Showing posts with label music education. Show all posts
Showing posts with label music education. Show all posts

Monday, 1 September 2025

GURU MUSIK - by: Michael Gunadi | Staccato, September 2025

“GURU MUSIK”
By: Michael Gunadi
Staccato, September 2025


Karena media ini adalah media dalam ranah musik, maka tentu yang dimaksud GURU dalam tulisan ini adalah GURU MUSIK. Anda tidak perlu khawatir dan tak perlu juga merasa jengah, karena tulisan ini sama sekali tidak membicarakan tentang hal-hal basi yang membosankan dan memuakkan seperti misalnya: apa fungsi dan peran guru musik atau apa jasa-jasa guru musik. Tidak, bukan hal-hal semacam itu. Tulisan ini dihadirkan di hadapan Anda untuk berbicara tentang hal-hal yang mungkin terluput dari perhatian Anda dan bisa jadi malahan tak pernah Anda pikirkan dan bayangkan sebelumnya. Ok? Baik, ayo kita mulai.
 
Hal pertama yang bisa jadi tak pernah diusik oleh rasa ingin tahu anda adalah pertanyaan seperti ini. Guru Musik itu orang yang mengajar musik atau orang yang memberi pendidikan musik? Jawaban dari pertanyaan seperti itu sangat berdampak luas bagi pemahaman orang akan guru musik. Dalam batas tertentu, guru musik bisa sangat bersahaja untuk dipahami definisinya. Namun juga sangat bisa menjadi ruwet, ribet, dan sangat kompleks untuk dimaknai. Apalgi jika dipertautkan dengan dinamika kehidupan sosial seperti di era sekarang ini.
 
Sebetulnya, ada 3 tingkatan guru musik. Yang pertama adalah yang disebut sebagai Music Instructor atau Instruktur musik. Pada tingkat atau level ini, guru musik hanya menjalankan fungsi menjadikan seseorang bisa bermaian atau memainkan alat musik sampai taraf layak menurut standar umum yang berlaku. Seorang Instruktur musik, hanya mengajar berdasarkan hal empirik yang dia trima dari instrukturnya saat dia belajar. Dia tidak peduli bagaimana keunikan siswanya. Dia juga masa bodoh dengan kesulitan siswa dalam berlatih. Tugasnya adalah menularkan ilmu dan ketrampilan seperti yang dia peroleh. 

Monday, 30 September 2024

KUSUT - by: Michael Gunadi | Staccato, October 2024

KUSUT

By: Michael Gunadi

Staccato, October 2024



Jika kita mau sedikit menaruh perhatian pada keadaan sekarang, tentu kita akan menyadari bahwa banyak, bahkan terbilang sangat banyak hal-hal KUSUT dalam ranah musik. Di segala sektornya. Baik pertunjukan, apresiasi, pembelajaran dan pendidikan musik sampai pada dokumentasi musik. Kusut. Penyebabnya macam macam dan mengurat akar sehingga memang kusut nyaris tak terurai. Beberapa orang yang mencoba peduli dengan keberadaan musik, tentu saja sudah berupaya dengan bercucuran keringat, menipiskan pundi-pundi dan bahkan tersok seok untuk mencoba mengurai kusutnya musik. Tak hanya Indonesia, namun merata di seluruh dunia. Apakah keadaan kusut ini mengganggu keberadaan musik? Begini. Orang berpikiran kusut tetap dapat berpikir. Orang muka kusut tetap bisa dapat jodoh. Persoalannya, yang seperti apakah yang didapat dengan kusutnya itu.

 

Di kota besar seperti Jakarta, pembelajaran musik sebetulnya kusut dan bahkan sangat kusut. Anak dan remaja kota besar seperti Jakarta, nyaris tak memiliki waktu untuk belajar musik. Jikapun masih ada yang les musik, mereka melakukan pengorbanan yang sesungguhnya luar biasa dan tentu layak diacungi jempol. Jadwal sekolahnya sendiri sudah tergolong padat. Ambil contoh saja SMA. Di seluruh Indonesia, siswa SMA itu bersekolah dari Senin sampai Jumat mulai jam 7 pagi sampai jam 4 sore. Kapan dia bisa les musik?! Lhoooo kan Sabtu mereka libur, Pak... Eit jangan salah. Sabtu mereka full. Proyek kurikuler sekolah. Plus Bhakti sosial. Mulai dari acara bikin tugas film pendek sampai kegiatan keagamaan. Minggu? Hahaha. Satu-satunya hari untuk acara keluarga. 

