebih terlihat sebagai sintesis atau persenyawaan dari semua masalah musik dan teknik musikal yang ia tangani, yang mana dalam beberapa hal, berbagai permasalahan tersebut baru hanya sebagian yang diselesaikan dalam karya piano yang ia buat sebelumnya.


Volumes I and II: Pieces 1–36 and 37–66, Tingkat pemula

Volumes III and IV: Pieces 67–96 and 97–121, Tingkat Madya sampai tingkat mahir

Volumes V and VI: Pieces 122–139 and 140–153, Tingkat Professional

Sunday, 5 June 2022

Pukul Memukul Menghantam Layar - by: Michael Gunadi | Staccato, June 2022

PUKUL MEMUKUL
MENGHANTAM LAYAR
By: Michael Gunadi
Staccato, June 2022


ARTI PERKUSI

Ahh... Anda pasti kenal Percussion atau Perkusi. Arti Perkusi itu sendiri adalah memukul sebuah obyek. Memukul, bukan memukuli ya. Istilah perkusi sebetulnya tidak melulu digunakan pada alat musik. Dalam ranah kedokteran, saat seorang Dokter melakukan Tes Fisik Interna


l, ada juga teknik perkusi. Lazimnya adalah ketika seorang dokter, dengan teknik tertentu, memukul-mukul area sekitar perut dan mendengarkan bunyinya untuk memeriksa kelainannya. Dalam ranah musik, alat musik Perkusi, diberi batasan sebagai:  alat musik yang dibunyikan dengan cara dipukul atau digesek oleh pemukul. Dalam hal ini, termasuk  kerincingan yang dipukul, digesek atau digosok dengan tangan. Keluarga alat musik perkusi, diyakini termasuk instrumen musik tertua.

Dalam ranah musik, keluarga Perkusi, dapat digabung dan bergabung malahan dalam bentuk Orkestra. Bagian perkusi orkestra, paling sering berisi instrumen seperti timpani, snare drum, bass drum, simbal, segitiga/triangle dan rebana. Seringkali, dan ini sangat lazim, bagian atau seksi perkusi semacam itu, juga diisi oleh instrumen non-perkusi, seperti misalnya:  peluit dan sirene, atau cangkang keong yang ditiup. 

Tuesday, 7 December 2021

Duduk di Dua Kursi - by: Michael Gunadi | Staccato, December 2021

“DUDUK DI DUA KURSI”
By: Michael Gunadi
Staccato, December 2021

 


Mestinya Jika Anda pencinta Musik Klasik atau sekedar menggemari Musik Klasik pun, anda “harus” setidaknya pernah mendengar nama Friedrich Gulda. Ia adalah pianis kenamaan asal Austria. Berbedadengan pianis kenamaan lainnya seperti Daniel Barenboim, Andras Schiff, Evgeny Kissin, Gulda bukan semata pianis. Gulda adalah pemusik sejati. Lebih dari itu, Gulda adalah pemusik yang berhasil duduk di dua kursi. Kursi kemapanan musik klasik yang aristokrasi dan kursi Musik Jazz yang penuh aroma pemberontakan. Keberadaan Gulda, hanya bisa disamai oleh Frank Zappa. Pemusik yang juga berada dalam dua belahan “dunia”.



Pada 28 Maret 1999, dunia dikejutkan dengan satu berita. Bahwa Friedrich Gulda, sang pianis kenamaan, tenar dan bahkan legendaris, telah meninggal dunia. Sontak saja para pemusik, kritikus musik, kaum kerabat dan kolega, beramai-ramai memberikan tribute. Dengan macam macam cara. Ada yang melalui pidato, menggelar konser, membuat artikel, tulisan reportase dan seabreg bentuk penghormatan lainnya. Hanya selang beberapa kemudian, tiba-tiba Gulda muncul di depan publik dan seolah membiarkan para wartawan untuk tahu. Bahwa ia TIDAK/BELUM mati. Dan malahan mengumumkan akan menggelar sebuah “KONSER KEBANGKITAN. Tentu saja, berbagai kalangan menjadi terbelalak dan ternganga. Tapi itulah Friedrich Gulda. Pemusik yang tak pernah lepas dari sensasi.

Monday, 31 May 2021

Generatio Speculativa - by: Michael Gunadi | Staccato, June 2021

GENERATIO SPECULATIVA
by: Michael Gunadi
Staccato, June 2021

Messiaen's Church Window

APAKAH ANDA SUKA MUSIK?

