"LET SWING IT, BABE!"
Artikel Majalah Staccato - Agustus 2012
by: Michael Gunadi Widjaja
Perkembangan musik
Jazz di dunia, dapatlah dikatakan sangat pesat. Sedemikian pesatnya
perkembangan musik Jazz, dewasa ini agak sulit bagi orang awam ataupun pemusik
amatir untuk mengenali Jazz dalam kesejatiannya. Seorang penyanyi yang biasanya
membawakan musik Jazz, saat dia tak membawakan Jazz pun orang secara latah
menganggap bahwa si penyanyi tetaplah ber-Jazz. Demikian juga misalnya, ketika
seorang pemain gitar menyelipkan lick-lick
improvisasi pada permainan gitarnya. Orang secara latah berujar lantang bahwa
permainan gitar tersebut sangat Jazz. Masih bagus jika sebagian kalangan dapat
mengenali mana yang Jazz dan mana yang Jazzy.
Di satu sisi, keadaan
demikian bisa membuat kalangan Jazz berbesar hati. Karena ternyata Jazz sudah sedemikian
mencapai titik leburnya, hingga orang menjadi betul-betul lebur dan latah. Di
lain sisi, nampaknya perlu untuk kembali mengedepankan cita rasa Jazz yang
sejati.
Apa gunanya mengedepankan Jazz yang sejati..TIDAK ADA GUNANYA SAMA SEKALI.
Toh Jazz hanyalah musik. Yang apabila
salah kaprah dan latah pun tak menyebabkan nyawa melayang. Secara adab
semestinya masih tersisa sedikit rasa “tanggung jawab” terhadap seni. Tanggung
jawab untuk senantiasa menyemburatkan makna bahwa seni, tak terkecuali Jazz, senantiasa
memiliki jati dirinya.
Dari sekian
banyak periodisasi dalam napak tilas Jazz, yang paling menginspirasi adalah era
SWING. Swing sudah menjadi bagian utuh dari kesejatian musik Jazz. Malahan
banyak orang menyebut bahwa Swing adalah sebuah Mainstream Jazz. Pakem dari musik Jazz. Jika bukan Swing, itu bukan
Jazz sejati. Pendapat demikian tidak sepenuhnya betul. Sebab esensi dari Jazz
sebetulnya adalah keterbukaan yang egaliter, disamping tentu saja kebebasan dan
hal-hal yang sering dianggap “keliru”. Tentu keliru dalam sudut pandang akademia
musika yang konservatif.
Meskipun tak
luput pula dari kontroversi yang senantiasa mengiringinya, Swing harus diakui
memberikan andil sangat besar dalam napak tilas Jazz. Terlepas dari semua
kontroversi tersebut, Swing memang adalah Jazz. Istilah SWING itu sendiri, dalam
konteks musik Jazz, sulit untuk didefinisikan secara baku. Swing itu mengayun. Tetapi
persoalannya, apa yang diayun. Apakah sinkopasi ritmiknya, atau transien beat-nya ataukah stroke up
and down beat-nya ataukah juga ornamentik dalam pola triplet saat
melantunkan improvisasi. Sejalan dengan esensi jiwa Jazz, semua definisi adalah
kurang signifikan dibanding musik Jazz itu sendiri. Tanpa pernah tahu apa
sebetulnya makna kata Swing dalam Jazz, orang tetap dapat ber-Jazz dengan
sangat baik. Inilah uniknya Jazz. Jazz tak pernah dapat dimengerti, namun tanpa
ngerti pun selalu ada ranah menikmati Jazz.
