Showing posts with label arrangement/composition. Show all posts
Showing posts with label arrangement/composition. Show all posts

Wednesday, 7 May 2025

"TAKUT AH!": SUARA HOROR - by: Michael Gunadi | Staccato, May 2025

“TAKUT AH!”
SUARA HOROR
By: Michael Gunadi
Staccato, May 2025


Dalam dunia perfilman, hanya sedikit genre musik yang memiliki kekuatan untuk memikat penonton dan sekaligus membuat mereka gemetar. Salah satunya adalah musik film horor. Terlebih dahulu ada baiknya kita menelisik dengan sedikit agak cermat, apa sih yang membuat rasa takut itu muncul saat kita menonton film horor? Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap pengalaman ini, salah satu elemen yang sering diabaikan namun sangat diperlukan adalah musiknya.

 

Dalam dunia pembuatan film, tujuan utamanya adalah untuk melibatkan penonton pada tingkat emosional, dan untuk tujuan ini, tidak ada genre yang mencapai hal tersebut secara lebih intens daripada horor. Film horor dirancang untuk membangkitkan ketakutan dan ketegangan, yang bertujuan untuk meninggalkan dampak jangka panjang pada penonton, lama setelah kredit filmnya sudah diputar. Untuk mencapai hal ini, pembuat film harus mendalami psikologi ketakutan. Jadi, mari kita lihat apa itu psikologi rasa takut dan bagaimana musik horor memainkan peran penting di dalamnya.

Thursday, 1 February 2024

KHAYAL | by: Michael Gunadi | Staccato, February 2024

“KHAYAL”
By: Michael Gunadi
Staccato, February 2024


Apa modal utama seseorang untuk menjadi seniman? DAYA KHAYAL. Seni apapun yang anda geluti dan tekuni, semuanya membutuhkan daya khayal atau imajinasi. Daya khayal ini merupakan satu energi positif yang mendorong kreatifitas anda. Meskipun anda berhadapan dengan sesuatu yang nyata, anda tetap membutuhkan khayal untuk menuangkannya dalam sebuah karya seni. Sebagai sebuah energi positif untuk berkreasi, khayal ini tentu baik-baik saja. Tidak ada yang salah dengan khayal, daya khayal dan berkhayal. Karena kesemuanya itu berbeda dengan halusinasi yang sampai pada batas tertentu bisa menjadi sangat berbahaya.

 

Khayal inilah yang menjadikan seni, apapun itu sebagai obyek telaah, bahan diskusi, sekaligus rona kehidupan yang tiada henti dan tiada pernah habis untuk dibicarakan. Dalam ranah Sastra misalnya. Samuel Beckett membuat karya WAITING FOR GODOT. Menunggu si Godot. Siapa Godot? Ternyata ia adalah tokoh khayal. Dan dalam naskah sampai akhir si Godot ini tak dimunculkan sama sekali. Hebatnya, daya khayal samuel Beckett juga mampu membuat pembacanya untuk juga berkhayal. Tentu tentang tokoh Godot ini. Pembaca dibuat berkhayal dengan liar tentang seperti apa tokoh Godot ini.

 

Dalam karya seni lukis juga khayal adalah daya hidup lukisan itu sendiri. Bahkan ketika seorang pelukis potret berhadapan dengan seorang model, ia tetap harus berkhayal. Ia harus mampu berimajinasi tentang seberapa dan bagaimana pencahayaan. Mana yang perlu diarsir dengan tebal dan mana yang hanya perlu sapuan saturasi sederhana. Hal semacam ini bukan semata masalah teknik melukis. Melainkan bagaimana mensublimasi teknik untuk memberi daya hidup pada lukisan itu sendiri. Dan tentu, meski obyeknya hidup dan terpampang di hadapannya, seorang pelukis potret perlu mengembangkan daya khayal misalnya untuk sedikit mengubah morfologi bibir. Memberi sentuhan pada pipi dan lain dan sebagainya.

Sunday, 2 October 2022

ANEH - by: Michael Gunadi | Staccato, October 2022

ANEH
By: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, November 2022


Dalam KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA atau KBBI, kata aneh, dimaknai sebagai: tidak seperti yang biasa kita lihat (dengar dsb); ajaib; ganjil. Dan aneh terjadi dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Dalam bidang apapun. Aneh dapat menjadi keanehan. Dan keanehan ini kemudian memiliki sifat yang bermacam-macam. Ada keanehan yang sifatnya berupa sensasi. Menjadikan fenomena sensasional. Ada keanehan yang sifatnya destruktif. Memiliki daya rusak untuk merusak siapapun yang terlibat. Dan tentu, ada keanehan yang bersifat unik. Memiliki nilai untuk dipajang, dikoleksi, dijadikan tontonan dan lain lain dan lain lain serta lain lainnya.

