Wednesday 31 May 2017

MENIKMATI MUSIK - by: Michael Gunadi Widjaja (Staccato, June 2017)

“MENIKMATI MUSIK”
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, June 2017


MAKNA MUSIK
Sebagian terbesar orang beranggapan dan menyatakan bahwa MUSIK ADALAH SARANA HIBURAN. Memang ada beberapa orang yang menganggap bahwa musik adalah STIMULUS. Mampu merangsang semangat dan impuls syaraf saat belajar dan mampu membangkitkan gairah kerja. Sangat jarang, bahkan dapat dikatakan langka, komunitas atau lapisan masyarakat yang menganggap bahwa musik adalah ASUPAN BATHIN yang adalah juga SANTAPAN JIWA. Singkatnya, musik dimaknai dan dicecap maknanya sebagai sarana hiburan dan stimulus. Mengapa bisa demikian? Dan apakah anggapan tersebut salah? Keliru?

MUSIK DARI ERA KE ERA
Pada zaman purba, musik identik dengan MUSE. Para dewa dewi Yunani yang mengasup bathin dan jiwa dengan sesuatu yang melenakan dan membius. Kemudian pada Era Baroque, musik tetap menjadi asupan bathin melalui kebutuhan ekstase akan sesuatu yang bersifat religius. Kemudian pada Era Romantik, musik mulai dijadikan sarana hiburan. Namun BUKAN hiburan penghilang gundah gulana, stress, dan sedih. Melainkan hiburan sebagai bagian dari life style terutama untuk kalangan Kerajaan dan Bangsawan.

Sunday 7 May 2017

TIKET PERTUNJUKKAN - by: Michael Gunadi Widjaja (Staccato, May 2017)

“TIKET PERTUNJUKAN”
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, May 2017


DEFINISI TIKET PERTUNJUKAN
Bentuk fisiknya hanyalah selembar kertas. Namun makna yang tersirat di dalamnya, mampu menentukan mati hidupnya karir seorang penampil musik dan bahkan mati hidupnya musik itu sendiri. Itulah TIKET PERTUNJUKAN. Zaman sekarang, masih banyak orang yang berpendapat bahwa tiket pertunjukan musik, adalah sarana bagi penyelenggara untuk menutup ongkos pertunjukan. Anggapan tersebut tentu sah dan boleh saja. Meskipun sebetulnya, persoalannya tidaklah sesederhana itu.

SEBUAH MARKA BISNIS
Hal pertama yang perlu kita tatap tajam adalah, bahwa TIKET PERTUNJUKAN, sebagaimana tiket dalam ranah yang lain, adalah sebuah BUSINESS MARK (marka bisnis). Jadi ketika tiket diterbitkan, si penerbit tiket, saat itu, sudah secara publik menyatakan, bahwa IA MELAKUKAN BISNIS PENJUALAN.

Apa yang dijual? Bisa macam-macam. Contohnya begini, jika kita naik Kereta Api jurusan Jakarta-Surabaya misalnya. Tentu kita membayar uang pembelian tiket. Artinya PERUMKA sebagai badan penyelenggara jasa kereta api, saat itu telah melakukan kesepakatan bisnis sebagai produsen jasa transportasi, dengan penumpang sebagai konsumen.

Apa yang dibayar? Fasilitasnya, kursi reclining, kesejukan AC, hiburan TV, selimut buat yang kaget dengan AC, ketepatan waktu perjalanan, keamanan, sampai pada menikmati senyuman ramah para PRAMU DAN PRAMA kereta api. Untuk hal itulah kita membayar tiket. DAN SAMA SEKALI BUKAN MENYUMBANG PERUMKA DALAM PERAWATAN LOKO KERETA MAUPUN REL KERETA.

HARGA YANG HARUS DIBAYAR
Demikian juga tiket pertunjukan musik. Saat kita datang pada konser pianis dunia, tiket yang kita bayar adalah HARGA bagi sajian musik kelas dunia yang dibawakan oleh seorang pianis kelas dunia. Dan sama sekali TIDAK DIMAKSUDKAN untuk membantu promotor dan panitia menutup ongkos produksi. Perkara hasil tiket nantinya sebagian dipakai untuk ongkos produksi, itu lain cerita.