Showing posts with label form analysis. Show all posts
Showing posts with label form analysis. Show all posts

Wednesday, 1 September 2021

BWV 846 - by: Michael Gunadi | Staccato, September 2021

BWV 846
By: Michael Gunadi
Staccato, September 2021


Prelude ini teramat sangat terkenal. Semua pianis top pasti memainkannya. Prelude ini juga dimainkan pada berbagai instrumen. Termasuk juga untuk gitar klasik. Ada beberapa versi cetakan partitura nya. Namun tentu yang edisi urtext facsimile lebih pas untuk dijadikan landasan analisa. 

 

Dalam edisi facsimile, dicetak reproduksi tulisan tangan asli dari komposernya. Sebetulnya sangat menarik jika kita menjadi detektif, untuk menyelidiki sedikit lebih dalam tentang prelude yang amat terkenal ini. Kita bisa berpangkal tolak dari perspektif sejarah tahun 1720, tahun Prelude ini dikarang oleh JS.Bach. 

 

Untuk keperluan telaah sejarah, kita tak perlu pusing-pusing untuk berandai-andai. Bagaimana sih dulu di zamannya Bach memainkan Prelude ini? Sama sekali tidak perlu. Lanskap dan arsitektur komposisi Prelude ini dapat dikatakan sangat sempurna. Jadi Anda bisa memainkannya dalam instrumen apapun. Anda juga bisa mentranspose dalam tonalitas kunci nada apapun. Bahkan Anda bisa bereksperimen untuk memainkan Prelude ini dari belakang. Semua hasilnya tetap bagus, bermutu dan mempesona.

Thursday, 25 June 2020

Merajut Makna untuk Debussy's Clair de Lune - by: Michael Gunadi | Staccato, July 2020

MERAJUT MAKNA UNTUK CLAIR DE LUNE KARYA DEBUSSY
by: Michael Gunadi
Staccato, July 2020


Debussy, tentu dikenal dan terkenal sebagai Komposer Perancis papan atas. Pencinta musik piano, tidak asing dengan Clair de Lune. Karya ini sudah sering, bahkan dapat dikatakan terlalu sering dimainkan, sehingga dengan sendirinya memperoleh popularitas yang luar biasa. Clair de Lune sebetulnya adalah sebuah karya komposisi rumit dan canggih. 
Karya ini mendapat pengaruh dari Puisi, Musik Baroque di era 1600 – 1750, dan ini yang sering mengundang kontroversi tafsir, yakni Impressionisme. Debussy sendiri dengan tegas dan serius, acapkali menolak predikat Impressionisme untuk genre karyanya. Meski demikian, kelatah publik tetap saja mengasosiasikan musik yang dikonotasikan dengan penggambaran visual sebagai Impressionisme.
Debussy dan Chouchou
Terjemahan judul karya ini adalah SINAR BULAN. Judul ini ditambahkan segera sebelum dipublikasikan pada 1905 sebagai gerakan ke-3 dari 4 buah gerakan karya yang diberi judul SUITE BERGAMASQUE. Tahun nya sama dengan kelahiran putri Debussy, Emma Claude, yang punya nama panggilan Chouchou.

Sunday, 26 April 2020

FINGERSTYLE, by: Michael Gunadi | Staccato, May 2020

FINGERSTYLE
by: Michael Gunadi
(Staccato, May 2020) 


GITAR KLASIK VS GITAR NON KLASIK
Sejak dulu, bahkan saat gitar akustik diperkenalkan di bumi persada nusantara tercinta, jaman WR Supratman masih main Jazz, orang membagi sajian menjadi hanya dua macam, yaitu KLASIK DAN NON KLASIKPembagian tersebut terus bertahan, bahkan ketika di tanah air sudah muncul Band dengan gitar listrik, pembagian seperti itu masih saja dilakukan. 