Sunday, 1 September 2024

VALUE - by: Michael Gunadi | Staccato, September 2024

VALUE
By: Michael Gunadi
Staccato, September 2024


Yang dimaksud Value dalam artikel ini adalah NILAI. Ya tentu nilai dalam hubungan mesranya dengan entitas seni, dalam ranah seni bunyi atau musik. Lalu kenapa tak dipergunakan istilah NILAI saja. Karena penulis khawatir akan terjadi kerancuan pemaknaan dengan Nilai sebagaimana halnya Nilai mata uang, nilai rapor pendidikan dan semacamnya. Nilai pada musik tak sekedar bicara angka. Namun cita rasa. Daya apresiasi. Gengsi dan aneka rupa variabel dan parameter yang terkadang bisa membuat kita tercengang dan bahkan ternganga nyaris tak percaya.

 

Kita akan mulai dari ART VALUE atau nilai seni pada umumnya. Ada satu pertanyaan klasik. Bagaimana sih cara memberi nilai pada sebuah karya seni. Value nya tentu berupa price. Dan price tentu bicara soal banyak entitas ekonomi. Satu lukisan misalnya. Berapa harga lukisan itu? Ada yang hanya ratusan ribu saja jika anda ingin mendapatkan lukisan dari pekerja lukisan. Namun tentu anda harus merogoh kocek sampai milyaran dan bahkan puluhan milyar jika anda punya minat terhadap karya seorang Maestro. 

Sunday, 30 June 2024

UJI | by: Michael Gunadi | Staccato, July 2024

UJI
By: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, July 2024


Dalam pembelajaran musik, belum tentu berupa pendidikan ya, karena bisa saja pengajarnya sama sekali tidak paham akan psikologi pendidikan, dikenal adanya evaluasi. Evaluasi pembelajaran musik ini status dan tarafnya berbeda dengan evaluasi sekolah umum. Dalam pembelajaran, atau ya sudahlah, pengajaran musik, evaluasi, terutama di kursusan musik dan/atau sekolah musik, sifatnya lebih kepada Progress Report. Dan Progress Report ini lebih kepada pertanggung jawaban terhadap parents yang dalam hiruk pikuk ini adalah BOSS. Yang membayar biaya pembelajaran musik. Jadi, karena Boss keluar duit dia harus dapat “laporan” dong, tentang progress atau kemajuan anaknya. Dalam Androgogi, atau terhadap Adult Learner, siswa dewasa, juga perlu ada laporan semacam itu. Karena bisa saja si suami atau si koko, si sugar daddy yang keluar duit.

 


Ada beberapa jenis Progress Report yang dilakukan kursusan dan/atau “sekolah” musik di Indonesia. Kata SEKOLAH diberi tanda kutip karena sekarang teramat banyak sekolah yang tidak punya kurikulum. Tidak paham beda kurikulum dan silabus itu apa. Hanya contek sana sini ambil mentah-mentah dari pihak lain. Tapi ya sudahlah. Bentuk Progress Report yang paling sederhana adalah berupa LAPORAN TERTULIS bagi parents. Persis seperti buku Rapor sekolah umum. Anaknya selama sekian waktu sudah bisa ini itu. Kekurangannya ini itu. Harapan ke depannya begini begitu. Kemudian ada lagi Konser. Baik Studio Konser yang biasanya si siswa main dengan jadwal yang tidak jelas, dihadapan staf Tata Usaha Sekolah, pakai celana pendek, kaos renang juga nggak apa-apa. Naaah, Parentsnya akan melihat, bahwa ini lho anak loe ini bisanya begini doang.

Tuesday, 31 October 2023

HANONINANO - by: Michael Gunadi | November 2023

“HANONINANO”
By: Michael Gunadi
November 2023


Hampir bisa dipastikan, setiap siswa Piano di seluruh dunia, termasuk para guru piano, ketika mendengan nama HANON, akan muncul reaksi beragam. Bagi siswa piano yang pendiam dan introvert, dia akan tetap mengerjakan apa yang tertulis di buku Hanon, namun dengan cemberut dan nyaris Depresi. Bagi siswa piano yang didik dengan gaya kekinian, akan langsung protes: “Bosan, Miss.. Please deh Miss.. jangan yang ini”. 


