Wednesday, 8 August 2012

Artikel Majalah Staccato - Agustus 2012 "Let's Swing It, Babe!"

"LET SWING IT, BABE!"
Artikel Majalah Staccato - Agustus 2012
by: Michael Gunadi Widjaja




Perkembangan musik Jazz di dunia, dapatlah dikatakan sangat pesat. Sedemikian pesatnya perkembangan musik Jazz, dewasa ini agak sulit bagi orang awam ataupun pemusik amatir untuk mengenali Jazz dalam kesejatiannya. Seorang penyanyi yang biasanya membawakan musik Jazz, saat dia tak membawakan Jazz pun orang secara latah menganggap bahwa si penyanyi tetaplah ber-Jazz. Demikian juga misalnya, ketika seorang pemain gitar menyelipkan lick-lick improvisasi pada permainan gitarnya. Orang secara latah berujar lantang bahwa permainan gitar tersebut sangat Jazz. Masih bagus jika sebagian kalangan dapat mengenali mana yang Jazz dan mana yang Jazzy.

Di satu sisi, keadaan demikian bisa membuat kalangan Jazz berbesar hati. Karena ternyata Jazz sudah sedemikian mencapai titik leburnya, hingga orang menjadi betul-betul lebur dan latah. Di lain sisi, nampaknya perlu untuk kembali mengedepankan cita rasa Jazz yang sejati. 

Apa gunanya mengedepankan Jazz yang sejati..TIDAK ADA GUNANYA SAMA SEKALI. Toh Jazz hanyalah musik. Yang apabila salah kaprah dan latah pun tak menyebabkan nyawa melayang. Secara adab semestinya masih tersisa sedikit rasa “tanggung jawab” terhadap seni. Tanggung jawab untuk senantiasa menyemburatkan makna bahwa seni, tak terkecuali Jazz, senantiasa memiliki jati dirinya.


Dari sekian banyak periodisasi dalam napak tilas Jazz, yang paling menginspirasi adalah era SWING. Swing sudah menjadi bagian utuh dari kesejatian musik Jazz. Malahan banyak orang menyebut bahwa Swing adalah sebuah Mainstream Jazz. Pakem dari musik Jazz. Jika bukan Swing, itu bukan Jazz sejati. Pendapat demikian tidak sepenuhnya betul. Sebab esensi dari Jazz sebetulnya adalah keterbukaan yang egaliter, disamping tentu saja kebebasan dan hal-hal yang sering dianggap “keliru”. Tentu keliru dalam sudut pandang akademia musika yang konservatif.

Meskipun tak luput pula dari kontroversi yang senantiasa mengiringinya, Swing harus diakui memberikan andil sangat besar dalam napak tilas Jazz. Terlepas dari semua kontroversi tersebut, Swing memang adalah Jazz. Istilah SWING itu sendiri, dalam konteks musik Jazz, sulit untuk didefinisikan secara baku. Swing itu mengayun. Tetapi persoalannya, apa yang diayun. Apakah sinkopasi ritmiknya, atau transien beat-nya ataukah stroke up and down beat-nya ataukah juga ornamentik dalam pola triplet saat melantunkan improvisasi. Sejalan dengan esensi jiwa Jazz, semua definisi adalah kurang signifikan dibanding musik Jazz itu sendiri. Tanpa pernah tahu apa sebetulnya makna kata Swing dalam Jazz, orang tetap dapat ber-Jazz dengan sangat baik. Inilah uniknya Jazz. Jazz tak pernah dapat dimengerti, namun tanpa ngerti pun selalu ada ranah menikmati Jazz.