Festival gitar dan kompetisi gitar juga menggunakan pembagian semacam itu. Oh si anu itu Juara bagian Klasik. Ohhh si itu tuh yang kribo, juara bagian Non Klasik. Pada waktu itu, yang digolongkan ke dalam sajian gitar Non Klasik itu mulai dari Pop, Jazz, bahkan Flamenco. Dan sampai tahun 2000 orang menerima dan tidak ada yang ribut dengan pembagian semacam itu. Barulah pada 2000 kemari, orang mulai tidak lagi menggunakan pembagian Klasik dan Non Klasik untuk sajian gitar akustik. 

ONE GUITAR SHOW
Lho?! Kenapa?! Karena sejak era tahun 2000 kemari berkembang sebuah teknik sajian baru. Yakni apa yang dikenal sebagai PERCUSSION GITAR. Yakni cara main gitar, terutama gitar berdawai metal, non nylon, dengan cara memukul mukul, menempeleng body gitar untuk mendapatkan efek, nuansa, dan bahkan ilusi bunyi perkusi. 

Wednesday, 1 August 2018

VARIASI - by: Michael Gunadi (Staccato, August 2018)

“VARIASI”
by: Michael Gunadi
Staccato, August 2018


RUTINITAS YANG MONOTON
Musik adalah CERMIN KEHIDUPAN. Bahkan musik adalah rona dari kehidupan itu sendiri. Sebagaimana kehidupan, musik tak pernah statis. Karena dinamika itu adalah esensi dari kehidupan. Hidup memang bisa saja monoton, menjenuhkan dan membosankan. Begitu juga dengan musik. Musik bisa saja tersaji secara begitu begitu saja. Materinya itu-itu saja. Teknik komposinya selalu cara yang itu-itu doang. 

Lagi-lagi, sebagaimana kehidupan, musik bisa mengandaikan variasi. Orang berangkat ke kantor tiap pagi berkendara mobil pribadi. Adakalanya ia merasa jenuh dan bosan. Ia berganti wahana menjadi motor, taxi, ojek, atau bisa juga Transjakarta. Tapi tujuannya tetap sama yakni PERGI KE KANTOR. Material utamanya juga sama yakni BERPINDAH DARI SATU TITIK KE TITIK LAIN DENGAN BERKENDARA. Begitu juga musik. Dan hakekat variasi yang muncul baik secara konseptual maupun secara spontan instingtif, selalu mengabdi pada tema sentralnya.


Wednesday, 28 February 2018

EROICA - by: Michael Gunadi (Staccato, March 2018)

EROICA
by: Michael Gunadi
(Staccato, March 2018)


SOSOK BEETHOVEN
Apa yang terlintas di benak Anda ketika mendengar nama BEETHOVEN? Bagi Anda yang hanya tahu sedikit tentang Musik Klasik, mungkin segera terlintas di benak Anda melodi “ODE TO JOY” yang sangat terkenal. Atau mungkin juga tema Sinfoni ke-5 nya yang mirip irama ketukan pintu.

Bagi Anda yang sama sekali tak kenal sosok Bethoven, rasanya anda perlu mendengar meski tak harus mendengarkan, karya musiknya. Agar anda ikut mencecap dan mencicip karya musik dari salah satu orang yang paling berpengaruh dalam perjalanan peradaban budaya umat manusia.

Bagi Anda yang bergelut dalam Musik Klasik, hampir pasti hal-hal berikut yang akan terlintas dibenak Anda: keras, kasar, temperamental, sakit tuli, miskin, dan selalu gagal dalam jalinan cinta. Sifat-sifat dan keadaan tadi memang seolah menjadi trade mark Beethoven.

BEETHOVEN'S SYMPHONY NO. 3 in E-flat Major (BBC Prom)
Conductor: Daniel Barenboim

IKON KEPAHLAWANAN
Ada satu lagi hal yang tidak adil jika tak dikemukakan. BEETHOVEN ADALAH IKON PERJUANGAN. IKON KEPAHLAWANAN dan bahkan sampai hari ini, Jerman masih mengadakan festival bertemakan sosok Beethoven sebagai bentuk perjuangan dan pahlawan kebudayaan.

