Wednesday 7 January 2015

"Cinta Dalam Sepenggal Jazz" - by: Michael Gunadi Widjaja (Staccato, January 2015)

"CINTA DALAM SEPENGGAL JAZZ"
(Greetings to The New World 2015)
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, January 2015


ATAS NAMA CINTA
Dalam napak tilasnya menjalani peradaban dunia, ada satu hal yang paling banyak dibicarakan manusia, sekaligus menginspirasi kehidupannya: CINTA. Ada bermacam jenis dan sifat cinta. Ada banyak torehan yang dilakukan cinta. Ada banyak tindakan yang diambil atas nama cinta. Sepertinya cinta sudah merupakan “dewata” dalam relung kehidupan manusia. Jadi tidaklah terlalu mengherankan jika seni, sebagai satu media pengungkap rasa, juga seakan tiada hentinya mengekspos cinta. Lukisan dalam bahasanya sendiri bercerita tentang cinta, termasuk elemen pembangkitnya seperti kemontokan, kelangsingan, dan keindahan tubuh. Sastra dan prosa meliriskan ungkapan cinta dengan pernyataan verbal yang kadang menyayat terkadang juga mengharu biru. Seni kriya mengabadikan morfologi citra cinta. Dan… musik, sebagai sebuah seni adiluhung dengan gramatik yang teramat luas, tentu tak melewatkan celah untuk bisa mengungkap cinta.


CINTA DALAM MUSIK
Semenjak musik masih erat persetubuhannya dengan MUSE, karya-karya tentang cinta sudah dibuat. Lyra mengalun pujian dan kidung terhadap Venus sang Dewi Cinta. Seiring dengan berjalannya peradaban, musik mulai mengukuhkan dirinya dalam sebuah kerangka struktur yang kian kokoh, yang kemudian secara latah dan gampangan disebut sebagai MUSIK (yang) KLASIK.  Sementara di belahan lain dunia, tradisi-tradisi musik tetap bersikukuh dengan ketradisiannya. Gamelan tetap mengkidungkan KINANTHI dan ASMARADHANA, sebagai ode cinta sekaligus birahi sex yang terbungkus dengan sangat elok indah dan estetis. Sementara di Eropa, tradisi Andalusia berpagut erat dengan Flamenco yang panas membara penuh asmara. Tidak berlebihan jika dikatakan musik telah mengungkap cinta termasuk tragedi kepedihannya yang paling menyayat.


Di awal “dunia baru” 2015, akan sangat “baik” dan indah jika tapak kita mulai dengan CINTA. Agar langkah kita tetap berada dalam bayang kesejatian manusiawi. Tentu tujuan akhirnya adalah agar setidaknya kita mencecap seteguk saja gairah peradaban sebagai makhluk yang lebih berbudaya dalam segala aspek kehidupan.

INTEPRETASI CINTA DALAM MUSIK KLASIK
Cara musik membahasakan cinta, nampaknya agak menarik untuk ditatap tajam. Seorang Frederic Chopin melukis romantisme dengan gramatik musikal. Orang sah saja menafsir kadar romantisme Chopin. Bahkan bagi orang di dusun kumuh, sah saja menganggap musik Chopin sebagai obat tidur. Yang penting, perjalanan peradaban budaya dan telaah seni serta impressi serta apresiasi sebagian besar orang, MENEMPATKAN ROMANTISME Chopin sebagai sebuah “isme” roman. Kemudian Ludwig van Beethoven, memunculkan teka teki cinta yang terbesar dalam sejarah budaya manusia, melalui karyanya “Für Elise”. Adalah sebuah teka teki tentang siapa sebetulnya si Elise itu. Dan bagaimana sebetulnya wujud cinta dari Beethoven Sang Maestro. Jangan pernah dilupakan juga tentang persepsi cinta dari Bach. Johann Sebastian Bach melukis cinta sebagai sebuah hakekat kepasrahan dan devosi pada Sang Ilahi. Cinta yang dilukis dalam idiomatik, tata gramatik, dan aspek rhetorik Bach, masih terlalu sederhana untuk semua tafsir musikal, bahkan sampai hari ini.


