Showing posts with label music. Show all posts
Showing posts with label music. Show all posts

Thursday, 31 October 2024

SISI LAIN CHOPIN - by: Michael Gunadi | Staccato, November 2024

“MENILIK CHOPIN ALLA BEDA”
SISI LAIN CHOPIN
By: Michael Gunadi
Staccato, November 2024


Lazimnya orang mengenal Chopin sebagai komposer piano. Banyak menganggap bahwa jika sudah bisa memainkan karya Chopin, maka seseorang menjadi berhak untuk disebut sebagai “bisa” main piano. Kata BISA berada dalam tanda petik, yang maksudnya adalah sangat relatif. Kenapa relatif? Karena untuk dapat memainkan musik Chopin, seseorang mestinya tak hanya berurusan dengan teknik semata. Melainkan kedalaman untuk tahu emosional karya nya dan juga mampu mengkaji secara inteligensia apa yang tersirat dibalik yang tersurat. Sebut saja misalnya TEMPO RUBATO yang menjadi salah satu ciri khas karya Chopin. Begitu banyak orang memainkan Walts karya Chopin dengan tempo yang strict. Persis seperti memainkan Waltz dari Johann Strauss. Beberapa lagi dengan sangat tolol dan bodoh memainkan Waltz Chopin dengan Phrasering atau pengkalimatan yang dipenggal dengan sesuka hatinya dengan dalih ia memainkan TEMPO RUBATO.

 

Bicara tentang Chopin, kita berbicara tentang satu pribadi yang sangat kompleks. Melafalkan namanya saja banyak yang salah. Orang dengan sok tahu dan sok ke Perancis Perancisan menyebutnya sebagai SYOPANG. Untunglah era internet memberi pencerahan yang luar biasa bagi orang sok tahu, koplak dan songong untuk melafalkan nama Chopin sebagai (Syopen, pen dilafalkan seperti pulpen). Selama hidupnya Chopin bukanlah seorang yang narsis. Ia tidak seperti Pianis Instagram masa kini yang gemar pamer sampai pakai topi kelinci, main Piano dengan menjungkir balikkan badan, pura pura menangis sedih haru di tengah capaian siswanya. Chopin adalah pribadi yang tertutup. Ia pemalu. Ia memainkan musik piano sebagai satu kebutuhan hidupnya dan sama sekali tidak mencita citakan dirinya untuk glamour sebagaimana pianis kagetan yang tenar lewat potongan Instagram.

Friday, 31 May 2024

Masalah Klasik untuk Klasik - by: Michael Gunadi | Staccato, June 2024

MASALAH KLASIK UNTUK KLASIK
By: Michael Gunadi
Staccato, June 2024


Musik Klasik Telah Kehilangan Penonton: Benarkah? Mengapa? Kok bisa? Lalu bagaimana dengan Pagelaran di Monas dan Gedung Konser Kemayoran? Sebetulnya, ini adalah satu mata rantai masalah klasik yang berlaku untuk Musik Klasik. Sangat komplex dan ruwet. Selera, tempo dan timing pertunjukan, teknologi baru, dan media sosial, semuanya berperan dalam masalah klasik untuk Musik Klasik.

 

Tak dapat dipungkiri, bahwa Taylor Swift, K-pop, dan lainnya telah menarik perhatian penonton di seluruh dunia. Fans nya sampai berjumlah ratusan juta dan hal ini merupakan fenomena yang benar-benar menggemparkan dunia modern. Pada saat yang sama, jumlah penonton Musik Klasik telah mengalami penurunan selama beberapa dekade. Ada yang menduga, hal ini dipicu oleh kekhawatiran selama pandemi COVID, yang cenderung semakin membatasi jumlah penggemar. Anehnya, mengapa hal ini tak terjadi pada Blantika Musik Pop.


Ada sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa konser orkestra dan kehadiran opera di Amerika Serikat menurun sebesar 30% dalam beberapa tahun terakhir. Sekitar dua puluh tahun yang lalu, laporan Knight Foundation,yang tertuang dalam “Studi Segmentasi Konsumen Musik Klasik,” menemukan bahwa “hanya 10-15% orang Amerika memiliki keintiman dengan Musik Klasik.” Masalah ini, yang berkaitan dengan alasan fenomena ini, sejatinya rumit. Namun dasar fenomenanya itu sendiri, mencakup lanskap budaya modern dan teknologi yang membentuk kebiasaan konsumsi musik pada penonton di mana pun di dunia.