 

Musik, sebagai bagian tak terpisahkan dalam pribadi (sebagian terbesar) manusia, tentu tak luput dari aneh. Beberapa karya musik memang aneh. Nampak aneh. Terdengar aneh. Terasa aneh. Mengandung hal ikhwal aneh. Dan... yang menulis juga aneh. Hmmmm. Orang biasanya, karena latah, karena agar dianggap paham musik, agar dianggap seniman, menyamaratakan hal aneh dalam musik sebagai MUSIK KONTEMPORER. Ya sebetulnya terserah dan bebas bebas saja. Orang bebas dan berhak menggolongkan musik dalam golongan apapun. Bahkan jika musik itu digolongkan sebagai makanan sejenis lumpia pun, tidak masalah. Karena... Toh musik. Salah juga nggak bikin mati.

Friday, 1 January 2021

SECANGKIR TIPS MENGORKESTRASI (Bagian ke-2) - by: Michael Gunadi | Staccato, January 2021

SECANGKIR TIPS MENGORKESTRASI 
(Bagian ke-2)
by: Michael Gunadi Widjaja

Staccato, January 2021 



RESUME BAGIAN PERTAMA

Bagi yang tidak sempat mengikuti bagian ke-1, berikut adalah resumenya: 

 

Semesta pembicaraan kita adalah mengorkestrasi

  • Perbedaan antara mengaransir dan mengaransemen
  • Menentukan keperluan orkestrasinya
  • Kemudian ukuran besar orkestrasi, berkaitan dengan JENIS instrumennya
  • Bagaimana membuat ide musikal
  • Bagaimana membuat konsep musikal
  • Menentukan jalur bunyinya
  • Menentukan berapa instrumen dalam tiap jalur bunyi
  • Pengelompokkan instrumen berdasar warna bunyinya
  • Secara sederhana, ini adalah pekerjaan BALANCE AND BLENDING

Monday, 30 November 2020

SECANGKIR ORKESTRA (Part 1) - by: Michael Gunadi | Staccato, December 2020

SECANGKIR ORKESTRA 
(Bagian ke-1)
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, December 2020


Tentu saja tips yang tersaji, tidak detail. Ibarat hanya secangkir. Bukan segelas. Bukan semangkuk ataupun sebelanga. Namun, bagai kopi, harapannya agar tips secangkir ini setidaknya bisa menyisakan aroma dan rasa untuk dicecap dalam membuat orkestrasi. Tips ini kiranya menyehatkan bagi siapa saja yang bekerja ataupun bergemar membuat orkestrasi untuk musik. Dan, mohon jangan dibayangkan bahwa orkestrasi itu selalu harus berurusan dengan orkestra besar. Virtual studio juga menganut prinsip yang sama. Demikian pula dengan sekedar memberi nuansa bagi sepotong melodi. 

 

APA ITU ORKESTRA?

Orkestra, sebetulnya adalah sebuah ensembles akbar. Secara musikal, orkestra bisa melakukan apapun. Dan jelas, orkestra mampu menampung segala jenis imaji, fantasi, dan luapan emosi. Tantangan terbesar membuat orkestrasi, terutama bagi Anda yang memgorkestrasi secara virtual, adalah bagaimana menjadikan orkestra tersebut berbunyi sebagai lazimnya sebuah orkestra besar yang representatif. 

 

APA BEDA MENGARANSEMEN & MENGORKESTRASI?

Kita akan masuk dengan menelaah satu pertanyaan yang acapkali dilontarkan, yakni apa beda mengaransir atau mengaransemen dengan mengorkestrasi. Mengaransir atau pekerjaan mengaransemen (arrangement field) selalu bertolak dari karya asli. Kemudian diadaptasi dan dikembangkan. Hasilnya bisa berupa dipergunakannya instrumen yang berbeda dengan musik aslinya, atau juga pengolahan vokal, membuat susunan dan progresi akor baru, menambahkan beberapa bagian, melakukan modulasi sampai dengan memparafrasekan. Parafrase itu ya memainkan dengan gaya yang berbeda. 

Thursday, 5 December 2019

KOMUNIKASI, by: Michael Gunadi | Staccato, December 2019

“KOMUNIKASI”
By: Michael Gunadi
Staccato, Desember 2019

BERBICARA TANPA KATA
Ada ungkapan yang sangat terkenal tentang musik. Bunyinya begini: Saat kata tak mampu mengungkap makna, saatnyalah musik berbicara. Jika kita cermati, ungkapan tersebut menyiratkan kemampuan yang luar biasa dari musik. Musik memiliki kemampuan luar biasa yakni dapat berbicara tentang makna, saat kata-kata, yang adalah bahasa verbal, sudah sampai pada batas kemampuannya. 

Di satu sisi, musik memang sangat luar biasa. Musik dapat membahasakan dirinya sendiri. Sayangnya, meski berkemampuan luar biasa dalam mengungkap makna, musik adalah bahasa simbol. Dengan demikian, bahasa yang diverbalkan musik, mutlak membutuhkan tafsir. Nah, di titik inilah semilyar bahkan setrilyun persoalan muncul. Karena menafsir simbolisme bahasa musik, bisa memiliki ber-biliun pernyataan dan atas nama seni, semuanya selalu dan selalu bahkan selalu benar.