Bagi siwa piano yang di rumahnya didik dengan cara yang katanya kekinian dan demokratis, meski sebetulnya adalah cara didik yang idiot goblok bodoh, akan langsung protes.“ Aku ini kan belajar piano, kok jadi main ginian sih... bosan tahu“. Anak-anak di kota besar yang parentsnya merasa kaya tajir dan kebarat-baratan, meski tetap suka tempeakan protes: “Apa sih gunanya? Kenapa juga aku harus main begini?!”

 

Itulah HANON THE 60 EXERCISE FOR VIRTUOSO PIANIST. Buku piano, salah satu yang terlaris sepanjang segala abad, sekaligus paling kontroversial juga sepanjang segala abad.

Thursday, 2 March 2023

PUTUS ASA | by: Michael Gunadi | Staccato, March 2023

PUTUS ASA
By: Michael Gunadi
Staccato, March 2023


Banyak orang yang sudah tahu. Sudah maklum. Sudah pula mahfum. Bahwa kehidupan pemusik itu, termasuk pemain Musik Klasik, hanya gemerlap moncer berkilau di panggung saja. Setelah lampu panggung padam, hidupnya akan yaaa biasa-biasa saja. Bahkan berkekurangan secara finansial, kalau tidak mau dikatakan miskin. Yang dimaksud adalah pemusik murni ya. BUKAN SELEBRITI. Ada pemusik yang menjadi selebriti dan kaya raya luar biasa. Tapi itu bukan dari musik nya. Banyak hal lain. Seperti misalnya kelihaian promosi, tampang fisik yang menjual, sensasi sensasi kawin cerai prank prink prunk prenk prank dan sebagainya.

 

Membaca paragraf di atas, akan banyak orang mengatakan. Ahhh mosok sih pak. Tuh Pak Anu guru piano kaya raya pak. Kalo bukan dari keturunan, hmmm gak mungkin ya. Perkara punya rumah punya mobil itu sih pedagang asongan juga bisa. Dulu memang, zaman industri musik, termasuk Musik Klasik masih berkilau, banyak pemusik klasik yang kaya raya.



Herbert Von Karajan, sang Maestro Dirigen, punya kapal pesiar, pesawat pribadi, mobil balap mahal. Andres Segovia, sang Maestro ghithar klaziek juga punya villa di Spain yang megah mewah luar biasa dengan panorama lautan yang indah. Julian Bream juga main ghithar klaziek bisa punya kastil, hidup mewah bagai bangsawan. Ya tapi itu duluuu. Dahulu. Duluuu kala. Sekarang zaman sudah sangat berbeda.

Monday, 2 January 2023

Bulan itu Bundar - by: Michael Gunadi | Staccato, January 2023

BULAN ITU BUNDAR
By: Michael Gunadi
Staccato, January 2022


Di zaman sebelum kemerdekaan Indonesia, para perempuan akan merasa tersanjung, terbuai sampai klepek-klepek dan bisa salah tingkah jika ada yang menyebut, “Wahhh dik, wajahmu seindah bulan“. Tapi di zaman sekarang, Anda akan digampar keras-keras jika Anda memuji perempuan dengan menyamakannya dengan bulan. Mengapa? Sejak NASA menerbitkan foto wajah bulan yang ternyata bopeng-bopeng dan tidak rata, hmmmm, tentu perempuan akan marah besar jika dipersamakan dengan bulan. Yang berarti wajahnya penuh bopeng dan bergelombang tidak rata.

 

INSIPIRASI BULAN 

Anehnya, meskipun rupa bulan ternyata tidak indah, sejak dulu sudah banyak dan bahkan terlalu banyak seniman terutama komposer yang menjadikan bulan sebagai inspirasinya. Ya bisa saja karena waktu itu mereka belum tahu aslinya bulan. Namun tak semata demikian. Banyak sisi menarik dari bulan. Apalagi sinarnya. Nun lebih asoy lagi sinar bulan pada saat purnama. Mantan Gubernur RMaladi, membuat komposisi Keroncong yang sangat terkenal yakni Di Bawah Sinar Bulan Purnama. Yang melukiskan kehebatan sinar bulan saat purnama, yang mampu membuat kaum miskin marjinal bisa merasakan gembira meski hanya sesaat.