Thursday, 1 February 2024

KHAYAL | by: Michael Gunadi | Staccato, February 2024

“KHAYAL”
By: Michael Gunadi
Staccato, February 2024


Apa modal utama seseorang untuk menjadi seniman? DAYA KHAYAL. Seni apapun yang anda geluti dan tekuni, semuanya membutuhkan daya khayal atau imajinasi. Daya khayal ini merupakan satu energi positif yang mendorong kreatifitas anda. Meskipun anda berhadapan dengan sesuatu yang nyata, anda tetap membutuhkan khayal untuk menuangkannya dalam sebuah karya seni. Sebagai sebuah energi positif untuk berkreasi, khayal ini tentu baik-baik saja. Tidak ada yang salah dengan khayal, daya khayal dan berkhayal. Karena kesemuanya itu berbeda dengan halusinasi yang sampai pada batas tertentu bisa menjadi sangat berbahaya.

 

Khayal inilah yang menjadikan seni, apapun itu sebagai obyek telaah, bahan diskusi, sekaligus rona kehidupan yang tiada henti dan tiada pernah habis untuk dibicarakan. Dalam ranah Sastra misalnya. Samuel Beckett membuat karya WAITING FOR GODOT. Menunggu si Godot. Siapa Godot? Ternyata ia adalah tokoh khayal. Dan dalam naskah sampai akhir si Godot ini tak dimunculkan sama sekali. Hebatnya, daya khayal samuel Beckett juga mampu membuat pembacanya untuk juga berkhayal. Tentu tentang tokoh Godot ini. Pembaca dibuat berkhayal dengan liar tentang seperti apa tokoh Godot ini.

 

Dalam karya seni lukis juga khayal adalah daya hidup lukisan itu sendiri. Bahkan ketika seorang pelukis potret berhadapan dengan seorang model, ia tetap harus berkhayal. Ia harus mampu berimajinasi tentang seberapa dan bagaimana pencahayaan. Mana yang perlu diarsir dengan tebal dan mana yang hanya perlu sapuan saturasi sederhana. Hal semacam ini bukan semata masalah teknik melukis. Melainkan bagaimana mensublimasi teknik untuk memberi daya hidup pada lukisan itu sendiri. Dan tentu, meski obyeknya hidup dan terpampang di hadapannya, seorang pelukis potret perlu mengembangkan daya khayal misalnya untuk sedikit mengubah morfologi bibir. Memberi sentuhan pada pipi dan lain dan sebagainya.

Sunday, 3 December 2023

WES - by: Michael Gunadi | Staccato, December 2023

“WES”
Staccato, December 2023
By: Michael Gunadi


Judul ini sama sekali bukan plesetan istilah WIS dalam bahasa Jawa yang artinya sudah. WES dalam judul ini adalah WES MONTGOMERY. Legenda Jazz Guitar yang juga influencer Musik Jazz yang tentu saja tanpa melalui Instagram. Seperti biasa, kaum sok tahu, sok ritis, belagu bergaya musisi top dengan sikap tidak peduli alla Cosmopolitan dan Metropolitan, akan bertanya: Apa untungnya tahu hal macam begini? Untuk apa juga kita tahu hal begini. Jawabannya seperti biasa. Tidak ada untungnya sama sekali. Apalagi dari sisi materi. Sama sekali tidak ada untungnya. Lho?! Ya. 


Dan memang apa juga untungnya belajar Piano setengah mati. Meskipun misalnya anda juara dunia 29 kali, apakah ada untungnya dari sisi materi? Belum tentu dan bahkan TIDAK. Jawaban pertanyaan untuk apa adalah, tahu hal begini harapannya akan ada sedikit relung yang bisa menginspirasi kita semua. Agar hidup ini tidak makin sulit dan makin menderita dalam cacaruca carut marut dunia yang makin disruptif dan deseptif.

