Friday, 7 June 2013

JAZZ: "Musik Hitam Yang Putih" - Artikel Staccato Juni 2013

JAZZ: “MUSIK HITAM YANG PUTIH”
Oleh: Michael Gunadi Widjaja
Artikel STACCATO, Juni 2013


Tentu kita pernah mendengar ungkapan yang berbunyi: “Tak selamanya mendung itu kelabu”. Ungkapan semacam itu dapat kita maknai bahwa sesuatu yang tidak cerah, tidak benderang tidaklah selalu berkonotasi dengan hal yang menyedihkan, mengenaskan dan buruk. Dari pengalaman yang kita alami selama menapaki umur dunia ini, tentu kita sadar bahwa senantiasa akan ada cahaya dari kekelaman. Dalam kekelaman yang terkelam sekalipun, karena kita mempercayai akan senantiasa ada semburat kasih dari Sang Ilahi.

 ASAL MULA BLUES


Orang memang menyukai ungkapan yang mengidentikkan nuansa warna dengan suatu keadaan. Warna hitam misalnya. Nasibnya hampir serupa dengan mendung dan nuansa kelabu. Tentu kita tidak asing dengan ungkapan: “Dunia hitam, di hitamnya malam, kehidupannya hitam, sisi hitam dirinya, dan sebagainya”. Seolah telah diidentikkan bahwa hitam selalu bersetubuh dengan keburukan. Stigma ini juga merambah pandangan tentang ukuran cantik bagi seorang perempuan. Banyak iklan produk kecantikan yang  mencitrakan bahwa yang putih selalu lebih elok dan rupawan dari yang hitam. Stigmatisasi seperti ini pernah mencapai puncak kekejamannya di Amerika pada abad ke-19. Saat orang-orang negro diimpor dari Afrika untuk dipekerjakan di perkebunan.


Istilah “Negro”sendiri adalah julukan dengan konotasi pelecehan. Dan lagi-lagi konotasi tersebut muncul akibat warna kulit yang hitam. Saat itu memang, orang kulit hitam Afrika yang berada di Amerika tidak sebagai pekerja biasa. Mereka adalah budak. Manusia yang sama sekali tak memiliki hak, bahkan diperlakukan persis seperti barang dagangan semata. Keadaan keterpurukan yang sedemikian parah tentu membangkitkan keinginan orang negro untuk memberontak. Uniknya, sikap memberontak ini “juga” dinyatakan melalui bentuk budaya. Lahirlah apa yang kita kenal sekarang sebagai musik BLUES. Dan musik Blues adalah Jazz hitam yang putih.


Blues telah ada sebelum orang mengenal musik Gospel (jenis musik rohani orang kulit hitam), Tentu juga sebelum adanya Jazz. Jadi jelas bahwa Blues bukanlah Gospel. Blues juga bukanlah Jazz. Blues banyak mewarnai kelahiran Gospel dan Jazz, namun Blues bukanlah bagian dari Jazz. Ada beberapa hal yang unik yang menjadikan Blues mampu membuat hitam menyinarkan putih. Hal demikian tentu saja menyiratkan semburat permenungan yang nampaknya dapat memberi pencerahan pada sikap dan pandangan kita akan nilai kemanusiaan.


Para musikolog meyakini bahwa “bapak” Blues adalah WC.Handy. Blues adalah istilah untuk sebuah genre musik. Sajiannya dapat berupa musik vokal maupun musik instrumentalia. Blues tradisional, menggunakan gaya tampilan yang dikenal sebagai Call and Response. Gaya call and response sebetulnya juga terdapat pada  musik tradisional umumnya. Termasuk dalam Gendhing Karawitan Jawa. Lagu utama dilantunkan, kemudian pemusik dan penonton merespon dengan celotehan-celotehan (bhs Jawa: senggakan). Blues sebagaimana musik tradisional lainnya di dunia, rupanya telah memiliki akar budaya yang kuat. Yakni nilai universalitas dalam bentuk gaya call and response.

CIRI KHAS BLUES


Ciri khas dari musik Blues adalah gaya menyanyi yang dikenal sebagai gaya melismatic. Gaya melismatic, secara teknis musikal dinyatakan sebagai waving intonation atau intonasi bergelombang. Yakni beberapa not untuk satu suku kata. Lawan dari gaya melismatic adalah gaya syllabic. Gaya syllabic dapat kita temui pada Mars lagu perjuangan kita. Satu not untuk satu suku kata. Hal yang mengejutkan adalah bahwa gaya melismatic pada Blues sangat dipengaruhi gaya melismatic musik Islami yakni ragam Adzan. Tentu saja ragam Adzan bagi komunitas Muslim dengan latar budaya Afrika. Sebetulnya hal ini tidak terlalu mengherankan, mengingat pada abad ke-7 dan ke-8 sudah terjalin kontak budaya antara Islam dan penduduk Afrika Barat. Dengan demikian, sebetulnya Blues memiliki nuansa religiositas yang tinggi. 

"Saat Blues dilantunkan, yang terjadi adalah ungkapan keterpurukan 
sebuah kaum yang disublimasikan dalam ranah keIllahian. 
Ini merupakan sebuah intensitas budaya yang luar biasa."


