"CINTA DALAM SEPENGGAL JAZZ"
(Greetings to The New World 2015)
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, January 2015
ATAS NAMA CINTA
Dalam napak tilasnya menjalani
peradaban dunia, ada satu hal yang paling banyak dibicarakan manusia, sekaligus
menginspirasi kehidupannya: CINTA. Ada
bermacam jenis dan sifat cinta. Ada banyak torehan yang dilakukan cinta. Ada
banyak tindakan yang diambil atas nama cinta. Sepertinya cinta sudah merupakan
“dewata” dalam relung kehidupan manusia. Jadi tidaklah terlalu mengherankan
jika seni, sebagai satu media pengungkap rasa, juga seakan tiada hentinya
mengekspos cinta. Lukisan dalam bahasanya sendiri bercerita tentang cinta, termasuk
elemen pembangkitnya seperti kemontokan, kelangsingan, dan keindahan tubuh. Sastra
dan prosa meliriskan ungkapan cinta dengan pernyataan verbal yang kadang
menyayat terkadang juga mengharu biru. Seni kriya mengabadikan morfologi citra
cinta. Dan… musik, sebagai sebuah seni adiluhung dengan gramatik yang teramat
luas, tentu tak melewatkan celah untuk bisa mengungkap cinta.
Semenjak musik masih erat
persetubuhannya dengan MUSE, karya-karya
tentang cinta sudah dibuat. Lyra mengalun pujian dan kidung terhadap Venus sang
Dewi Cinta. Seiring dengan berjalannya peradaban, musik mulai mengukuhkan
dirinya dalam sebuah kerangka struktur yang kian kokoh, yang kemudian secara
latah dan gampangan disebut sebagai MUSIK
(yang) KLASIK. Sementara di belahan
lain dunia, tradisi-tradisi musik tetap bersikukuh dengan ketradisiannya. Gamelan
tetap mengkidungkan KINANTHI dan ASMARADHANA, sebagai ode cinta sekaligus
birahi sex yang terbungkus dengan sangat elok indah dan estetis. Sementara di
Eropa, tradisi Andalusia berpagut erat dengan Flamenco yang panas membara penuh
asmara. Tidak berlebihan jika dikatakan musik telah mengungkap cinta termasuk
tragedi kepedihannya yang paling menyayat.
Di awal “dunia baru” 2015, akan sangat “baik” dan indah jika tapak kita mulai dengan CINTA. Agar langkah kita tetap berada dalam bayang kesejatian manusiawi. Tentu tujuan akhirnya adalah agar setidaknya kita mencecap seteguk saja gairah peradaban sebagai makhluk yang lebih berbudaya dalam segala aspek kehidupan.
INTEPRETASI CINTA
DALAM MUSIK KLASIK
Cara musik membahasakan cinta, nampaknya
agak menarik untuk ditatap tajam. Seorang Frederic
Chopin melukis romantisme dengan gramatik musikal. Orang sah saja menafsir
kadar romantisme Chopin. Bahkan bagi orang di dusun kumuh, sah saja menganggap
musik Chopin sebagai obat tidur. Yang penting, perjalanan peradaban budaya dan
telaah seni serta impressi serta apresiasi sebagian besar orang, MENEMPATKAN
ROMANTISME Chopin sebagai sebuah “isme” roman. Kemudian Ludwig van Beethoven, memunculkan teka teki cinta yang terbesar
dalam sejarah budaya manusia, melalui karyanya “Für Elise”. Adalah
sebuah teka teki tentang siapa sebetulnya si Elise itu. Dan bagaimana
sebetulnya wujud cinta dari Beethoven Sang Maestro. Jangan pernah dilupakan
juga tentang persepsi cinta dari Bach. Johann
Sebastian Bach melukis cinta sebagai sebuah hakekat kepasrahan dan devosi
pada Sang Ilahi. Cinta yang dilukis dalam idiomatik, tata gramatik, dan aspek rhetorik
Bach, masih terlalu sederhana untuk semua tafsir musikal, bahkan sampai hari
ini.