Thursday, 3 August 2023

ORI - by: Michael Gunadi | Staccato, August 2023

ORI
By: Michael Gunadi
Staccato, August 2023


Misalkan Anda membuat lagu yang progresi Chordnya begini: C-Am-Dm-G7-C. Begitu terus dan terus sampai habis. Melodinya, Anda buat dengan mencampur dan mengutak-atik serta meramu dan mengaduk-aduk nada-nada yang cuma hanya Do Re Mi Fa So La Si D(or). Terus Anda bilang: “Ini lagu Karya Cipta saya. Asli. Genuine. Ori lho”. Apakah persoalannya selesai sampai di situ? Tidak. Sangat tidak. 

 

Pertanyaan pertama: Anda mencipta apa? Akor model begitu sudah ada kok. Dan sudah puluhan juta bahkan mungkin milyaran orang bikin lagu dengan progresi akor semacam itu. Pertanyaan kedua: Apakah melodinya karya cipta Anda secara Ori(ginal)? Haha. Pret. Bukankah Anda itu memakai nada-nada yang sudah ada?Trilyunan kegiatan per hari nyanyi Do Re Mi fa pret dan seterusnya. Kemudian Pertanyaan ketiga: Oh kalo begitu ya ramuannya. Racikan nada-nada tersebut yang ori. Haha.Hihi.Huhu.Xixi. Tidak juga. Perhatikan saja Cadens nya. Perhatikan saja nada nada Akordis nya. Trilyunan kegiatan bermusik yang memakai Cadens, Chordal Tone seperti Anda.

Friday, 31 March 2023

UNTUK APA - by: Michael Gunadi | Staccato, April 2023

UNTUK APA
By: Michael Gunadi
Staccato, April 2023

Slamet Abdul Sjukur, Alm.

Seorang Slamet Abdul Sjukur, Almarhum, memiliki kesenangan untuk menganalisa, menelisik, menguak,dan menyeruak naskah musik. Banyak bahkan teramat banyak score musik yang sudah beliau telaah. Penelaahannya sangat detil seperti seorang Detektif ahli forensik. Yang menjadi pertanyaan adalah, untuk apa Mas Slamet melakukan itu semua? Pada saat beliau diminta untuk membuat tulisan essay panjang pada Hari Ulang Tahun Chopin ke-200 oleh Dewan Kesenian Jakarta, Mas Slamet pun mempertanyakan upayanya. 

 

Apa untungnya memahami musik Chopin? Apakah menghasilkan uang? Sama sekali tidak. Apakah menghasilkan ketenaran? Sama sekali juga tidak. Mengingat pada waktu itu Koran, Tabloid, majalah lebih suka memuat berita olah raga dan selebriti. Dengan demikian, sebetulnya untuk apa Mas Slamet melakukan itu semua.

 

Seorang Dokter spesialis penyakit dalam. Perempuan. Secara finansial sangat berkecukupan. Karirnya gilang gemilang. Anak-anaknya sudah purna belajar dan menjadi Dokter juga. Pasiennya sangat banyak. Beliau tenar sebagai Dokter bertangan dingin. Di sela sela kesibukan dunia medisnya, beliau masih menyempatkan diri untuk membeli buku-buku tentang musik. Menyempatkan diri membaca buku-buku musik. Dan, masih menyempatkan diri meski hanya sebentar untuk bermain piano. Main pianonya sama sekali tidak bagus. Lagu-lagunya hanya Light Classic, yaaaaaaa sebangsa Toselli, Maidens Prayer, dan itupun dimainkannya dengan salah-salah. 


Menjadi menarik mencermati kesenangannya. Seorang Dokter top sekaliber dia, untuk apa main musik dan baca musik. Untuk apa dan apa untungnya bagi beliau. Jelas tidak akan dapat uang, Kan mainnya buruk kok. Jelas tidak akan tenar karena beliau gak punya IG ,FB maupun YouTube. Untuk apa coba.