Saturday, 7 January 2017

MEMPERSANDINGKAN MUSIK BARAT DAN GAMELAN - by: Michael Gunadi (Staccato, January 2017)

“MEMPERSANDINGKAN MUSIK BARAT DAN GAMELAN”
by: Michael Gunadi Widjaja
(Staccato, January 2017)


Makalah ini pernah saya bawakan dalam pertemuan LIGA KOMPOSER ASIA PASIFIK di Selandia Baru pada 2002. Namun untuk artikel kali ini, tentu telah saya lakukan beberapa pengeditan dan penyesuaian selaras dan seirama dengan perkembangan zaman.

DEFINISI MUSIK BARAT
Ada satu hal penting yang saya rasa perlu di garisbawahi batasannya. Yang dimaksud dengan MUSIK BARAT adalah musik yang berkembang sesuai dengan periodisasi musik yang lazim ditengarai, jika orang membicarakan Musik Barat dalam akar budaya barat. Tujuan artikel ini bukan secara klise dan membosankan menelaah perbedaan dan peralian Gamelan dan Musik Barat. Melainkan sebagai seuntai telaah, agar jika ada yang ingin mempersandingkan Gamelan dan Musik Barat, dapat terjalin jalinan asmara yang memang benar-benar mesra.


SEKILAS MENGENAI GAMELAN
Budaya Musik Barat, dapatlah dikatakan sangat bangga dengan bentuk sajian ORKESTRA dan SENI OPERA. Sedangkan Gamelan, sebetulnya juga adalah kumpulan organum orkestra. Gamelan lazim terdiri dari perangkat Idiophone, kendang, seruling, dan acapkali pula dalam sebuah orkes gamelan lengkap, disertai alat musik berdawai seperti rebab dan sither.

Pemainnya bisa berupa ensembel, lazimnya 3 - 20 orang. Sebetulnya, Gamelan tidak hanya terdapat di Jawa saja. Kamboja memiliki orkes Gamelan. Thailand memiliki Gamelan. Vietnam, Burma juga memiliki orkes Gamelan. Di tanah air pun Gamelan dengan ragam berbeda dapat diumpai di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan juga Bali. Yang saya ketengahkan dalam artikel ini adalah Gamelan Jawa Tengah yang lazim dikenal sebagai Gamelan Jawa atau populer dengan sebutan GAMELAN saja.


Monday, 3 October 2016

TAKE FIVE - by: Michael Gunadi (Staccato, October 2016)

“TAKE FIVE”
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, October 2016

PEMBAHARUAN DALAM MUSIK JAZZ
Popularitas Musik Jazz memang menurun drastis dalam satu dekade belakangan ini. Meski demikian, di beberapa negara di Amerika dan sebagian Asia, sekolah-sekolah umum tetap memasukkan Musik Jazz dalam pelajaran seni dan budaya. Di beberapa konservatori terkemuka, Jazz juga masih tetap diajarkan. Terutama dalam segi progresi harmoni dan keterampilan improvisasi.

Rupanya meski sudah terseok-seok dan sekarat, napak tilas Musik Jazz tidak pernah berhenti. Senantiasa menorehkan pesan dalam perjalanan peradaban manusia. Pesan yang diusung Musik Jazz adakalanya terasa usang. Karena peradaban modern sudah tak lagi bercumbu dengan kejamnya rasialisme dan kesenjangan sosial yang merajalela. Namun pesan yang diusung Musik Jazz dalam hal cultural enrichment atau pengayaan budaya, nampak akan tetap up to date untuk selang waktu yang lama.

Jazz dalam napak tilasnya memang menawarkan pembaharuan. Pembaharuan cara pandang sosio-kultural. Pembaharuan sikap dan mentalitas persamaan warna kulit. Dan jangan pernah dilupakan bahwa dalam esensinya, Jazz adalah mazhab yang anti kemapanan. Dalam arti senantiasa bersifat progresif untuk mengarah pada sesuatu yang lebih baik. Hal ini berlaku pula pada budaya yang senantiasa bersifat konservatif atau nyaris kolot. Mereka tak luput dari rambahan dan jamahan tangan Jazz. Untuk diperbaharui dalam ranah yang lebih membumi dalam esensi manusiawi.