BENNY GOODMAN
Salah satu
fenomena yang menjadikan Swing disebut sebagai roh-nya Jazz adalah, bahwa era Swing,
dan Swing sebagai genre musikal, menyisakan banyak fenomena yang menjadi
pijakan awal perkembangan Jazz selanjutnya. Salah satu fenomena dalam era Swing
adalah ketika grup-grup band kulit putih merasa terkagum-kagum dan
terheran-heran dengan grup band kulit hitam, yang saat itu memainkan musik yang
“asing” tapi nikmat bagi kalangan kulit putih. Mulailah grup band kulit putih
mencoba menguak “rahasia” dibalik “musik aneh yang nikmat” yang disajikan grup
band kulit hitam. Leroy Jones dalam
tulisannya tentang Blues People, menengarai
demikian. Bahwa Benny Goodman lah
musisi kulit putih yang sangat terkesan dengan band kulit hitam. Bahkan Benny
Goodman sampai harus membeli aransemen-arasemen dari para arranger kulit hitam untuk bisa mengetahui dengan detil rahasia tone dan nuansa dibalik musik kulit
hitam saat itu. Di kemudian hari, Benny Goodman menjadi legenda. Orang kulit
putih pertama yang mampu menyuguhkan Jazz kulit hitam dengan idiom dan tata
gramatik serta pungtuasi musikal sebagaimana black people sejati.
DUKE ELLINGTON
Ketertarikan
orang kulit putih, terutama di Eropa terhadap Jazz mulai marak saat dunia
mengalami depresi ekonomi. Saat itu pemusik Jazz kulit hitam tak lagi dapat
hidup di Amerika. Louis Armstrong
dan Duke Ellington hijrah ke Eropa
untuk tetap bertahan hidup melalui musik. Di Eropa inilah Jazz menjadi terkenal
di kalangan akademisi musik Eropa dan mulailah sebuah fenomena penelitian Jazz
secara akademik. Pemusik Jazz kulit hitam yang kurang beruntung dan tetap
tinggal di Amerika, mengalami nasib buruk. Banyak dari mereka yang harus
terpaksa membuka usaha sampingan seperti menjadi tukang semir sepatu dan
penjahit.Dan karena depressi ekonomi, bar dan kedai minum mengurangi jatah
pertunjukan Jazz kulit hitam. Pemusik Jazz kulit hitam kemudian memanfaatkan
jalanan untuk terus berkarya dan memperdengarkan musiknya. Fenomena ini
kemudian melahirkan sebuah corak musik Jazz yang dikenal sebagai Jazz
Street Music ataupun Territory Jazz.
Keadaan tersebut
terus berlanjut hingga pada 1934 ada sebuah langkah cemerlang yang dilakukan Fletcher Henderson. Fletcher Henderson
sendiri adalah seorang pimpinan sebuah ensembel musik yang lengkap. Lengkap
dalam standar bermusik akademik seperti lazimnya orang Eropa. Fletcher
Henderson sangat terkesima dengan rasa bunyi trumpet Louis Armstrong. Obsesi
Henderson adalah mewujudkan nuansa Louis Armstrong namun dalam format ensemble
besar yang lengkap. Segera Henderson meminta Don Redman, seorang arranger top untuk mewujudkan obsesinya dan
saat itulah Swing digelar pertama kalinya dalam sebuah ensembel yang sangat
representatif sebagaimana musik klasik Eropa.
Sebetulnya
proyek Henderson telah dikerjakan pada 1931 namun hanya sebagian kecil
masyarakat yang mengetahuinya khususnya hanya daerah Harlem. Henderson kemudian
terus mengembangkan metode tata aransemen dari Redman, untuk mengibarkan grup Swing
dengan pemain dan kelengkapan peralatan yang mumpuni.
Obsesi Fletcher
Henderson tak berjalan mulus. Depresi ekonomi akhirnya menghancurkan
keuangannya dan tamatlah juga sebuah ensembel Swing yang representatif. Beruntunglah
ada music advisor dari sebuah perusahaan
rekaman, namanya John Hammond. John
Hammond memberi sebuah proyek musik kepada Fletcher Henderson. Proyek tersebut
adalah menjadi partner Benny Goodman. Benny Goodman saat itu masih sangat belia,
dan ia betul-betul pemusik yang terdidik secara sangat baik dalam musik klasik.
Pertemuan Henderson dan Benny Goodman melahirkan sebuah napas baru bagi
perkembangan Swing dan mulailah Swing diperkenalkan ke kampus-kampus perguruan
tinggi, terutama jurusan musik.