Sunday, 4 December 2022

KIAT PRAKTIS BAGI PENATA BUNYI PEMULA - by: Michael Gunadi

KIAT PRAKTIS 
BAGI PENATA BUNYI PEMULA
By: Michael Gunadi


Istilah Penata Bunyi, memang bukan padanan bagi istilah Sound Engineering. Seorang Sound Engineering adalah seseorang yang memiliki track record perolehan pengetahuan tata bunyi melalui jalur akademik. Baik sekolah, kursus maupun workshop atau seminar yang sifatnya berkala dan terprogram. Banyak Sound Engineering yang malahan sudah mendapat sertifikasi. Baik secara nasional di negaranya maupun sertifikasi Internasional. Seorang Penata Bunyi, sebetulnya bisa siapa saja. Tentu sejauh ia memiliki pengetahuan dasar tata bunyi, meskipun serba sedikit dan memperoleh kesempatan untuk mempraktekkannya.

 

Semenjak era Pandemi Covid 19, kebutuhan ketrampilan untuk menata bunyi menjadi meningkat. Para karyawan yang terpaksa work from home, sebetulnya perlu juga “menjadi penata bunyi” agar mutu audio online nya menjadi layak dengar dan tidak mengganggu lawan bicaranya. Demikian juga para guru. Guru musik. Dan tentu saja para pemusik yang panggungnya tergerus sirna dan harus memasarkan kreatifitas musiknya secara online. Saat Pandemi Covid 19 sudah mulai terkendali pun, kebutuhan ketrampilan menjadi penata bunyi nampaknya tetap marak. Karena komersialisasi video dan audio menjadi sangat dibutuhkan untuk mendongkrak dan mempertahankan eksistensi siapapun yang ingin tetap hadir dalam dunia ragawi tatap muka.

Tuesday, 1 November 2022

LAHAN TERKEREMUS - by: Michael Gunadi | Staccato, November 2022

LAHAN TERKEREMUS
By: Michael Gunadi
Staccato, November 2022


Pernah ada satu masa dimana musik mengalami kejayaan. Abad pertengahan dengan ditemukannya mesin uap, mulailah timbul industrialisasi. Industrialisasi ini membuat kelas baru dalam strata masyarakat di Eropa. Yakni kelas menengah dan boss-boss industri. Kelas menengah dan boss boss industri ini bisa lah ada uang. Di samping itu, industrialisasi merambah juga dunia musik. Alat musik yang tadinya diproduksi sebagai seni kerajinan tangan, saat itu mulai diproduksi secara pabrikan. Dalam skala industri. Sudah tentu harganya menjadi lebih terjangkau. Kelas menengah dan boss boss yang timbul secara kagetan, mampu beli. Akibatmya, musik bisa hadir di rumah rumah rakyat. Tidak melulu kaum bangsawan. Musik berjaya. Karena dinikmati dan dimainkan langsung oleh sangat banyak orang. Lahan musik luas membentang menghijau segar subur.

Sunday, 31 July 2022

Konser - by: Michael Gunadi | Staccato, August 2022

KONSER
Staccato, August 2022
By: Michael Gunadi


Entah sampai kapan pandemi COVID-19 dengan segala carut marutnya akan berakhir. Jika berakhir saat ini pun, segudang persoalan masih menanti. Satu pertanyaan besarnya adalah: berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh dunia dalam segala segi dan lingkup kehidupan, untuk dapat kembali pada keadaan seperti sebelum adanya Pandemi. Pertanyaan ini sangat mengusik siapapun yang setidaknya merasakan atau bahkan terhimpit dan terkeremus dalam ketidakberdayaan akibat pandemi.

 

PANGGUNG PERTUNJUKKAN MUSIK

Sudah barang tentu, musik tak terkecuali. Pemusik sudah dapat dikatakan terkeremus menjadi remahan bagai kerupuk. Sebetulnya Pandemi ini hanyalah sebuah dentuman besar saja. Porak poranda dan kejatuhan musik, terutama musik industri dan industri musik, sudah dapat dirasakan dan diprediksi sejak 2010. Akar persoalannya menjadi rumit, meski sebetulnya ujung pangkalnya hanya satu. Adanya ruang, waktu dan kesempatan untuk menampilkan musik. Pemusik, apapun genre musik dan lingkup pekerjaannya, termasuk guru musik, membutuhkan ruang, waktu dan kesempatan untuk mengekspresikan diri melalui karya. BUTUH PANGGUNG.