Friday, 31 December 2021

Wanted: New Normal Music | by: Michael Gunadi | Staccato, January 2022

WANTED: NEW NORMAL MUSIC
By: Michael Gunadi
Staccato, January 2022


Pada tanggal 18 Agustus 2021, liputan6.com merilis sebuah berita yang sangat mengejutkan, yakni bahwa Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, mengatakan: virus Corona SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 tidak akan hilang dalam waktu cepat. Mungkin butuh waktu 5-10 tahun lagi kita tetap hidup dengan virus Corona."Pandemi ini tidak akan hilang dengan cepat. Mungkin akan menjadi epidemi. Dan, kita harus hidup dengan mereka 5 tahun atau 10 tahun lagi," kata Budi dalam konferensi pers di YouTube Kemenkeu.

 

Sudah tentu, pernyataan Menkes tersebut merupakan sebuah Warning sekaligus juga arahan pada semua elemen masyarakat. Bahwa kita tidak bisa lagi hidup “bebas” seperti sebelum ada Pandemi Covid-19. dan setidaknya “belenggu” ini akan memasung kita untuk kurun waktu 5 sampai 10 Tahun. Warning Menkes tersebut tentu tidak pas jika kita tanggapi dengan kekhawatiran dan/atau ketakutan yang berlebihan. Akan lebih arif dan bijaksana jika Warning Menkes tersebut, kita respon dengan kewaspadaan sekaligus mencari terobosan dan rumusan. Akan bagaimanakah kehidupan kita di segala bidang, setidaknya untuk 5 sampai 10 tahun mendatang?

Friday, 30 April 2021

Salah Main - by: Michael Gunadi | Staccato, May 2021

“SALAH MAIN”
By: Michael Gunadi
Staccato, May 2021


SALAH MAIN sebetulnya istilah yang penulis familiarkan sebagai padanan istilah PERFORMANCE MISTAKE. Tentu artikel ini TIDAK mengulas salah main dari sisi pendidikan musik, namun lebih kepada paparan yang umum saja serta ringan seringan kepulan asap kopi di sore hari yang tidak jelas. Salah main ini sebetulnya, disadari atau tidak, sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan bagi apresiasi musik. Khususnydi bumi persada tercinta ini. B

 

anyak orang yang sok paham musik, mengamati kemudian dengan seenaknya saja nyerocos komentar: Ahhhh jelek. Salah-salah mainnya. Ada yang lebih tega lagi, nonton pertunjukan musik sambil ngitungin berapa kali kesalahan yang dibuat oleh penampilnya. Sebetulnya, sikap dan tindakan ini sah dan baik baik saja. Anda perform di hadapan khalayak, ya Anda harus siap ditelanjangi dan dibugilin dengan segala macam caci maki umpatan serapah. termasuk yang paling mengada-ada dan dibuat-buat.

Sunday, 31 January 2021

Berpacu Dalam Virtual - by: Michael Gunadi | Staccato, February 2021

BERPACU DALAM VIRTUAL
By: Michael Gunadi
Staccato, February 2021


KEADAAN COVID-19 YANG TIDAK MENENTU

Hingga tulisan ini dibuat, keadaan dunia akibat pandemi COVID-19 tetap belum menentu, bahkan semakin membingungkan. Terutama yang berkaitan dengan kapan pandemi ini akan berakhir dan bagaimana endingnya. Menghadapai ketidakpastian yang semakin carut marut, warga dunia jelas tidak tinggal diam. Bahkan sejak awal pandemi, warga dunia sudah bersama sama bergerak. Bergerak dalam keserempakan ragam. Yakni agar kemanusiaan dan nilai nilai manusiawi tidak tergerus atas nama kecemasan, ketakutan dan kekhawatiran.