CINTA DALAM BUDAYA MUSIK POP
Dalam arah dan aral selanjutnya, budaya yang menjunjung estetika mulai mengalami pergeseran tata nilai. Ungkapan cinta menjadi lebih bersifat “strike”. Dalam budaya POP, para pemusik dan pengarang lagu dengan sangat spontan melantunkan I LOVE YOU. Sebuah pernyataan cinta yang terang benderang. Dibanding misalnya syair Lied dari komposisi musik di periode ROMANTIK. Lebih dari itu, munculnya beberapa genre dalam ranah Musik Pop, membawa konsekuensi pada cara bertutur tentang cinta. Beberapa pemusik Rock melantunkan ungkapan cinta yang secara terang-terangan langsung mengarah pada sebuah persetubuhan dan persenggamaan sebagai bentuk ungkapan cinta. Tentu saja ada perselisihan standar moralitas. Namun esensinya, terkadang musik bisa menjadi sangat latah untuk membahasakan dirinya.


CINTA DALAM MUSIK JAZZ
Secara lebih khusus, nampaknya perlu diungkap bagaimana para pemusik Jazz mengungkap dan bertutur tentang cinta. Perlu diberi batasan yang jelas, bahwa jika musik membahasakan cinta, asosiasi orang pada umumnya adalah pada LAGU YANG BERSYAIR. Sangat sulit bagi orang kebanyakan untuk menafsir cinta pada sajian musik tanpa kata. Nada-nada musikal dalam musik tanpa kata, seolah menyodorkan dirinya untuk ditelanjangi maknanya bagi ribuan jamahan tangan dengan dan dalam segala interpretasinya. Jazz juga mengalami rangkai peristiwa semacam itu. Jazz adalah musik yang akarnya sebuah jeritan ketertindasan kaum marjinal. Pertanyaannya adalah apakah dengan sifat marjinal itu Jazz bisa lebih “jujur dan lugas” mengungkap cinta? Atau apakah dengan akar budaya marjinal, Musik Jazz bisa lebih manusiawi mengungkap cinta? Hal tersebut tentu seberapa banyak bergantung pada subyektifitas apresiatornya. Namun satu hal yang pasti, Jazz memiliki improvisasi sebagai esensi jiwanya. Jika demikian, tidak berlebihan jika Jazz adalah ranah estetis yang paling luas untuk bertutur dan mengungkap cinta.

TREND MODE DAN DANCE
Tahun 1920 adalah tahun keemasan bagi Musik Jazz. Pemusik yang beken di era tersebut adalah Louis Armstrong dan Benny Goodman. Ungkapan cinta Musik Jazz di era itu, ditampilkan dengan sosok perempuan yang terkenal dengan GENERASI FLAPPERS. Perempuan generasi Flappers melakukan pendobrakan tradisi. Rambut berpotongan bop yang hamper cekak. Busananya hanya separuh, dalam arti bagian dada nyaris terbuka, meski umumnya mereka bertubuh kurus (atau langsing?). Gayanya pun slebor dengan bicara seenaknya dan merokok di depan publik. Musik Jazz era itu sangat sensual. Cinta antara laki-laki dan perempuan tidak cukup diungkap dengan musik, melainkan dipertajam dengan dansa pergaulan cewek cowok dengan dandanan cowok yang sangat macho untuk ukuran jaman itu.

Nat King Cole

MONALISA
Cinta dalam Musik Jazz dalam esensinya banyak didominasi oleh lagu yang sebetulnya dikarang tidak dalam format Jazz. Kemampuan improvisasi dan gaya serta teknik menyanyi para pemusik Jazz, menjadikan lagu cinta tersebut seolah benar-benar menyapa dan member sentuhan sampai ke kedalaman sanubari penikmatnya. Salah satu contoh adalah lagu MONALISA yang dibawakan dan dipopulerkan oleh Nat (King) Cole. Orang kebanyakan mengenal Nat King Cole sebagai penyanyi bersuara bagus. Padahal Nat King Cole adalah seorang pemain piano jazz yang mumpuni yang memiliki gaya individual yang banyak dipuji kritikus Jazz. Lagu Monalisa dikarang oleh Ray Evans dan Jay Livingston sebagai thema musik film. Saat Nat King Cole menginterpretasi Monalisa, orkestrasi dikerjakan oleh Nelson Riddle, dan sebagai orchestra pengiring adalah orkes dari Les Baxter.