 

Friday, 1 July 2022

Menggelitiki Musik (Kritik Musik) - by: Michael Gunadi | Staccato, July 2022

MENGGELITIKI MUSIK
By: Michael Gunadi
Staccato, July 2022


KRITIK MUSIK

Sebagai seni yang dihadirkan pada khalayaknya, tentu, musik, tak elok jika berdiri dan sibuk dengan dirinya sendiri. Kehadiran musik dan keberadaan musik, membutuhkan respon dan impuls. Respon yang bukan saja berupa apresiasi ataupun kesaksian katarsis penikmatan alunan musik sebagai materi auditif, melainkan juga sanggahan, penolakan atau bahkan mungkin kutukan terhadap musik itu sendiri. Tanpa itu semua, musik menjadi sebuah entitas seni hanya mengalun tak tentu rimbanya dan tak tentu rima nya.

 

Untuk itu, dan oleh karena itulah, musik membutuhkan KRITIK. Sebuah kegiatan yang diberi batasan sebagaikecaman atau tanggapan, atau kupasan kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya. Dalam ranah musik, kritik sudah menjadi seni. 

 

Seni yang usianya setua musik itu sendiri. Kritik musik sudah ada dan hadir, sejak zaman supremasi akal dalam tatanan peradaban Yunani kuno. Plato, seorang filsuf jaman Yunani kuno, memiliki quotes yang bunyinya begini: “Music gives soul to the universe and wings to the mind”. Sepintas, quotes Plato tersebut terkesan sebagai sebuah pernyataan. Namun jika kita cermati, sebetulnya Plato melemparkan sebuah kritik. Kritik terhadap musik. Yang diwujudkan dalam bentuk “pernyataan bersyarat” - conditional sentence, bahwa musik itu “harus” bisa membawa jiwa ke semesta dan memberi sayap bagi pikiran. Dengan kata lain, musik yang “tak seperti itu” belum bisa disebut sebagai musik.

Thursday, 31 March 2022

Suka Musik - by: Michael Gunadi | Staccato, April 2022

SUKA MUSIK
By: Michael Gunadi
Staccato, April 2022


Ternyata tak ada satu orang pun yang tahu dengan persis, kok bisa ya musik memberi efek yang begitu besar bagi kita secara emosional. Meski demikian, aneka studi tetap dan terus menerus dilakukan untuk menguak pertanyaan tersebut.

 

MENGAPA KITA SUKA MUSIK?

Untuk menguak jawaban pertanyaan tersebut, hal yang paling logis adalah mengawalinya dengan pertanyaan: Mengapa kita suka musik? Sebetulnya ini sebuah pertanyaan yang memiliki aneka jawaban. Bergantung pada siapa yang ditanya. Tingkat pendidikan, pranata sosial, ragam budaya, gaya hidup, keseharian, sangat berpengaruh terhadap bentuk jawaban pertanyaan ini.

 

Umumnya, dapatlah dinyatakan bahwa kita suka musik karena musik memberi kita rasa nyaman. Kok bisa musik memberi kita rasa nyaman? 2021, Anne Blood dan Robert Zatorre di Universitas McGill Kanada, menyodorkan sebuah jawaban ilmiah. Dengan memakai MRI (Magneric Resonance Imaging), dapat dilihat bahwa seseorang yang sedang mendengarkan musik, mengaktivasi area otak yang dikenal sebagai limbic dan paralimbic. 


Aktivitas di area otak tersebut sangat berkaitan dengan respon kegembiraan eforia yang dialami seseorang. Sama seperti bentuk Eforia ketika seseorang melakukan kegiatan sexual, menikmati makanan kesukaannya. Rangsang Eforia tersebut dipacu oleh zat yang dikenal sebagai Dopamine. Sebuah penghantar respon syaraf.

Monday, 28 February 2022

Balada Headphone - by: Michael Gunadi | Staccato, March 2022

BALADA HEADPHONE
By: Michael Gunadi
Staccato, March 2022


Pandemi COVID-19 memang menabur beberapa perubahan yang memang memaksa manusia untuk “berubah”. Salah satu diantaranya adalah konsep tentang pertemuan. Pertemuan tak lagi dimaknai sebagai bertemu bertatap muka secara fisik. Melainkan saling jumpa melalui media. Layar kaca yang kadang hanya seiprit. Hal ini berlaku di semua segi kehidupan. Orang semakin individual. Karena berakrab akrab, apalagi dalam jumlah yang relatif banyak, merupakan resiko yang akan teramat mahal.