KEBERADAAN SENI MUSIK DI ERA PANDEMI

Meski terseok-seok dan nyaris hilang asa, seni, termasuk musik, tetap dipertahankan keberadaannya. Karena seni lah salah satu unsur budaya yang membuat manusia masih layak disebut sebagai makhluk bermartabat. Cara yang diempuh adalah rame rame berpacu dalam VIRTUAL. Orkestra virtual, ensemble virtual, memberikan harapan palsu virtual, lesson virtual, ujian virtual, dan bahkan konser siswa virtual.

Monday, 31 August 2020

BILA MUSIK MEMBAHASAKAN PANDEMI - by: Michael Gunadi | Staccato, September 2020

 “BILA MUSIK MEMBAHASAKAN PANDEMI”

by: Michael Gunadi

Staccato, September 2020


 

KETAKUTAN TERHADAP COVID-19

Hampir pasti tak ada satu orang pun di muka bumi yang tidak cemas terhadap pandemi COVID-19. Kecemasannya malahan sudah berubah menjadi ketakutan. Bukan hanya cemas dan takut terkena virusnya. Namun cemas dan takut akan nasibnya menghadapi pranata sosial yang jelas berubah setelah adanya pandemi COVID-19. Saat tulisan ini berada di tangan pembaca, entah apa yang sudah terjadi. Yang pasti, cemas dan takut masih akan menghantui dunia untuk kurun waktu yang tak bisa dibilang sebentar.

Friday, 31 July 2020

PRIHATIN - by: Michael Gunadi | Staccato, August 2020

PRIHATIN

By: Michael Gunadi

Staccato, August 2020


 


SIKAP PRIHATIN

Jadi manusia itu memang repot. Hidup dan kehidupan itu terasa misteri. Tahapan dan babak nya acapkali membingungkan. Salah satunya adalah PRIHATIN. Prihatin dimaknai sebagai sikap sedih, menarik diri dan sedih serta menarik diri dalam kebimbangan. Prihatin ini bisa dialami siapa saja. Dan anehnya, manusia selalu perlu untuk prihatin. Meskipun anda memiliki 2 buah Ferrari, 2 Lamborghini, 13 Jeep Mercedez, anda tetap harus prihatin. Yakni manakala kurs merosot. Ekonomi stagnan. Jika Anda seorang ibu rumah tangga, anda juga perlu prihatin. Manakala suami anda di PHK atau anak anda berpenyakit berat. Atau jika anak Anda nakalnya melebihi Crayon Shinchan. Lalu bagaimana dengan pemusik?

Sunday, 1 March 2020

DIAKUI - by: Michael Gunadi | Staccato, March 2020

“DIAKUI”
By: Michael Gunadi
(STACCATO, March 2020)



STATUS “DIAKUI”
Jika anda sempat membaca sejarah musik, maka anda akan dengan mudah menemukan serangkaian paparan catatan sejarah. Yang menunjukkan, mendokumentasi, dan memaparkan ambisi dan keinginan manusia, untuk memperoleh status DIAKUI dalam bidang musik. Ayah Beethoven, sengaja memalsukan usia Beethoven. Menjadi lebih muda beberapa tahun. Agar dapat diakui sebagai “ANAK AJAIB” yang sebanding dengan ketenaran Mozart kala itu. 


Para Raja, bangsawan dan pejabat negara, di zaman Bach, di zaman Mozart, banyak yang berlomba-lomba mempelajari alat musik. Sekedar untuk memperoleh status “DIAKUI”. Kala itu, seseorang yang mendapat status DIAKUI dalam bidang seni, termasuk musik, dianggap memiliki cita rasa dan kehalusan budi yang rupawan. Dengan sendirinya, akhlak dan perangainya pun dianggap luhur. Muaranya adalah jenjang karir dan harta yang bergelimang. Hal semacam ini terus berlangsung. Bahkan menjadi lebih marak setelah revolusi industri. Saat instrumen musik, khususnya piano sudah menjadi sebuah sarana pokok dalam rumah tangga masyarakat kebanyakan.