Suatu ketika jika Anda ditanya, apakah Anda suka musik? Dan sebelum dituduh bahwa Anda orang yang kurang berbudaya, pasti tanpa pikir panjang Anda akan menjawab: “Ya, saya suka musik. Kemudian bisa saja si penanya dengan agak kepo dan kurang ajar, bertanya lagi. Musik apa yang Anda suka. Sampai disini, jika Anda memiliki kecerdasan yang lumayan, maka dalam benak Anda akan berkecamuk berbagai pertimbangan. 

 

Namun jika Anda kurang cerdas, agak seperti keledai, maka Anda akan secara spontan saja asal njeplak menyebutkan jenis musik yang “sering Anda nikmati” meski belum tentu Anda suka. Hal-hal semacam itu, acapkali terjadi dalam kehidupan kita. Dan dalam keadaan demikian, kita menjadi bagian dari generatio speculativa. Sadar ataupun tak sadar. Generasi yang sering berspekulasi.

Monday, 31 August 2020

BILA MUSIK MEMBAHASAKAN PANDEMI - by: Michael Gunadi | Staccato, September 2020

 “BILA MUSIK MEMBAHASAKAN PANDEMI”

by: Michael Gunadi

Staccato, September 2020


 

KETAKUTAN TERHADAP COVID-19

Hampir pasti tak ada satu orang pun di muka bumi yang tidak cemas terhadap pandemi COVID-19. Kecemasannya malahan sudah berubah menjadi ketakutan. Bukan hanya cemas dan takut terkena virusnya. Namun cemas dan takut akan nasibnya menghadapi pranata sosial yang jelas berubah setelah adanya pandemi COVID-19. Saat tulisan ini berada di tangan pembaca, entah apa yang sudah terjadi. Yang pasti, cemas dan takut masih akan menghantui dunia untuk kurun waktu yang tak bisa dibilang sebentar.

Friday, 31 July 2020

PRIHATIN - by: Michael Gunadi | Staccato, August 2020

PRIHATIN

By: Michael Gunadi

Staccato, August 2020


 


SIKAP PRIHATIN

Jadi manusia itu memang repot. Hidup dan kehidupan itu terasa misteri. Tahapan dan babak nya acapkali membingungkan. Salah satunya adalah PRIHATIN. Prihatin dimaknai sebagai sikap sedih, menarik diri dan sedih serta menarik diri dalam kebimbangan. Prihatin ini bisa dialami siapa saja. Dan anehnya, manusia selalu perlu untuk prihatin. Meskipun anda memiliki 2 buah Ferrari, 2 Lamborghini, 13 Jeep Mercedez, anda tetap harus prihatin. Yakni manakala kurs merosot. Ekonomi stagnan. Jika Anda seorang ibu rumah tangga, anda juga perlu prihatin. Manakala suami anda di PHK atau anak anda berpenyakit berat. Atau jika anak Anda nakalnya melebihi Crayon Shinchan. Lalu bagaimana dengan pemusik?

Tuesday, 31 March 2020

DOWN - by: Michael Gunadi | Staccato, April 2020

“DOWN”
By: Michael Gunadi
Staccato, April 2020


MAKNA KATA “DOWN”
Sudah tentu para pembaca setuju. Jika dalam beberapa kesempatan, kata DOWN bisa menimbulkan rasa dan suasana kurang nyaman. Down berarti turun, tidak naik, alias tidak ada pencapaian. Down identik dengan keterpurukan. Down menyiratkan makna kelelahan, keputusasaan dan bahkan apatis karena kekecewaan yang amat sangat traumatis, dan memang, DOWN merujuk pada keadaan sedemikian.
Siapapun bisa down. Tentu para pemusik mengalaminya. Dari mulai dihina sebagai pekerjaan bermasa depan suram. Karya yang dicibir. Penampilan yang dibully. Bahkan acapkali dan kerap kali hasil keringat terluput dari upah. Siapapun itu, baik pemusik kampung maupun Maestro kelas dunia bisa mengalaminya.

Friday, 1 November 2019

SENSOR TERHADAP MUSIK, by: Michael Gunadi | Staccato, November 2019

“SENSOR TERHADAP MUSIK”
by: Michael Gunadi
Staccato, November 2019


Awal 2019 ini ditandai dengan tindakan KPID JAWA BARAT yang melakukan pindah tayang terhadap belasan lagu dan video klip dari sejumlah artis barat. Pindah tayang tersebut dilakukan dengan cara memindahkan penyiaran dari regular prime time menjadi nightshift prime time. 