Sunday, 6 March 2016

ROMANCE DE AMOUR: "KETIKA CINTA MENJADI POPULAR" - by: Michael Gunadi Widjaja (Staccato, March 2016)

"KETIKA CINTA MENJADI POPULAR"
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, March 2016


Jika seseorang mempelajari gitar klasik, hampir dapat dipastikan bahwa ia akan mengenal lagu ROMANCE DE AMOR. Sedemikian terkenalnya lagu ini, khususnya di kalangan para penggemar gitar klasik, hingga ada semacam “impian” bagi para siswa gitar klasik untuk dapat membawakan lagu ini. Sebetulnya, apa pernak-pernik yang menjadikan Romance de Amor sedemikian popular.

NAMA LAIN ROMANCE DE AMOR
Judul asli Romance De Amor, dalam napak tilas perjalanan sejarahnya, sangat beragam. Yang paling formal adalah "Romance Anónimo" (Anonymous Romance) atau sebuah kisah cinta dari “si A“. Juga dikenal sebagai "Estudio en Mi de Rubira" (Study in E by Rubira). Sebuah Etude, atau lagu pelajaran yang dibuat oleh Rubira. "Spanish Romance", "Romance de España," karena bagi beberapa orang lagu ini “kental” sekali nuansa Spanyol nya. "Romance of the Guitar," sehubungan lagu ini sudah menjadi semacam trademark bagi gitar klasik. "Romanza" dan "Romance d'Amour dalam Bahasa Perancis.


ASAL MUASAL ROMANCE DE AMOR
Asal muasal Romance De Amor menyisakan sebuah pertanyaan. Namun yang pasti, Romance De Amor adalah sebuah lagu solo dari abad ke-19 bagi gitar klasik. Romansa ini sering dipertautkan dengan beberapa nama. Antonio Rubira, Vicente Gomez, Miguel llobet, dan bahkan sang Maestro gitar Francisco Tarrega. Romance De Amor umumnya tersaji sebagai “ANONYMOUS” atau dikarang oleh seseorang.

Wednesday, 20 February 2013

Canon in D dari Johann Pachelbel dalam sekelumit catatan



Canon in D dari Johann Pachelbel dalam sekelumit catatan



Secara sederhana,dapatlah dikatakan bahwa Canon adalah sebuah teknik dqlqm komposisi.Secara esensial,Canon adalah salah satu manifestasi teknik kontrapunktal.Dalam Canon dikerjakan imitasi dari frase melodi yang dilakukan setelah periode yang sudah ditentukan komposernya.

Canon in D dari Johann Pachelbel adalah salah satu bentuk Canon yang paling populer sekaligus masterpiece dari Pachelbel.Canon in D menjadi menarik untuk dicermati,dikarenakan hal hal berikut :

Bahwa Canon in D adalah sebuah karya yang Jerman banget sekaligus Baroque banget.Artinya karakter dalam karya ini sudah terpatri dengan sangat tegas.

Hal kedua adalah bahwa Canon in D digubah Pachelbel sebagai sebuah hadiah pernikahan.Peristiwa paling sakral dalam carut marut hidup manusia.Canon ini dihadiahkan bagi pernikahan Johann Christph Bach yang adalah kakak dari Bach sekaligus murid resmi Pachelbel.



Hal ketiga adalah bahwa Canon ini dalam lanskap kompositorisnya sangat unik.Aslinya diperuntukkan bagi 3 biolin dengan satu pengalun basso continuo.Jadi Canon ini tidak seperti Canon tradisionil yang semata merupakan imitasi melodi.Dalam Canon in D imitasi melodi tersebut dikawinkan dengan basso continuo.Sehingga lahirlah sebuah struktur harmoni yang berdasar pada alur bass continuo nya.