Saturday, 1 February 2020

MASTERCLASS - by: Michael Gunadi | Staccato, February 2020

“MASTERCLASS”
by: Michael Gunadi
(Staccato, February 2020)

Oliver Kern in one of his Masterclass

FENOMENA MASTERCLASS
Di tanah air kita tercinta, istilah MASTERCLASS, khususnya untuk musik, sudah menjadi istilah yang sangat lazim. Dekade belakangan ini, banyak dan bahkan marak diadakan masterclass musik. Yang terbanyak, tentu saja piano. Wajar, karena piano adalah The King of All Instrument, punya gengsi tinggi karena pirantinya mahal, jadi penggemarnya dan siswanya tentu saja banyak. Ada pula, dan cukup sering, yakni masterclass untuk biolin, gitar klasik dan menyusul alat musik lainnya. 

MERAUP UNTUNG DARI MASTERCLASS
Kemarakan dan meriahnya masterclass tentu adalah sebuah peristiwa yang baik adanya bagi perkembangan musik itu sendiri. Seperti lazimnya hiruk pikuk kehidupan, jika ada sebuah peristiwa yang laris manis, disitu akan mulai beraksi para petualang pencari keuntungan uang. 

Monday, 1 April 2019

MUSIK DAN KEBANGGAAN BERBANGSA - by: Michael Gunadi (Staccato, April 2019)

“MUSIK DAN KEBANGGAAN BERBANGSA”
by: Michael Gunadi
(Staccato, April 2019)


FENOMENA MARS
Pernah ada suatu masa di Indonesia, dimana orang keranjingan lagu MARS. Organisasi politik bikin Mars. Kampus bikin Mars. Organisasi massa bikin Mars. Bahkan sampe RT dan kumpulan emak-emak bikin Mars. 

Kenapa orang bisa keranjingan Mars? 
Ada banyak jawaban. Tetapi pada esensinya, Mars membuat kumpulan orang menjadi memiliki energi. Energi untuk bergerak memenuhi dan mewujudkan cita-cita dan hasratnya. Sebetulnya bukan hanya MARS. Semua musik, apapun genre nya mampu memainkan peran demikian. Tentu sejauh digagas dan dikreasi sebagaimana layaknya. Menurut kepatutan dan tata norma masyarakatnya.


KESENIAN SEBAGAI WUJUD RASA BANGGA BERBANGSA
Kampanye Politik, dari mulai Presidential election sampai memilih lurah, tak pernah lepas dari musik. Partai Golkar di era mantan Presiden Soeharto, bahkan merilis beberapa seri rekaman. Isinya Lagu, musik dan sejenisnya. 

Hal demikian masih berlangsung sampai hari ini. Meski tentu saja formatnya berbeda. Sebagaimana Mars, musik dalam kumpulan organisasi, mampu memberi movement spirit. Semangat untuk bergerak. Bahasa kerennya berjuang. Dan, ini yang sangat penting, musik, apapun itu, memberi PRIDE ATAU RASA BANGGA.

Monday, 5 November 2018

TO BE A MUSICIAN - by: Michael Gunadi (Staccato, November 2018)

“TO BE A MUSICIAN” 
By: Michael Gunadi 
(Staccato, November 2018)


BERKACA DI AKHIR TAHUN
Di penghujung tahun 2018 ini, perkenankan saya menyampaikan sekelumit permenungan. Permenungan tentang keberadaan kita, dalam kaitannya dengan musik sepanjang tahun 2018. Tentu, maksudnya adalah sebagai bahan refleksi. Agar kita dapat senantiasa menggandeng asa yang takkan pupus, jika kita masih bisa merenung dan mempermenungkan diri sebagai bekal menapaki yang di kemudian.


Renungan dan permenungan ini akan dimulai dengan sebuah adagium. Adagium yang mengatakan bahwa setiap orang, siapapun dia, berhak dan pantas untuk memiliki cita-cita. Ada ungkapan begini: Gantungkan cita-citamu setinggi langit.” Tak ada salahnya bercita-cita. Cita-cita memupuk harapan yang adalah separuh kenyataan. Dan masih banyak ungkapan lainnya. Tentu, ungkapan tersebut elok, indah, enak dibaca, dan bagi sebagian orang dapat menjadi motivasi. Persoalannya menjadi begini: Orang memang berhak memiliki cita-cita. Dan orang berhak pula bercita-cita se-ekstrem dan se-mustahil apapun. Benarkah? 