 BENNY GOODMAN

Salah satu fenomena yang menjadikan Swing disebut sebagai roh-nya Jazz adalah, bahwa era Swing, dan Swing sebagai genre musikal, menyisakan banyak fenomena yang menjadi pijakan awal perkembangan Jazz selanjutnya. Salah satu fenomena dalam era Swing adalah ketika grup-grup band kulit putih merasa terkagum-kagum dan terheran-heran dengan grup band kulit hitam, yang saat itu memainkan musik yang “asing” tapi nikmat bagi kalangan kulit putih. Mulailah grup band kulit putih mencoba menguak “rahasia” dibalik “musik aneh yang nikmat” yang disajikan grup band kulit hitam. Leroy Jones dalam tulisannya tentang Blues People, menengarai demikian. Bahwa Benny Goodman lah musisi kulit putih yang sangat terkesan dengan band kulit hitam. Bahkan Benny Goodman sampai harus membeli aransemen-arasemen dari para arranger kulit hitam untuk bisa mengetahui dengan detil rahasia tone dan nuansa dibalik musik kulit hitam saat itu. Di kemudian hari, Benny Goodman menjadi legenda. Orang kulit putih pertama yang mampu menyuguhkan Jazz kulit hitam dengan idiom dan tata gramatik serta pungtuasi musikal sebagaimana black people sejati.

 DUKE ELLINGTON

Ketertarikan orang kulit putih, terutama di Eropa terhadap Jazz mulai marak saat dunia mengalami depresi ekonomi. Saat itu pemusik Jazz kulit hitam tak lagi dapat hidup di Amerika. Louis Armstrong dan Duke Ellington hijrah ke Eropa untuk tetap bertahan hidup melalui musik. Di Eropa inilah Jazz menjadi terkenal di kalangan akademisi musik Eropa dan mulailah sebuah fenomena penelitian Jazz secara akademik. Pemusik Jazz kulit hitam yang kurang beruntung dan tetap tinggal di Amerika, mengalami nasib buruk. Banyak dari mereka yang harus terpaksa membuka usaha sampingan seperti menjadi tukang semir sepatu dan penjahit.Dan karena depressi ekonomi, bar dan kedai minum mengurangi jatah pertunjukan Jazz kulit hitam. Pemusik Jazz kulit hitam kemudian memanfaatkan jalanan untuk terus berkarya dan memperdengarkan musiknya. Fenomena ini kemudian melahirkan sebuah corak musik Jazz yang dikenal sebagai Jazz Street Music ataupun Territory Jazz.

Keadaan tersebut terus berlanjut hingga pada 1934 ada sebuah langkah cemerlang yang dilakukan Fletcher Henderson. Fletcher Henderson sendiri adalah seorang pimpinan sebuah ensembel musik yang lengkap. Lengkap dalam standar bermusik akademik seperti lazimnya orang Eropa. Fletcher Henderson sangat terkesima dengan rasa bunyi trumpet Louis Armstrong. Obsesi Henderson adalah mewujudkan nuansa Louis Armstrong namun dalam format ensemble besar yang lengkap. Segera Henderson meminta Don Redman, seorang arranger top untuk mewujudkan obsesinya dan saat itulah Swing digelar pertama kalinya dalam sebuah ensembel yang sangat representatif sebagaimana musik klasik Eropa.

Sebetulnya proyek Henderson telah dikerjakan pada 1931 namun hanya sebagian kecil masyarakat yang mengetahuinya khususnya hanya daerah Harlem. Henderson kemudian terus mengembangkan metode tata aransemen dari Redman, untuk mengibarkan grup Swing dengan pemain dan kelengkapan peralatan yang mumpuni.

Obsesi Fletcher Henderson tak berjalan mulus. Depresi ekonomi akhirnya menghancurkan keuangannya dan tamatlah juga sebuah ensembel Swing yang representatif. Beruntunglah ada music advisor dari sebuah perusahaan rekaman, namanya John Hammond. John Hammond memberi sebuah proyek musik kepada Fletcher Henderson. Proyek tersebut adalah menjadi partner Benny Goodman. Benny Goodman saat itu masih sangat belia, dan ia betul-betul pemusik yang terdidik secara sangat baik dalam musik klasik. Pertemuan Henderson dan Benny Goodman melahirkan sebuah napas baru bagi perkembangan Swing dan mulailah Swing diperkenalkan ke kampus-kampus perguruan tinggi, terutama jurusan musik.