Sebagian orang menganggap bahwa Blues memiliki sensualitas yang tinggi. Memiliki nilai afeksi untuk membangkitkan libido dan bahkan dapat dipakai untuk menemani saat bercinta. Sementara dalam kesejatiannya Blues adalah musik yang sangat dipengaruhi nuansa Islami. Tak ada yang salah dengan dua fenomena ini. Bukankah libido juga merupakan anugrah dari Sang Ilahi. Tentu sejauh libido dipergunakan sesuai kodrat dan normatifnya. Itulah Blues. Sarat nuansa. Musik ungkapan keterpurukan yang malah berjaya sebagai genre musik dunia. Sampai hari ini Blues masih berjaya. Legenda Blues abad ke-20 tetap terpatrikan. Misalnya sosok BB King. Gaya melismatic Blues pun malah menjadi “senjata” wajib bagi vokalis kulit hitam sekarang ini. Mulai dari Stevie Wonder, Whitney Houston, George Benson, Al jarreau sampai penyanyi usia belia. Blues juga merambah genre musik yang lain. Seorang Carlos Santana, sang mahadewa musik Latin pun ber-Blues. Blues memang telah menjadi bagian dari musik dunia. bahkan Blues merupakan kebanggaan dan National Heritage bagi bangsa Amerika.


"Musik Blues adalah sebuah fenomena Hitam Yang Putih"


MAKNA BLUES

Banyak orang menilai, Blues bukanlah Jazz. Namun nampaknya harus tetap senantiasa diingat, tanpa Blues takkan pernah ada Jazz. Menilik fakta, mengais makna menghantar kita pada beberapa pemaknaan:

  • Ranah seni budaya, khususnya musik telah mengukuhkan dirinya sebagai wahana pengekspresian diri yang luar biasa, khususnya bagi kaum marjinal
  • Kaum marjinal memiliki potensi aktualisasi diri dan sumbangsih budaya yang sebetulnya layak ditatap tajami.
  • Bagi kaum marjinal sendiri, akar budaya yang kokoh, nilai religiositas yang mantap, agaknya merupakan modal penting agar aktualisasi dirinya menjadi “terdengar”
  • Amerika sebagai bangsa yang dicitrakan superior ternyata dapat berbangga dengan harta kekayaan nasional (National Heritage) yang berasal dari budaya kaum marjinal. Baik bagi kita untuk bercermin pada sikap bangsa Amerika untuk menjadi sedikit peduli pada keberadaan kaum marjinal. 

MUSIK BLUES & TANGGA NADA BLUES

Gaya musik Blues, bentuk (12-bars Blues), melodi, dan tangga nada Blues, telah mempengaruhi banyak genre musik lain, seperti Rock ‘n Roll, Jazz, dan Musik Pop. Tokoh Jazz, Folk songs atau Rock yang mengawali karir musiknya sebagai pemain musik Blues. Seperti Louis Armstrong, Duke Ellington, Miles Davis, dan Bob Dylan merupakan sederet nama yang dikenal sebagai musisi Jazz yang telah melakukan rekaman Blues yang signifikan.

Tangga nada Blues sering digunakan pula dalam lagu-lagu Populer seperti Harold Arlen dalam "Blues in the Night", “Blues Balade”, dan bahkan dalam orkestra karya-karya seperti George Gershwin "Rhapsody in Blue" dan "Concerto in F". "Prelude" kedua Gershwin untuk piano solo adalah contoh menarik dari Blues klasik, yang mempertahankan bentuk dalam ketatnya nuansa musik yang akademik. Tangga nada Blues dipergunakan dalam musik Musik Populer Modern dan menginformasikan banyak frame modal, terutama modus Phrygian yang digunakan dalam Musik Rock.

Orang jaman sekarang masih juga terngiang-ngiang dengan apa yang dinamakan Rhythm and Blues atau R&B. Beberapa orang dengan latah menganggap R&B adalah Jazz. Sebagian lagi menganggap R&B adalah Jazz dengan sentuhan spiritual religious.

R & B dapat ditelusuri kembali kepada aspek rohani dan tentu saja Blues. Musik rohani yang menjadi akar R&B adalah keturunan tradisi paduan suara dari New England, dan khususnya dari kumpulan himne Isaac Watts. Dicampur dengan ritme Afrika dalam bentuk yang dikenal sebagai CALL AND RESPONSE.

Musik Spiritual, yang dalam hal ini adalah nyanyian agama dalam komunitas Afrika-Amerika didokumentasikan jauh lebih baik daripada "Low-down" Blues. Bernyanyi rohani dikembangkan karena masyarakat Afrika-Amerika bisa berkumpul untuk acara kemasyarakatan atau pertemuan ibadah, Saat itu dikenal istilah Bluesmen. Mereka adalah para pemusik seperti Skip James, Charley Patton, dan Georgia Tom Dorsey. Para pemusik ini bermain Musik dengan aliran Country dan Blues yang kental di perkotaan dan memiliki pengaruh dari nyanyian rohani. 


Dorsey membantu mempopulerkan musik Gospel. Musik Gospel dikembangkan pada tahun 1930, dengan Golden Gate Quartet. Pada tahun 1950, Sam Cooke, Ray Charles dan James Brown memakai Gospel dan elemen Musik Blues sebagai akar musiknya. Pada tahun 1960 dan 1970-an, Gospel dan Blues malahan digabung menjadi identitas baru Musik Blues. Funk Music yang tumbuh tahun 1970-an dipengaruhi oleh jiwa Gospel dan Blues, Funk dapat dilihat sebagai faktor pendukung Hip-Hop dan R ’n B Kontemporer.

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.