Thursday, 31 May 2018

IRONIKAL - by: Michael Gunadi (Staccato, June 2018)

“IRONIKAL”
by: Michael Gunadi Widjaja
(Staccato, June 2018)


MUSIK ITU PENTING NGGAK SIH?
Apakah dunia membutuhkan musik? Apakah manusia membutuhkan musik? Apakah KITA membutuhkan musik? Sungguh suatu pertanyaan yang tidak mudah dijawab. Mengapa? Karena kita akan bertemu, berpapasan, bersinggungan, dan bahkan bertautan dengan hal-hal YANG IRONIS. Sebuah IRONIKAL.

Sudah sejak lama orang mendengang-dengungkan dan berteriak-teriak, bahwa dunia butuh musik. Manusia butuh musik. Kita semua butuh musik. Faktanya, beberapa negara bahkan sama sekali tak ada musik. Oleh karena satu dan lain hal, MUSIK DILARANG. Semua jenis musik dan bahkan bebunyian yang berkonotasi musik. (Dikarenakan sensitivitas materi, penulis tidak menyebut nama negara-negara tersebut). Namun Penulis yakin, para pembaca mampu menerka dengan benar. 


DUNIA TANPA MUSIK
Apakah masyarakat negara-negara tersebut hidup berantakan? Nggak tuh. Di negara-negara yang tidak memiliki musik, kehidupan pun tetap berlangsung. Orang tetap melakukan aktivitas dan vitalitasnya. Memang dalam sudut pandang yang “lebih bebas” dikatakan bahwa masyarakat di negara-negara yang tidak memiliki musik – tidak lagi manusiawi. Hidup mekanik bak robot ataupun bahkan mayat hidup. Stress, depresi, dan dicekam ketakutan. Benarkah demikian? Kita tidak tahu. Tapi yang jelas kehidupan di negarta tersebut berlangsung untuk menghidupi masyarakatnya. Sebuah IRONI. Klaim bahwa musik adalah bagian integral dan tak terpisahkan dari kehidupan manusia, menemui anomalinya.

Sunday, 1 April 2018

DISIPLIN BERMUSIK - by: Michael Gunadi (Staccato, April 2017)

DISIPLIN BERMUSIK
by: Michael Gunadi
(Staccato, April 2017)


MODAL UTAMA BELAJAR MUSIK
Mungkin suatu saat anda akan ditanya begini: “Apa sih MODAL utama belajar musik?”. Bisa saja dengan spontan anda menjawab: “BAKAT, brooo.” Atau kawan anda bisa saja dengan setengah bersungut-sungut akan berkomentar: “Bakat? Bakat apaan? Yang penting tuh DUIT!”. Les piano emang bisa dibayar es cendol? Terus beli piano, beli gitar, emang bisa dituker ama beras ketan?!

Semua jawaban tersebut sah-sah saja adanya. Namun kurang tepat. Memang BAKAT dan UANG adalah moda penting untuk belajar musik. Tetapi, bakat dan uang BUKAN MODAL UTAMA dalam belajar musik. Modal utamanya adalah DISIPLIN.



DEFINISI DISIPLIN
Disiplin memang memiliki banyak batasan leksikografi. Salah satunya adalah seperti yang tertera dalam KBBI atau Kamus Besar Bahasa Indonesia. Disiplin berarti TATA TERTIB. Jelas musik memiliki TATA TERTIB. Anda tidak bisa mulai lesson dengan berbusana daster atau swimpack.

Anda tidak bisa konser tanpa ada tata tertib dalam persiapan penyelenggaraannya. Anda tidak bisa membuat komposisi musik, jika Anda tak mengerti tata tertib dan aturannya. Dan sebetulnya Anda pun tidak bisa mendengarkan musik yang Anda suka tanpa mengindahkan tata tertib lingkungan Anda.

Disiplin berarti KETAATAN. Les musik bukan ajang demokrasi. Anda dituntut taat aturan dan petunjuk guru dan/atau instrukturnya. Konser musik akan berurusan dengan polisi dan hukum jika penyelenggaranya tidak disiplin alias taat peraturan. 