 

Keadaan seperti demikian, semakin mengukuhkan private area, yang dalam batas tertentu juga merupakan isolation area. Tak terkecuali dalam ranah seni. Seni, khususnya musik, tak lagi dipandang sebagai tontonan massal. Seni memiliki dimensi baru. Sebuah perjalanan rasa, pengalaman estetis dan pergumulan manusia dengan entitas keindahan melalui ruang yang sangat pribadi. Di titik inilah, Balada headphone menjadi kisah yang tak terpisahkan dari hiruk pikuknya rona relung kehidupan manusia modern. Keberadaan headphone, memang bukan karena Pandemi COVID-19. Namun, Pandemi inilah yang makin mengukuhkan cengkeraman headphone pada realita aktifitas manusia saat ini.

Monday, 1 November 2021

Menalar Penjarian Tangganada - by: Michael Gunadi | Staccato, November 2021

MENALAR PENJARIAN TANGGANADA
by: Michael Gunadi
Staccato, November 2021


Di dunia ini, dalam kehidupan kita sebagai manusia, banyak hal yang asal usulnya tidak kita ketahui. Misalnya saja peralatan memasak batu yang ditemukan di Wajak Tulungagung yang diklaim sebagai piranti cikal bakal manusia purba. Lalu relief di Candi Borobudur yang terbilang banyak juga mengeksplorasi adegan bercinta. Bagaimana konsep pemikiran dan asal usulnya. Kemudian juga peninggalan Kerajaan Kalingga yang diklaim sudah memiliki sistem irigasi persawahan. Semua itu tidak kita ketahui pasti cikal bakalnya. Demikian juga dalam musik. Banyak yang kita tak tahu pasti, bahkan sama sekali tak tahu cikal bakalnya. Salah satunya adalah: PENJARIAN DALAM MEMAINKAN TANGGANADA.

 

Tangganada atau SCALE didefinisikan sebagai urutan nada nada dengan pola tertentu dan diakhiri oktaf nada yang pertama. Memainkan dan melatih Tangganada, disinyalir dapat meningkatkan penguasaan geografi instrumen anda.  Di Gitar Klasik, mestinya setiap siswa dan siapapun yang belajar Gitar Klasik, “wajib” memainkan Tangganada versi Maha Gitaris Andre Segovia.

Wednesday, 1 September 2021

BWV 846 - by: Michael Gunadi | Staccato, September 2021

BWV 846
By: Michael Gunadi
Staccato, September 2021


Prelude ini teramat sangat terkenal. Semua pianis top pasti memainkannya. Prelude ini juga dimainkan pada berbagai instrumen. Termasuk juga untuk gitar klasik. Ada beberapa versi cetakan partitura nya. Namun tentu yang edisi urtext facsimile lebih pas untuk dijadikan landasan analisa. 

 

Dalam edisi facsimile, dicetak reproduksi tulisan tangan asli dari komposernya. Sebetulnya sangat menarik jika kita menjadi detektif, untuk menyelidiki sedikit lebih dalam tentang prelude yang amat terkenal ini. Kita bisa berpangkal tolak dari perspektif sejarah tahun 1720, tahun Prelude ini dikarang oleh JS.Bach. 

 

Untuk keperluan telaah sejarah, kita tak perlu pusing-pusing untuk berandai-andai. Bagaimana sih dulu di zamannya Bach memainkan Prelude ini? Sama sekali tidak perlu. Lanskap dan arsitektur komposisi Prelude ini dapat dikatakan sangat sempurna. Jadi Anda bisa memainkannya dalam instrumen apapun. Anda juga bisa mentranspose dalam tonalitas kunci nada apapun. Bahkan Anda bisa bereksperimen untuk memainkan Prelude ini dari belakang. Semua hasilnya tetap bagus, bermutu dan mempesona.