CINTA DALAM BUDAYA
MUSIK POP
Dalam arah dan aral selanjutnya, budaya
yang menjunjung estetika mulai mengalami pergeseran tata nilai. Ungkapan cinta
menjadi lebih bersifat “strike”. Dalam budaya POP, para pemusik dan pengarang
lagu dengan sangat spontan melantunkan I
LOVE YOU. Sebuah pernyataan cinta yang terang benderang. Dibanding misalnya
syair Lied dari komposisi musik di periode ROMANTIK. Lebih dari itu, munculnya beberapa
genre dalam ranah Musik Pop, membawa konsekuensi pada cara bertutur tentang
cinta. Beberapa pemusik Rock melantunkan ungkapan cinta yang secara terang-terangan
langsung mengarah pada sebuah persetubuhan dan persenggamaan sebagai bentuk
ungkapan cinta. Tentu saja ada perselisihan standar moralitas. Namun esensinya,
terkadang musik bisa menjadi sangat latah untuk membahasakan dirinya.
CINTA DALAM MUSIK
JAZZ
Secara lebih khusus, nampaknya
perlu diungkap bagaimana para pemusik Jazz mengungkap dan bertutur tentang
cinta. Perlu diberi batasan yang jelas, bahwa jika musik membahasakan cinta, asosiasi
orang pada umumnya adalah pada LAGU YANG
BERSYAIR. Sangat sulit bagi orang kebanyakan untuk menafsir cinta pada
sajian musik tanpa kata. Nada-nada musikal dalam musik tanpa kata, seolah
menyodorkan dirinya untuk ditelanjangi maknanya bagi ribuan jamahan tangan
dengan dan dalam segala interpretasinya. Jazz juga mengalami rangkai peristiwa semacam
itu. Jazz adalah musik yang akarnya sebuah jeritan ketertindasan kaum marjinal.
Pertanyaannya adalah apakah dengan sifat marjinal itu Jazz bisa lebih “jujur
dan lugas” mengungkap cinta? Atau apakah dengan akar budaya marjinal, Musik
Jazz bisa lebih manusiawi mengungkap cinta? Hal tersebut tentu seberapa banyak
bergantung pada subyektifitas apresiatornya. Namun satu hal yang pasti, Jazz
memiliki improvisasi sebagai esensi jiwanya. Jika demikian, tidak berlebihan
jika Jazz adalah ranah estetis yang paling luas untuk bertutur dan mengungkap
cinta.
TREND MODE DAN
DANCE
Tahun 1920 adalah tahun keemasan
bagi Musik Jazz. Pemusik yang beken di era tersebut adalah Louis Armstrong dan Benny
Goodman. Ungkapan cinta Musik Jazz di era itu, ditampilkan dengan sosok
perempuan yang terkenal dengan GENERASI
FLAPPERS. Perempuan generasi Flappers melakukan pendobrakan tradisi. Rambut
berpotongan bop yang hamper cekak. Busananya hanya separuh, dalam arti bagian
dada nyaris terbuka, meski umumnya mereka bertubuh kurus (atau langsing?). Gayanya
pun slebor dengan bicara seenaknya
dan merokok di depan publik. Musik Jazz era itu sangat sensual. Cinta antara laki-laki
dan perempuan tidak cukup diungkap dengan musik, melainkan dipertajam dengan
dansa pergaulan cewek cowok dengan dandanan cowok yang sangat macho untuk
ukuran jaman itu.
MONALISA
Cinta dalam Musik Jazz dalam
esensinya banyak didominasi oleh lagu yang sebetulnya dikarang tidak dalam
format Jazz. Kemampuan improvisasi dan gaya serta teknik menyanyi para pemusik
Jazz, menjadikan lagu cinta tersebut seolah benar-benar menyapa dan member
sentuhan sampai ke kedalaman sanubari penikmatnya. Salah satu contoh adalah
lagu MONALISA yang dibawakan dan
dipopulerkan oleh Nat (King) Cole. Orang kebanyakan mengenal Nat King Cole
sebagai penyanyi bersuara bagus. Padahal Nat King Cole adalah seorang pemain
piano jazz yang mumpuni yang memiliki gaya individual yang banyak dipuji kritikus
Jazz. Lagu Monalisa dikarang oleh Ray
Evans dan Jay Livingston sebagai thema musik film. Saat Nat King Cole
menginterpretasi Monalisa, orkestrasi dikerjakan oleh Nelson Riddle, dan sebagai orchestra pengiring adalah orkes dari Les Baxter.
NAT KING COLE "MONALISA"
Monalisa, Monalisa, men have named you.
Monalisa, Monalisa, men have named you.