Alasannya adalah bahwa belasan lagu dan video klip barat tersebut mengandung konten yang tidak pas bagi anak-anak dan remaja yang belum 17 tahun. Karena mengandung secara implisit maupun eksplisit provokasi tindakan seksual. Langkah KPID JABAR ini sebetulnya BUKAN SEBUAH TINDAKAN SENSOR. Tidak ada materi lagu dan klip video yang diedit bagi tujuan tertentu. Murni hanya pergeseran jam tayang semata.

Meski bukan tindakan penyensoran, apa yang dilakukan KPID JAWA BARAT tersebut mendapat reaksi keras dan hebat dari berbagai lapisan masyarakat. Dan seperti kebiasaan yang lazim, tanggapan masyarakat tersebut disampaikan melalui sosial media. Sebuah sarana yang cepat sekali penyebarannya dan hampir mustahil untuk dibendung dan diklarifikasi. 


Tuesday, 1 October 2019

BEBAS, by: Michael Gunadi | Staccato, October 2019

"BEBAS”
by: Michael Gunadi
(Staccato, October 2019)


KEBEBASAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT
Banyak, bahkan terlalu banyak orang yang senantiasa merindukan, mengupayakan dan tak hentinya menyuarakan apa yang dikenal sebagai BEBAS. BEBAS itu sendiri termasuk adjective atau kata sifat. Bentuk noun atau kata benda nya adalah KEBEBASAN. 

Yang paling banyak dibicarakan dan diperjuangkan dalam berbagai upaya adalah KEBEBASAN BERPIKIR DAN KEBEBASAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT. Kebebasan mengemukakan pendapat, termasuk di dalamnya adalah kebebasan berekspresi, kebebasan mengungkap rasa. Dengan demikian, SENI, dengan segala wujud material, mazhab dan apapun teorema serta praksisnya, termasuk dalam ranah kebebasan MENGEMUKAKAN PENDAPAT. 

Sudah sejak dahulu, kebebasan mengemukakan pendapat, termasuk kebebasan berekspresi dalam RANAH SENI, menjadi topik diskusi yang tak kunjung selesai. Para filsuf mulai dari Aristoteles sampai Kierkegaard, Susanne K. Langer, membuat pemikiran permenungan cemerlang tentang kebebasan semacam ini. Dalam praksis, banyak upaya sudah digelar. Dari mulai Festival, unjuk rasa jalanan, diskusi yang berpolemik tak berujung, sampai pada perlawanan ekstrem. Pokok masalahnya sebetulnya selalu sama; APA DAN BAGAIMANA SEBETULNYA KEBEBASAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT DALAM RANAH SENI.

Monday, 1 April 2019

MUSIK DAN KEBANGGAAN BERBANGSA - by: Michael Gunadi (Staccato, April 2019)

“MUSIK DAN KEBANGGAAN BERBANGSA”
by: Michael Gunadi
(Staccato, April 2019)


FENOMENA MARS
Pernah ada suatu masa di Indonesia, dimana orang keranjingan lagu MARS. Organisasi politik bikin Mars. Kampus bikin Mars. Organisasi massa bikin Mars. Bahkan sampe RT dan kumpulan emak-emak bikin Mars. 

Kenapa orang bisa keranjingan Mars? 
Ada banyak jawaban. Tetapi pada esensinya, Mars membuat kumpulan orang menjadi memiliki energi. Energi untuk bergerak memenuhi dan mewujudkan cita-cita dan hasratnya. Sebetulnya bukan hanya MARS. Semua musik, apapun genre nya mampu memainkan peran demikian. Tentu sejauh digagas dan dikreasi sebagaimana layaknya. Menurut kepatutan dan tata norma masyarakatnya.


KESENIAN SEBAGAI WUJUD RASA BANGGA BERBANGSA
Kampanye Politik, dari mulai Presidential election sampai memilih lurah, tak pernah lepas dari musik. Partai Golkar di era mantan Presiden Soeharto, bahkan merilis beberapa seri rekaman. Isinya Lagu, musik dan sejenisnya. 