Tingkatan harmoni yang terbentuk dari perkawinan imitasi melodi dan basso continuo adalah sebagai berikut :

1
D major
I
2
A major
V
3
B minor
vi
4
F minor
iii
5
G major
IV
6
D major
tonic
I
7
G major
subdominant
IV
8
A major
dominant
V






Pola Basso Continuonya sendiri,hanya terdiri dari frase sepanjang 2 bars yang berulang terus menerus.Secara formal,bentuk alur bas yang demikian lazim disebut juga sebagai PASSACAGLIA

.Dengan demikian,Canon Pachelbel adalah sebuah Canon dan sekaligus juga sebuah Passacaglia.Dan ada satu lagi aplikasi yakni bahwa Canon ini dapat dibunyikan bersama dengan format gubahan berupa GIGUE.

Berikut adalah pola Basso Continuo :



Imitasi melodinya dapat ditelaah alurnya sebagai berikut :

 

 

Saturday, 21 July 2012

Mengenal Fuga (Bagian 3)


MENGENAL FUGA BACH
(Bagian 3)


Setelah bagian Exposition lengkap, dilanjutkan dengan bagian Development atau pengembangan. Sebelum mencapai bagian Development, sebuah fuga lazim di dahului dengan Episode. Secara popular, sebuah EPISODA pada prinsipnya adalah rangkaian imitasi berdasar motif dari subyek namun telah di fragmentasi.

Di dalam Development, materi subject dikembangkan. Cara pengembangannya, seringkali memakai teknik-teknik:
  • Inversi 
  • Retrograde (ditulis dari belakang ke depan). Misal sebuah subject terdiri dari nada C G E G A F D, maka Retrograde nya menjadi: F A G E G C 
  • Dimunuisi: Pengurangan nilai ritmik 
  • Augmentasi: Penambahan nilai ritmik
Berikut di paparkan langkah-langkah yang mestinya baik jika diikuti jika orang, atau siswa jurusan komposisi ingin mengarang Fuga ataupun menganalisis.
  • Pahami dulu, apakah Fuga tersebut terdiri dari Exposition, Development dan Conclusion. Sebab tak semua Fuga terdiri dari tiga bagian semacam itu. 
  • Tentukan akhir atau ending dari tiap bagian. Biasanya dilihat dari cadens harmoninya. Namun jangan sampai terjebak. Tidak setiap cadens merupakan akhir dari sebuah bagian. namun setiap bagian jelas dan selalu diakhiri dengan cadens. 
  • Cadens yang terdapat pada Fuga, lazimnya adalah cadens authentic ( V – I) Cadens yang sifatnya deceptive ( V – vi ) dan juga cadens plagal ( IV – I). Payahnya, cadens dalam Fuga sangat sulit ditelusur. Karena, jangan dilupakan, Fuga senantiasa memakai teknik garapan counter point yang berupa nada-nada yang terajut berkesinambungan. 
  • Pada bagian Exposition, tentukan dahulu mana subject nya. Jangan keliru dengan answer. Pada Fuga karya J.S Bach, nada bass hampir selalu merupakan answer dan bukan thema subyek. Ketika subyek sudah dijawab, dalam artian bunyi lain sudah memberi jawab pada thema subyek, maka selalu bunyi yang tadinya membawakan subyek, melanjutkan dengan counter subject. 
  • Pada bagian development, tetap dipakai counterpoint. Untuk memudahkan analisa, adalah baik jika dipahami bahwa aplikasi counterpoint dalam development bisa berwujud: Augmentation, Diminuition, melodic inversion, double counterpoint, pedal point, modulation, sekwensi dan bahkan canon. 
  • Secara khusus perlu diperhatikan tentang middle entry, atau tengahan. Middle entry dapat berwujud sebagai STRETTO. Stretto tercapai ketika bunyi 1 sedang membunyikan subyek, belum selesai, namun sudah dijawab bunyi yang lain.
Hal lain yang senantiasa layak diingat adalah bahwa Fuga TIDAK PERNAH tampil dengan urutan yang baku dan terurut. Jangan pernah mengira bahwa subyek hanya sekali saja di bagian depan. Tidak dan bukan demikian. Subyek bisa muncul kembali dan kembali lagi.