NAT KING COLE "MONALISA"

Monalisa, Monalisa, men have named you.
You’re so like the Lady with the mystic smile.
Is it only cause you’re lonely they have blamed you.
For that Monalisa strangeness in your smile?

Dari penggalan syair tersebut, dapat dikatakan bahwa Monalisa berkisah tentang misteri sebuah senyum tokoh dalam lukisan. Yang menjadi perbincangan orang selama beberapa dekade adalah, bahwa Nat King Cole dengan karakter suaranya yang “berat” bisa menyodorkan frase yang diinterpretasi sebagai misteri cinta.


CINTA ITU…
Sesuai dengan prosa liris pada masanya, cinta dalam Jazz disajikan dalam format syair lagu yang bersifat puitis atau setidaknya diupayakan untuk berbalut puisi. Lagu Fly Me To The Moon misalnya. Lagu tersebut mengungkap cinta lewat syair yang bersifat prosa liris berbalut puisi. Improvisasi yang sekali lagi adalah jiwa Musik Jazz, sangat membantu siapapun performernya untuk bisa mengolah rasa cinta secara sangat personal. Suatu hal yang sangat sulit dijumpai dalam Musik Pop hiburan, karena terlalu kentalnya campur tangan gurita-gurita tangan industri. Forma yang mirip, terjadi juga dalam lagu Jazz standar yang sangat legendaries yakni STARDUST. Prosa liris berbalut puisi masih kental mewarnai syair lagu Stardust. Bertutur tentang kenangan cinta yang kadang kandas bagai taburan debu bintang.

Secara  esensial, ungkapan syair lagu cinta dalam Jazz dapat sangat sederhana. Seperti misalnya dalam lagu L-O-V-E yang sudah sangat luar biasa terkenal.

L is for the way you look at me,
O is for the only One I see,
V is very very extraordinary,
E is even more than anyone that you adore.
 
Nat King Cole "L-O-V-E"

Nampak nyata bahwa bentuk puisinya sangat sederhana. Tiap huruf dalam kata LOVE menjadi baris rima dalam puisi. Bentuk semacam ini gampang kita temui dalam puisi karya anak-anak sekolah dasar terutama di era tahun 75 – 80-an. Meski bentuknya sederhana, sekali lagi, kemampuan improvisasi lah yang menjadikan lagu cinta dalam Jazz sungguh sangat berbeda dengan lagu cinta genre musik lainnya.


WARNA CINTA PARA VOKALIS JAZZ
Masih di seputar aura cinta dalam Jazz. Warna vocal penyanyi Jazz juga acapkali menjadi pemandu rasa dalam apresiasi akan cinta dalam penggalan Musik Jazz. Vokalis Sade Adu, sering diasosiasikan sebagai si manja yang mendesah dalam cinta. Chaka Khan sebagai gairah asmara panas membara. Selena Jones sebagai penutur kenangan cinta. Vokalis pria pun tak luput dari stigma semacam itu. George Benson adalah si macho yang gentle dan passionate. Sementara Al Jarreau adalah kuda jantan yang melakukan eksplorasi birahi. Pendapat dan apresiasi semacam itu, secara musikal sudah tentu masih perlu dipertanyakan. Namun sah-sah saja tafsir yang mengemuka bagi banyak orang. Tentu sejauh tafsir tersebut tetap dalam bingkai dan koridor musik yang estetis.

Sejenak kita akan menilik bagaimana keadaan cinta dalam Jazz di tanah air kita. Lagu cinta yang dibuat pemusik Jazz seperti almarhum Jack Lesmana seperti Andaikan, Menanti di Bawah Pohon Kamboja, Luka, tetap difavoritkan sampai hari ini. Muncul juga napas dan aroma cinta dengan warna Jazz yang samar temaram. Seperti lagu-lagu koleksi Ermy Kullit, Bossa Nova ala Ireng Maulana, sampai yang berbau Soul and Blues dari Margie Segers.

Cinta dalam sepenggal Jazz adalah sebuah metafora. Dari ungkapan yang sangat personal yang mencoba memaknai cinta. Kekuatan nya adalah pada nada dan improvisasi yang berusaha jujur. Untuk bertutur tentang misteri terbesar umat manusia, yakni CINTA

Selamat menapaki Dunia Baru 2015 dan banyak cinta untuk Anda!

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.