Hal demikian masih berlangsung sampai hari ini. Meski tentu saja formatnya berbeda. Sebagaimana Mars, musik dalam kumpulan organisasi, mampu memberi movement spirit. Semangat untuk bergerak. Bahasa kerennya berjuang. Dan, ini yang sangat penting, musik, apapun itu, memberi PRIDE ATAU RASA BANGGA.

Saturday, 9 February 2019

"G" for Gamelan & Godowsky - by: Michael Gunadi (Staccato, February 2019)

“G” for GAMELAN & GODOWSKY
By: Michael Gunadi
(Staccato, February 2019)

  
EAST MEET WEST
Sudah terlalu banyak ulasan dan kupasan tentang pengaruh Gamelan terhadap musik budaya Eropa. Kupasannya seringkali dipertautkan dengan upaya EAST MEET WEST. Timur bertemu dengan Barat. Bagus saja sebagai sebuah ungkapan adanya persamaan. Setidaknya ada hal “sama“ yang bisa saling bertaut. Untuk menunjukkan bahwa ras umat manusia bisa bersatu dengan penuh toleran. 

Yang menjadi pertanyaan adalah: Apakah gagasan East Meet West melalui seni bunyi, masih relevan untuk diperbincangkan di era sekarang? Mengingat konstelasi sosial dan budaya semesta sudah sedemikian rumitnya. Orang bisa berdebat tentang hal ini. 

Namun ada satu hal yang selalu tersemburat. Bahwa apapun konstelasi sosio-kulturalnya, umat manusia di dunia ini mutlak perlu disadarkan terus menerus. Bahwa budaya adalah hasil kulminasi upaya manusia sebagai ciptaan YANG MAHA KUASA. 

Tidak elok jika budaya, termasuk musik, menjadi ranah hegemoni. Musik adalah ranah persatuan dalam toleransi. Hal ini mutlak didengang-dengungkan terus-menerus, agar umat manusia semesta setidaknya masih punya kesadaran. Bahwa melalui budaya, manusia adalah makhluk estetis ciptaan Sang Ilahi.

Friday, 5 October 2018

JUST LISTEN!: Etika Mendengarkan Musik Kontemporer - by: Michael Gunadi (Staccato, October 2018)

“JUST LISTEN!”
ETIKA MENDENGARKAN MUSIK KONTEMPORER
by: Michael Gunadi Widjaja
(Staccato, October 2018)


CHAOS DI PERTUNJUKKAN MUSIK
Paris, 29 Mei 1913. Tak ada yang menyangka sebelumnya bahwa hari itu akan tercatat nan abadi dalam sejarah perkembangan musik. Pertunjukan perdana “THE RITE OF SPRING” atau Ritus Musim Semi karya Igor Stravinsky. Pertunjukan berupa Ballet dan karya orkestra. Pengunjung terbilang meluap. Maklumlah, sebelumnya mereka dibuat penasaran oleh provokasi program tentang debutan baru yang menggabungkan Ballet tradisional Rusia dan seni Ballet modern, serta komposisi musik yang juga modern. 

Pertunjukan pun dimulai. Orkes mengepakkan keperkasaannya. Hadirin memekik… Serasa akan pingsan… sebagian lagi berteriak. MUSIK APA INI? Aneh… Bisa bikin musik nggak sih tuh orang? Ramai… riuh… Sebagian penonton ada yang tetap ingin menikmati pertunjukan. Mereka bersitegang dengan penonton yang marah… Riot… Chaos… Kursi berterbangan… Namun tak ada yang terluka.


Sunday, 3 December 2017

Pertanyaan Populer Seputar Musik Film - by: Michael Gunadi (Staccato, December 2017)

PERTANYAAN POPULER SEPUTAR MUSIK FILM
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, December 2017


Tulisan kali ini akan membahas pertanyaan- pertanyaan yang paling sering diajukan dan dikemukakan di seputar MUSIK FILM.  Pertanyaan-pertanyaan tersebut kerap kali muncul saat saya memberikan workshop dan seminar tentang musik untuk teater, dan juga saat memimpin diskusi KINE CLUB di beberapa kota di Jawa. Ajang tersebut saya penuhi dalam kapasitas sebagai komposer yang sempat aktif membuat musik film khususnya dokumenter berupa pesanan dari beberapa produser di Jerman dan Australia, meski sudah agak lama. 

Pertanyaan-pertanyaan tersebut, saya anggap perlu ditulis dan dimunculkan kembali, mengingat Musik Film adalah salah satu terobosan di tengah lesunya industri musik di hampir semua bagian dunia. Juga agar pembaca semakin mengapresiasi nilai seni musik dalam film dan tentunya, meski hanya sekilas, menorehkan apa dan bagaimana prospek ke depan nya.