You’re
so like the Lady with the mystic smile.
Is it
only cause you’re lonely they have blamed you.
For
that Monalisa strangeness in your smile?
Dari penggalan syair tersebut, dapat
dikatakan bahwa Monalisa berkisah tentang misteri sebuah senyum tokoh dalam
lukisan. Yang menjadi perbincangan orang selama beberapa dekade adalah, bahwa Nat
King Cole dengan karakter suaranya yang “berat” bisa menyodorkan frase yang
diinterpretasi sebagai misteri cinta.
CINTA ITU…
Sesuai dengan prosa liris pada
masanya, cinta dalam Jazz disajikan dalam format syair lagu yang bersifat
puitis atau setidaknya diupayakan untuk berbalut puisi. Lagu Fly Me To The Moon misalnya. Lagu
tersebut mengungkap cinta lewat syair yang bersifat prosa liris berbalut puisi.
Improvisasi yang sekali lagi adalah jiwa Musik Jazz, sangat membantu siapapun
performernya untuk bisa mengolah rasa cinta secara sangat personal. Suatu hal
yang sangat sulit dijumpai dalam Musik Pop hiburan, karena terlalu kentalnya
campur tangan gurita-gurita tangan industri. Forma yang mirip, terjadi juga
dalam lagu Jazz standar yang sangat legendaries yakni STARDUST. Prosa liris berbalut puisi masih kental mewarnai syair
lagu Stardust. Bertutur tentang kenangan cinta yang kadang kandas bagai taburan
debu bintang.
Secara esensial, ungkapan syair lagu cinta dalam
Jazz dapat sangat sederhana. Seperti misalnya dalam lagu L-O-V-E yang sudah sangat luar biasa terkenal.
L is
for the way you look at me,
O is
for the only One I see,
V is
very very extraordinary,
E is
even more than anyone that you adore.
Nat King Cole "L-O-V-E"
Nampak nyata bahwa bentuk
puisinya sangat sederhana. Tiap huruf dalam kata LOVE menjadi baris rima dalam
puisi. Bentuk semacam ini gampang kita temui dalam puisi karya anak-anak
sekolah dasar terutama di era tahun 75 – 80-an. Meski bentuknya sederhana, sekali
lagi, kemampuan improvisasi lah yang menjadikan lagu cinta dalam Jazz sungguh
sangat berbeda dengan lagu cinta genre musik lainnya.
WARNA CINTA PARA VOKALIS
JAZZ
Masih di seputar aura cinta dalam
Jazz. Warna vocal penyanyi Jazz juga acapkali menjadi pemandu rasa dalam
apresiasi akan cinta dalam penggalan Musik Jazz. Vokalis Sade Adu, sering diasosiasikan sebagai si manja yang mendesah dalam
cinta. Chaka Khan sebagai gairah
asmara panas membara. Selena Jones
sebagai penutur kenangan cinta. Vokalis pria pun tak luput dari stigma semacam
itu. George Benson adalah si macho
yang gentle dan passionate. Sementara Al
Jarreau adalah kuda jantan yang melakukan eksplorasi birahi. Pendapat dan
apresiasi semacam itu, secara musikal sudah tentu masih perlu dipertanyakan. Namun
sah-sah saja tafsir yang mengemuka bagi banyak orang. Tentu sejauh tafsir
tersebut tetap dalam bingkai dan koridor musik yang estetis.
Sejenak kita akan menilik
bagaimana keadaan cinta dalam Jazz di tanah air kita. Lagu cinta yang dibuat
pemusik Jazz seperti almarhum Jack
Lesmana seperti Andaikan, Menanti di
Bawah Pohon Kamboja, Luka, tetap
difavoritkan sampai hari ini. Muncul juga napas dan aroma cinta dengan warna
Jazz yang samar temaram. Seperti lagu-lagu koleksi Ermy Kullit, Bossa Nova ala
Ireng Maulana, sampai yang berbau Soul and Blues dari Margie Segers.
Cinta dalam sepenggal Jazz adalah sebuah metafora. Dari ungkapan yang
sangat personal yang mencoba memaknai cinta. Kekuatan nya adalah pada nada dan
improvisasi yang berusaha jujur. Untuk bertutur tentang misteri terbesar umat manusia, yakni CINTA.
Selamat menapaki Dunia Baru 2015 dan banyak cinta untuk Anda!
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.