John Fordham
dalam artikelnya tentang Jazz, menorehkan kesaksian tentang debut Benny
Goodman. Saat itu Benny Goodman melakukan tour ke Los Angeles. Dan bermain di
hadapan para mahasiswa yang terkenal kritis. Benny Goodman mengikutsertakan
pemain terompet Benny Burrigan dan
drummer Gene Krupa. Mereka memainkan
komposisi yang biasa dimainkan kelompok Fletcher Henderson, yakni “JELLY ROLL MORTON KING PORTER STOMP”. Sajian
musiknya dilengkapi dengan dansa tradisional yang dimodifikasi. Hadirin tercengang
dan histeris terpesona. Sejak itu terkenal juga DANCE SWING dansa Swing yang
berayun-ayun dan mengayun-ayun, mencuatlah pula nomor legendaries “STOMPIN AT A SAVOY”,dan Swing mencapai
tataran sebagai musik seni dengan apresiasi penikmat yang menggetarkan.
Keadaan depresi
ekonomi pun berakhir dan keadaan ini langsung mendongkrak popularitas Swing dan
Benny Goodman. Berbagai konser digelar dan tidak tanggung-tanggung. Benny
Goodman dan kelompoknya main di Carnegie Hall. Saat itu Carnegie Hall masih
sebuah panggung konser untuk musik klasik Eropa dengan latar belakang
pendidikan akademisnya, ditambah dengan pemain-pemain dalam grupnya yang sangat
piawai dalam rasa Jazz, Benny Goodman mampu membawa Swing yang Jazz ke tatanan
masyarakat yang begitu mengagungkan musik klasik Eropa. Benny Goodman kemudian
oleh masyarakat internasional dinobatkan menjadi The King Of Swing.
Kesuksesan Benny
Goodman mendongkrak pula kesuksesan pemusik lainnya, salah satu diantaranya
adalah Glenn Miller. Dalam debut
Glenn Miller inilah Swing mendapat peran baru yakni sebagai musik program untuk
keperluan film dan teater. Jejak Glenn Miller langsung diikuti oleh Duke
Ellington yang secara mantap terus berkarya membuat komposisi Swing. Tak
terkecuali saat depresi ekonomi melanda Amerika. Salah satu musik program karya
Duke Ellington yang terkenal adalah “HARLEM
AIR SHAFT”.Sebuah komposisi yang dibuat dengan diilhami oleh udara di
distrik Harlem New York. Mungkin masih menarik untuk membaca kembali catatan
Duke Ellington seputar Harlem Air Shaft
karyanya:
You hear fights,
you smell dinner, you hear people making love
You hear the radio, you smell
coffee…
you hear people praying, fighting, snoring...
I tried to put all that
in HARLEM AIR SHAFT
Popularitas Swing
tak hanya melanda New York, di Kansas City pun orang terjangkiti demam Swing. Di
Kansas City, sepuluh tahun sebelumnya, musik Blues telah diolah dengan baik. Di
sana terdapat saxophonist hebat Benny
Webster dan pianis William Bassie
yang kemudian mendapat julukan count
atau sang pangeran dan lebih dikenal sebagai “Count” Bassie. Bersama grupnya, William
Count Bassie unjuk kebolehan di New York. Hadirin saat itu terkesima dengan Swing
yang dibawakan Count Basie. Swing yang dibawakannya memiliki napas baru,dan
tata gramatik serta idiom musik yang benar benar baru.
COUNT BASSIE
Dari cerita yang
panjang tersebut, memang tak ada gunanya bagi kita. Toh hanya sekedar cerita tentang perjalanan sebuah musik dan
tokoh-tokohnya. Bicara soal musik melalui paparan kata memang sangat tak
berguna. Musik adalah seni bunyi yang semestinya orang tak perlu bicara dan
menulis dengan kata-kata.namun setidaknya, dari yang tak ada gunanya tersebut, masih
tersisa beberapa hal yang tak ada ruginya untuk sedikit dicamkan.
Swing dengan
perjalanan yang panjang telah mengukuhkan diri sebagai akar utama musik Jazz. Dalam
Swing lah musik Jazz mendapat ranah baru yakni tatanan komposisi sebagaimana musik
sebagai sebuah bidang keilmuan dan jangan lupa, dalam Swing-lah terjadi persamaan yang benar-benar
egaliter. Hitam dan putih berbaur tanpa ada lagi rasisme dan hal tersebut
adalah salah satu passion dari musik…
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.