BAGAIMANA MASA DEPAN MUSIK FILM DI TANAH AIR?
Pertanyaan tersebut sangat khas orang Asia. Jika ada ranah asing, terutama dalam kesenian, hal yang pertama ditanyakan adalah PROSPEKNYA. Dengan kata lain, kalau tak bisa untuk cari nafkah sudah nggak usah banyak cerita deh. Film di tanah air dapat dikatakan sempat menjadi industri yang marak. Era 70-an dan 80-an adalah era emas. Banyak sutradara teater jempolan berkiprah disana. Teguh Karya, Sjumanjaya, Wim Umboh, Imam Tantowi, Arifin C Noer.  Sempat diproduksi film kolosal mahal. NOPEMBER 1828 oleh Teguh Karya. Serial TUTUR TINULAR oleh Imam Tantowi. Kemudian film kita mati suri.

Monday, 4 September 2017

MUTIARA BERKUBANG LUMPUR - by: Michael Gunadi (Staccato, September 2017)

“MUTIARA BERKUBANG LUMPUR”
by: Michael Gunadi Widjaja
(Staccato, September 2017)


Dalam ranah seni, dimungkinkan tersembul mutiara dalam kubangan lumpur. Totalitas dan intensitas berkesenian, adalah MUTIARA. Dalam kubangan kehidupan sang seniman, yang bagi sebagian orang adalah lumpur.

Sosok yang kontroversial, Jimi Hendrix. Orang menjulukinya sebagai Dewa Gitar, A Guitar Man for All Season. Teknik permainan gitarnya masih tetap dipelajari oleh para pemain gitar hingga hari ini. Pendekatan musikalnya tetap dikagumi dan dijadikan acuan terutama bagi penggemar musik Blues. Namun sisi kelam kehidupannya juga kerap dipertanyakan dan sebagian masih berupa teka-teki yang tragis bahkan sangat tragis. Terlepas dari semua kontroversi pada dirinya, ada sisi lain yang menarik dari sosok Jimi Hendrix. Ia adalah pahlawan, A HERO. Yang berjuang melalui seni. Jimi Hendrix adalah satria, dengan pedang berupa gitar.


SEKILAS TENTANG JIMI HENDRIX
Nama asli Jimi hendrix adalah James Marshall. Lahir di Seattle, Washington 7 November 1942 dan meninggal di London pada 18 September 1970. Jimi Hendrix adalah anak dari seorang Negro dan Indian Amerika. Dua ras yang saat itu mengalami diskriminasi yang luar biasa. Diskriminasi rasial itulah yang mewarnai karir Jimi Hendrix sebagai pemain gitar yang otodidak.

Wednesday, 31 May 2017

MENIKMATI MUSIK - by: Michael Gunadi Widjaja (Staccato, June 2017)

“MENIKMATI MUSIK”
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, June 2017


MAKNA MUSIK
Sebagian terbesar orang beranggapan dan menyatakan bahwa MUSIK ADALAH SARANA HIBURAN. Memang ada beberapa orang yang menganggap bahwa musik adalah STIMULUS. Mampu merangsang semangat dan impuls syaraf saat belajar dan mampu membangkitkan gairah kerja. Sangat jarang, bahkan dapat dikatakan langka, komunitas atau lapisan masyarakat yang menganggap bahwa musik adalah ASUPAN BATHIN yang adalah juga SANTAPAN JIWA. Singkatnya, musik dimaknai dan dicecap maknanya sebagai sarana hiburan dan stimulus. Mengapa bisa demikian? Dan apakah anggapan tersebut salah? Keliru?

MUSIK DARI ERA KE ERA
Pada zaman purba, musik identik dengan MUSE. Para dewa dewi Yunani yang mengasup bathin dan jiwa dengan sesuatu yang melenakan dan membius. Kemudian pada Era Baroque, musik tetap menjadi asupan bathin melalui kebutuhan ekstase akan sesuatu yang bersifat religius. Kemudian pada Era Romantik, musik mulai dijadikan sarana hiburan. Namun BUKAN hiburan penghilang gundah gulana, stress, dan sedih. Melainkan hiburan sebagai bagian dari life style terutama untuk kalangan Kerajaan dan Bangsawan.