Saturday, 23 June 2012

Komposisi Musik "Sebuah Pengantar Populer"

KOMPOSISI MUSIK
“SEBUAH PENGANTAR POPULER”
Oleh: Michael Gunadi Widjaja
(Komposer dan Pekerja Musik)

Artikel STACCATO edisi Mei 2012 


  

Terlebih dahulu perlu diberikan catatan tentang artikel ini. Artikel ini sama sekali bukan telaah ilmiah tentang komposisi musik. Artikel ini semata adalah sebuah pengantar tentang pemaknaan dan lingkup komposisi musik, dalam gaya populer.

Ada sebuah dialog demikian:
A          : “Mbak kuliah di jurusan apa ?”
B          : “Fakultas Seni Pertunjukan Mas……musik..”
A          : “ Mau jadi pemain piano ya, Mbak ?”
B          : “Oooo ndak, Mas…saya di jurusan komposisi “
A          : “Komposisi ???!!!! ….Waaaahhh…mau jadi pengarang lagu ya, Mbak?”

Kebanyakan orang pada lazimnya senantiasa memaknai komposisi (musik) melulu hanya sebagai bidang studi yang menjadikan orang mampu dan piawai mengarang lagu. Mengarang dan bukan mencipta. Karena untuk dapat disebut mencipta, seseorang harus berkreasi dengan material yang seratus persen baru dan belum pernah ada. ST 12, bagi Saya adalah pengarang lagu, karena materi lagunya berasal dari sistem tonal diatonis yang memang sudah ada. Berbeda dengan Arnold Schoenberg misalnya. Schoenberg adalah pencipta, karena materi musiknya berasal dari sistem Duodekatonik hasil penemuannya.

Komposisi memang terkait dengan urusan karang-mengarang lagu dan musik. Namun intisari dari beberapa kamus musik terkemuka, memberi batasan pengertian, bahwa kata “komposisi musik” merujuk pada: karya musik yang original. Telaah struktur karya musik dan proses kreasi musikal. Orang yang melakukan kegiatan komposisi musik diberi sebutan composer atau komponis.

Hasil komposisi musik dapat bersifat literer. Dalam arti tersaji secara tertulis. Bisa juga dalam bentuk ingatan. Sifat sajian komposisi musik ini bergantung pada bentuk dan perkembangan budaya manusia. Musik Klasik misalnya, hampir selalu tersaji secara literer, karena komposer musik klasik selalu memulai proses kreasinya dengan meng-konsep terlebih dahulu ide musikalnya. Berbeda dengan gendhing misalnya atau RAGA India. Komposisi gendhing sejati senantiasa dilakukan secara komunal dan kesesaatan atau real time. Lalu bagaimana dengan yang disebut sebagai gendhing karya Ki Nartosabdo? Tentu gendhing Ki Nartosabdo tidak dikerjakan rame-rame atau komunal. Bentuk demikian disebut sebagai gendhing kreasi.


Komposisi musik bukanlah sebuah bidang telaah dan studi yang mandiri. Kehadirannya senantiasa ditopang oleh bidang studi yang lain, diantaranya:

  • Ilmu Harmoni (Harmony)
Agar orang yang akan mempelajari komposisi memahami betul normatif kepatutan dan kelayakan dalam budaya manusia tentang rasa bunyi yang selaras.

  • Ilmu Bentuk dan Analisa (Form Analysis)
Untuk dapat dijadikan dasar telaah rasional terhadap materi musikal.

  • Sejarah musik (History of Music)
Untuk landasan pijak tentang perkembangan hal-hal yang telah dicapai manusia, dalam rangka menghadirkan sebuah bentuk nilai estetis seni bunyi.


Selain itu, terdapat pula pengetahuan tentang teknis komposisi. Yang paling popular adalah counterpoint atau kontrapunkt. Teknik ini berasal dari beberapa abad yang lampau. Namun sampai hari ini masih tetap dijadikan teknik utama dalam mengkomposisi musik. Dalam kontrapunkt inilah bunyi dianggap sebagai organum hidup. Yang memiliki alur, karakteristik, kecenderungan, dan sifat-sifat layaknya sebuah organisme hidup.

Komposisi musik bukan sekedar upaya penambahan repertoire. Komposisi musik adalah cerminan perjalanan budaya manusia. Perjalanan budaya dalam mengolah rasa. Untuk memaknai keselarasan bunyi. Dalam bentuknya, komposisi dapat sangat kompleks, ruwet dan njlimet. Namun bisa juga komposisi hadir sebagai aransemen yang sederhana. Memperkaya sebuah progresi akor pun sudah merupakan sebuah komposisi. Improvisasi pun termasuk komposisi. Karena pada hakekatnya, improvisasi merupakan kegiatan merangkai materi musikal, hanya saja dilakukan dengan spontan.

Sering timbul sebuah persepsi unik di masyarakat. Seperti misalnya anggapan demikian: Waaah..untuk apa susah susah belajar di jurusan komposisi.Tuh si Anu… lulusan SMP doang,jrang jreng gitar… jadi deh lagu…… Dan… dia rekaman trus bisa beli rumah dan Innova lho. Lha yang lulusan sekolah tinggi musik jurusan komposisi… aduh cing, mo kredit motor aja susah…

Persepsi demikian tidak seratus persen salah, namun tentu tidak seratus persen betul. Dalam batas tertentu, misalnya sebagai ungkapan protes sosial, orang yang memiliki naluri bermusik yang tajam bisa saja menjadi composer ‘dadakan’. Hanya saja, harus tetap diingat bahwa musik memiliki dimensi yang sangat luas. Musik adalah pengejawantahan karsa dalam karya yang tidak hanya mengusung masalah cinta dan protes sosial. Musik bisa melantunkan filsafat, terkadang musik bisa menyanyikan derita tanpa harus menjadi ‘cengeng’ dan.. musik juga bisa menjadi sangat sexy, bahkan erotis. Nah, jika urusannya sudah sampai dalam tahap ini, mau tidak mau orang harus mengenyam sebuah proses edukasi dalam berkomposisi.


Komposisi musik seni, di Indonesia, belum dapat dikatakan menyejukkan. Banyak komposer handal yang lebih memilih berkiprah di komunitas manca negara. Nampaknya perlu sebuah pembudayaan untuk memberi porsi pada karya komposer lokal. Faktor lain adalah masih sulitnya mencari penerbit yang mau menerbitkan komposisi musik seni dari komposer dalam negeri. Sudah waktunya negeri ini menghidupkan sebuah asosiasi bagi para komposer Indonesia, agar komposisi yang bernuansa lokal dapat menggalang keterpaduan dalam bidang yang lain, seperti layaknya music education dan kelompok-kelompok penampil musik seni lainnya.

Mengenal komposisi musik dapat dikatakan adalah menelusuri napak tilas peradaban manusia, yang selalu mengembangkan persepsi auditifnya tentang apa yang dimaknai sebagai keselarasan bunyi, dan muara akhirnya adalah bahwa Sang Pencipta sungguh telah mengaruniakan berjuta makna dan misteri tentang bunyi.

1 comment:

Note: only a member of this blog may post a comment.