John Fordham dalam artikelnya tentang Jazz, menorehkan kesaksian tentang debut Benny Goodman. Saat itu Benny Goodman melakukan tour ke Los Angeles. Dan bermain di hadapan para mahasiswa yang terkenal kritis. Benny Goodman mengikutsertakan pemain terompet Benny Burrigan dan drummer Gene Krupa. Mereka memainkan komposisi yang biasa dimainkan kelompok Fletcher Henderson, yakni “JELLY ROLL MORTON KING PORTER STOMP”. Sajian musiknya dilengkapi dengan dansa tradisional yang dimodifikasi. Hadirin tercengang dan histeris terpesona. Sejak itu terkenal juga DANCE SWING dansa Swing yang berayun-ayun dan mengayun-ayun, mencuatlah pula nomor legendaries “STOMPIN AT A SAVOY”,dan Swing mencapai tataran sebagai musik seni dengan apresiasi penikmat yang menggetarkan.


Keadaan depresi ekonomi pun berakhir dan keadaan ini langsung mendongkrak popularitas Swing dan Benny Goodman. Berbagai konser digelar dan tidak tanggung-tanggung. Benny Goodman dan kelompoknya main di Carnegie Hall. Saat itu Carnegie Hall masih sebuah panggung konser untuk musik klasik Eropa dengan latar belakang pendidikan akademisnya, ditambah dengan pemain-pemain dalam grupnya yang sangat piawai dalam rasa Jazz, Benny Goodman mampu membawa Swing yang Jazz ke tatanan masyarakat yang begitu mengagungkan musik klasik Eropa. Benny Goodman kemudian oleh masyarakat internasional dinobatkan menjadi The King Of Swing.

Kesuksesan Benny Goodman mendongkrak pula kesuksesan pemusik lainnya, salah satu diantaranya adalah Glenn Miller. Dalam debut Glenn Miller inilah Swing mendapat peran baru yakni sebagai musik program untuk keperluan film dan teater. Jejak Glenn Miller langsung diikuti oleh Duke Ellington yang secara mantap terus berkarya membuat komposisi Swing. Tak terkecuali saat depresi ekonomi melanda Amerika. Salah satu musik program karya Duke Ellington yang terkenal adalah “HARLEM AIR SHAFT”.Sebuah komposisi yang dibuat dengan diilhami oleh udara di distrik Harlem New York. Mungkin masih menarik untuk membaca kembali catatan Duke Ellington seputar Harlem Air Shaft karyanya: 

You hear fights, you smell dinner, you hear people making love
You hear the radio, you smell coffee… 
you hear people praying, fighting, snoring... 
I tried to put all that in HARLEM AIR SHAFT

Popularitas Swing tak hanya melanda New York, di Kansas City pun orang terjangkiti demam Swing. Di Kansas City, sepuluh tahun sebelumnya, musik Blues telah diolah dengan baik. Di sana terdapat saxophonist hebat Benny Webster dan pianis William Bassie yang kemudian mendapat julukan count atau sang pangeran dan lebih dikenal sebagai “Count” Bassie. Bersama grupnya, William Count Bassie unjuk kebolehan di New York. Hadirin saat itu terkesima dengan Swing yang dibawakan Count Basie. Swing yang dibawakannya memiliki napas baru,dan tata gramatik serta idiom musik yang benar benar baru.

COUNT BASSIE
 

Dari cerita yang panjang tersebut, memang tak ada gunanya bagi kita. Toh hanya sekedar cerita tentang perjalanan sebuah musik dan tokoh-tokohnya. Bicara soal musik melalui paparan kata memang sangat tak berguna. Musik adalah seni bunyi yang semestinya orang tak perlu bicara dan menulis dengan kata-kata.namun setidaknya, dari yang tak ada gunanya tersebut, masih tersisa beberapa hal yang tak ada ruginya untuk sedikit dicamkan.

Swing dengan perjalanan yang panjang telah mengukuhkan diri sebagai akar utama musik Jazz. Dalam Swing lah musik Jazz mendapat ranah baru yakni tatanan komposisi sebagaimana musik sebagai sebuah bidang keilmuan dan jangan lupa, dalam Swing-lah terjadi persamaan yang benar-benar egaliter. Hitam dan putih berbaur tanpa ada lagi rasisme dan hal tersebut adalah salah satu passion dari musik…

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.