Tuesday, 1 August 2017

DARI JALANAN KE PENTAS MUSIK DUNIA - by: Michael Gunadi (Staccato, August 2017)

“DARI JALANAN KE PENTAS MUSIK DUNIA”
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, August 2017


TENTANG VENEZUELA
Venezuela adalah nama sebuah negara yang terletak di bagian selatan Benua Amerika. Bagian Selatan Benua Amerika dikenal juga sebagai Amerika Latin. Sebagai sebuah negara, Venezuela memiliki sumber kekayaan alam yang besar dan potensial. Minyak, tambang emas, dan juga sebagai penghasil berlian. Sebagian dari kita tentu masih ingat bahwa Venezule adalah sebuah negara pengekspor minyak yang dahulu tergabung dalam OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries).

VENEZUELA

MASALAH SOSIAL DI VENEZUELA
Dalam beberapa hal, Venezuela memiliki kesamaan dengan Indonesia. Iklim cuacanya relatif mirip dengan negara kita. Jenis kekayaan alampun banyak yang juga dimiliki Indonesia. Tipikal karakteristik fisik penduduknya juga tak jauh beda dengan fisik kebanyakan masyarakat kita. Selain kemiripan dan kesamaan dalam sumber daya alam, iklim dan tipikal fisik penduduknya, Indonesia dan Venezuela rupanya memiliki kesamaan dan kemiripan juga dalam masalah sosial.

Dua negara tersebut, entah karena sebab apa, sama-sama menghadapi persoalan banyaknya anak-anak jalanan. Sudah tentu keberadaan anak-anak jalanan akan menyertakan pula dampak sosiologis yang kurang menguntungkan. Bagi si anak jalanan itu sendiri maupun tatanan dan kehidupan sosial masyarakat. Satu hal yang pasti adalah banyaknya anak jalanan hampir selalu identik dengan maraknya kriminalitas, premanisme, prostitusi, dan eksploitasi seks di bawah umur, beserta semua problematika derivatifnya.

Friday, 31 March 2017

SELEMBAR SERTIFIKAT, SEJUTA MAKNA - by: Michael Gunadi (Staccato, April 2017)

SELEMBAR SERTIFIKAT, 
SEJUTA MAKNA
By: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, April 2017


DEFINISI SERTIFIKAT
Beberapa orang menyebutnya sebagai SERTIPIKAT. Beberapa yang lain menyebutnya sebagai SERTIFIKAT (dengan F). Untuk saya, SERTIFIKAT dengan F lebih masuk akal. Karena ada kegiatan yang dikenal sebagai SERTIFIKASI dan bukan SERTIPIKASI. Sertifikasi secara sangat sederhana dapat dimaknai sebagai KEGIATAN DENGAN PRODUK SERTIFIKAT DAN BERLANGSUNG DALAM PROSES TATAP MUKA DALAM RENTANG WAKTU TERTENTU. Dari batasan tersebut, nampak nyata bahwa tentu SERTIPIKAT RUMAH tidak termasuk dalam ranah semesta pembicaraan kita. Semesta pembicaraan kita adalah lembar sertifikat, dalam ranah musik yang ternyata memiliki sejuta makna dan bahkan turut serta menentukan karir si pemusik.

MUSIK SEBAGAI SEBUAH DISIPLIN ILMU
Kita semua telah sama-sama tahu, paham, dan mahfum, bahwa musik dalam kesejatiannya adalah SENI BUNYI. Sejalan dengan peradaban manusia, musik berkembang menjadi hal yang sangat kompleks. Musik tidak lagi berupa pertunjukan kesenian, melainkan menjelma menjadi ILMU. Musik menjadi MEMILIKI OBYEK DAN TUJUAN. Musik menjadi memiliki METODE pembelajaran dan pengajaran serta telaah. Musik juga memiliki SISTEMATIKA dalam konsep dan berkait dengan konteksnya. Dan tentu musik menjadi hal yang sangat LOGIS.

Sebagai sebuah disiplin ilmu, sebetulnya musik tidak lagi dapat dipandang sebagai sesuatu yang sifatnya instingtif semata. Musik dituntut memiliki TANGGUNG JAWAB. Dan para pelaku musik pun dituntut untuk melakukan tanggung jawab tersebut pada publik. Saat kita bicara tanggung jawab inilah diperlukan sebuah  bukti fisik. Bukti fisik yang sahih secara keilmuan dan memiliki akseptabilitas dan kredibilitas dalam sosio masyarakat umum. Saat nya lah kita berbicara tentang SERTIFIKASI dalam ranah musik.