Monday, 31 May 2021

Generatio Speculativa - by: Michael Gunadi | Staccato, June 2021

GENERATIO SPECULATIVA
by: Michael Gunadi
Staccato, June 2021

Messiaen's Church Window

APAKAH ANDA SUKA MUSIK?

Suatu ketika jika Anda ditanya, apakah Anda suka musik? Dan sebelum dituduh bahwa Anda orang yang kurang berbudaya, pasti tanpa pikir panjang Anda akan menjawab: “Ya, saya suka musik. Kemudian bisa saja si penanya dengan agak kepo dan kurang ajar, bertanya lagi. Musik apa yang Anda suka. Sampai disini, jika Anda memiliki kecerdasan yang lumayan, maka dalam benak Anda akan berkecamuk berbagai pertimbangan. 

 

Namun jika Anda kurang cerdas, agak seperti keledai, maka Anda akan secara spontan saja asal njeplak menyebutkan jenis musik yang “sering Anda nikmati” meski belum tentu Anda suka. Hal-hal semacam itu, acapkali terjadi dalam kehidupan kita. Dan dalam keadaan demikian, kita menjadi bagian dari generatio speculativa. Sadar ataupun tak sadar. Generasi yang sering berspekulasi.

Friday, 30 April 2021

Salah Main - by: Michael Gunadi | Staccato, May 2021

“SALAH MAIN”
By: Michael Gunadi
Staccato, May 2021


SALAH MAIN sebetulnya istilah yang penulis familiarkan sebagai padanan istilah PERFORMANCE MISTAKE. Tentu artikel ini TIDAK mengulas salah main dari sisi pendidikan musik, namun lebih kepada paparan yang umum saja serta ringan seringan kepulan asap kopi di sore hari yang tidak jelas. Salah main ini sebetulnya, disadari atau tidak, sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan bagi apresiasi musik. Khususnydi bumi persada tercinta ini. B

 

anyak orang yang sok paham musik, mengamati kemudian dengan seenaknya saja nyerocos komentar: Ahhhh jelek. Salah-salah mainnya. Ada yang lebih tega lagi, nonton pertunjukan musik sambil ngitungin berapa kali kesalahan yang dibuat oleh penampilnya. Sebetulnya, sikap dan tindakan ini sah dan baik baik saja. Anda perform di hadapan khalayak, ya Anda harus siap ditelanjangi dan dibugilin dengan segala macam caci maki umpatan serapah. termasuk yang paling mengada-ada dan dibuat-buat.

Wednesday, 31 March 2021

Armando's Rhumba in Heaven - by: Michael Gunadi | Staccato, April 2021

“ARMANDO'S RHUMBA IN HEAVEN”
by: Michael Gunadi
Staccato, April 2021


KEPERGIAN TOKOH JAZZ DUNIA

Tanggal 9 Pebruari 2021 dunia musik berduka. Blantika musik berbelasungkawa. Ranah musik Jazz menangis. Deretan tokoh tokoh dunia menjadi tercekat dan pilu. Armando Anthony Corea atau dikenal sebagai Chick Corea, meninggal akibat penyakit yang telah lama dideritanya. Bagi orang yang skeptis, mungkin akan berkata begini: “Yaaaaa sudahlah. Dah mati. Kita doain aja deh. Ok. Itu bagus. 

Bagi orang yang agak konsen dengan prospek musik mungkin akan mengatakan: Ya, mari kita lanjutkan karya dan perjuangannya. Apalagi COVID-19 belum kelar. Musik nggak boleh mati”. Hmmm sangat bagus juga. Bagi orang yang sangat kritis, plus sedikit usik, mungkin pertanyaannya akan menjadi seperti: “Emangnya siapa tuh Chick Corea? Hebat banget ya? Jasa apa dia sama musik?” Tidak salah. Baik dan sah saja.

Sunday, 28 February 2021

Perempuan Perkasa di Balik Beethoven - by: Michael Gunadi | Staccato, March 2021

PEREMPUAN PERKASA 
DI BALIK BEETHOVEN
by: Michael Gunadi
Staccato, March 2021


Nama Nannette Streicher seakan terpinggirkan oleh kancah sejarah dunia. Namun, ia sebetulnya adalah salah satu pembuat dan pemilik pabrik keyboard terbaik di masanya.

Kisahnya diawali dengan sebuah dokumen dari sketsa original Piano Sonata karya Beethoven. Sketsa tersebut dimiliki oleh Museum dan Pustaka The Morgan. Pada bagian tepi, seorang penerbit dari Inggris, Vincent Novello menuliskan bahwa dokumen tersebut sampai kepadanya dari seorang sahabat dekat Beethoven yakni Nyonya Streicher.

Pada Desember 2020 kita semua, pencinta Musik Klasik memperingati 250 tahun kelahiran Beethoven. Namun sosok perempuan hebat seperti Nannette Streicher tetap tak dianggap dan terpinggirkan dalam ljalur lini masa napak tilas sejarah hidup Beethoven. Padahal dapat dikatakan, Nannette Streicher adalah seorang perempuan tangguh. Pengrajin keyboard/piano kelas wahid di zamannya. 

Sunday, 31 January 2021

Berpacu Dalam Virtual - by: Michael Gunadi | Staccato, February 2021

BERPACU DALAM VIRTUAL
By: Michael Gunadi
Staccato, February 2021


KEADAAN COVID-19 YANG TIDAK MENENTU

Hingga tulisan ini dibuat, keadaan dunia akibat pandemi COVID-19 tetap belum menentu, bahkan semakin membingungkan. Terutama yang berkaitan dengan kapan pandemi ini akan berakhir dan bagaimana endingnya. Menghadapai ketidakpastian yang semakin carut marut, warga dunia jelas tidak tinggal diam. Bahkan sejak awal pandemi, warga dunia sudah bersama sama bergerak. Bergerak dalam keserempakan ragam. Yakni agar kemanusiaan dan nilai nilai manusiawi tidak tergerus atas nama kecemasan, ketakutan dan kekhawatiran.


KEBERADAAN SENI MUSIK DI ERA PANDEMI

Meski terseok-seok dan nyaris hilang asa, seni, termasuk musik, tetap dipertahankan keberadaannya. Karena seni lah salah satu unsur budaya yang membuat manusia masih layak disebut sebagai makhluk bermartabat. Cara yang diempuh adalah rame rame berpacu dalam VIRTUAL. Orkestra virtual, ensemble virtual, memberikan harapan palsu virtual, lesson virtual, ujian virtual, dan bahkan konser siswa virtual.

Wednesday, 30 September 2020

PENGIRING - by: Michael Gunadi | Staccato, October 2020

“PENGIRING”
By: Michael Gunadi
Staccato, October 2020


PROFESI ACCOMPANIST

Pengiring atau Accompanist, lazimnya memainkan piano, organ atau gitar. Adalah sebuah profesi dalam ranah musik. Para pengiring adalah pemusik professional yang pekerjaan nafkah hidupnya adalah mendukung, berkolaborasi, dan bahkan kadang harus turun tangan untuk melatih. Biasanya ini terjadi pada sesi vokal dan paduan suara atau Choir. 

 

Seni yang dilayani para pengiring, terkadang juga melibatkan seni tari, seni teater juga cabang seni lainnya yang membutuhkan iringan musik. Dikarenakan bidang pekerjaan musiknya itulah, para pengiring kemudian mendapat predikat atau sebutan. Waaah.. dia itu pengiring choir. Kalau yang itu tuh, dia pengiring solo vocal. Oh… yang dekil itu dia pengiring musik teater. Dalam sesi rehearsal, tidak jarang pengiring ini harus membimbing, bahkan mengajari artisnya. Karena biasanya, si pengiring memiliki pengalaman dan jam terbang serta musikalitas yang lebih luas dan intens dibanding artisnya. 

 

KUALITAS YANG HARUS DIMILIKI SEORANG PENGIRING

Sebetulnya, menjadi pengiring, dalam batas tertentu, adalah terbukanya kesempatan jenjang karir yang sangat luas. Dari mulai Choir lokal, penyanyi yang baru coba jadi artis sambil gemeteran, sampai Ballet, Dance Theater dan vocal recital yang berkelas serta representatif. Pekerjaan sebagai pengiring, memiliki tuntutan yang sangat tinggi dan juga kepribadian yang sangat luwes dan supel.