Itulah sebabnya, ranah Performance musik senantiasa membutuhkan komunikasi. Bahasa musik yang berupa simbol, perlu dikomunikasikan. Agar penyaji dan penikmat berada dalam satu kesamaan daya cecap terhadap nuansa rasa. Tanpa komunikasi, bahasa musik bisa ditafsir dengan menggelikan, menjijikkan dan bahkan memuakkan. 

Friday, 5 October 2018

JUST LISTEN!: Etika Mendengarkan Musik Kontemporer - by: Michael Gunadi (Staccato, October 2018)

“JUST LISTEN!”
ETIKA MENDENGARKAN MUSIK KONTEMPORER
by: Michael Gunadi Widjaja
(Staccato, October 2018)


CHAOS DI PERTUNJUKKAN MUSIK
Paris, 29 Mei 1913. Tak ada yang menyangka sebelumnya bahwa hari itu akan tercatat nan abadi dalam sejarah perkembangan musik. Pertunjukan perdana “THE RITE OF SPRING” atau Ritus Musim Semi karya Igor Stravinsky. Pertunjukan berupa Ballet dan karya orkestra. Pengunjung terbilang meluap. Maklumlah, sebelumnya mereka dibuat penasaran oleh provokasi program tentang debutan baru yang menggabungkan Ballet tradisional Rusia dan seni Ballet modern, serta komposisi musik yang juga modern. 

Pertunjukan pun dimulai. Orkes mengepakkan keperkasaannya. Hadirin memekik… Serasa akan pingsan… sebagian lagi berteriak. MUSIK APA INI? Aneh… Bisa bikin musik nggak sih tuh orang? Ramai… riuh… Sebagian penonton ada yang tetap ingin menikmati pertunjukan. Mereka bersitegang dengan penonton yang marah… Riot… Chaos… Kursi berterbangan… Namun tak ada yang terluka.


Wednesday, 1 November 2017

4 MITOS KELIRU TENTANG BACH - by: Michael Gunadi (Staccato, November 2017)

“4 MITOS KELIRU TENTANG BACH”
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, November 2017


Johann Sebastian Bach, adalah salah satu komposer yang karya dan sosoknya tetap popular hingga hari ini. Tentunya, selain Beethoven dan Mozart. Popularitas Bach seolah abadi. Hal ini dikarenakan beberapa hal. Sebagian adalah fakta sejarah dan sebagian lagi adalah mitos. Sebelum kita menguak lebih dalam tentang Bach, ada baiknya kita mengerlingkan mata, untuk sejenak menatap fakta tentang mengapa Bach itu penting dan layak diperbincangkan.

FUGA: KARYA MONUMENTAL BACH
Semasa hidupnya, Bach adalah komposer yang mengarang banyak sekali lagu dan musik. Karya monumentalnya terletak pada kepiawaiannya mengolah nada dalam bentuk FUGA. Di zaman Baroque, periode semasa Bach hidup dan berkarya, FUGA merupakan kulminasi tertinggi bagi seni olah bunyi.


Dalam Fuga atau Fugue, seorang komposer dituntut sangat ketat pada aturan dan norma namun juga harus memiliki kreativitas luar biasa agar Fuga yang dikarangnya tidak menjadi membosankan dan kedodoran. Bach sangat piawai dalam hal ini. Bach juga adalah seorang jenius dalam teknis komposisi yang disebut counterpoint atau kontrapunkt. Dimana sebuah jalur bunyi akan dibarengi jalur bunyi lain dalam arah berlawanan (counter/kontra).

Monday, 3 October 2016

TEPUK TANGAN - by: Michael Gunadi (Staccato, October 2016)

“TEPUK TANGAN”
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, October 2016

MAKNA TEPUK TANGAN
Tepuk tangan adalah peristiwa yang menjadi bagian dari gaya hidup seseorang. Tepuk tangan dalam esensinya, bukan saja monopoli para artis. Pengusaha, politisi, dan bahkan ibu rumah tangga pun sebetulnya tidak bisa terlepas dari hiruk pikuknya kegiatan ini. Tepuk tangan adalah satu bentuk kegiatan, yang nampaknya memiliki banyak sisi untuk dimaknai.

Bagi para seniman panggung, tepuk tangan adalah tanda kesuksesan pertunjukannya. Tepuk tangan adalah bagian dari gaya hidupnya. Gaya hidup yang direpresentasikan dalam sebuah imagi citra sebuah kesuksesan pertunjukan. Dan tepuk tangan adalah salah satu parameternya. 

Bagi penggemar olah raga, penggemar pertunjukan dan mereka yang sering menonton konser musik, tepuk tangan juga adalah bagian dari gaya hidupnya. Gaya hidup yang salah satu cerminannya adalah ungkapan rasa puas atas sesuatu yang telah dinikmatinya secara visual dan auditif. Para seminator, dan bahkan seorang Kepala Negara pun bisa saja menjadi akrab dengan tepuk tangan. Bagi mereka, tepuk tangan adalah bentuk respon apresiatif publik bagi pemaparan visinya.

Saturday, 8 June 2013

Fantastic Suite "Wetland" for Guitar and Piano

FANTASTIC SUITE "WETLAND"
for Guitar and Piano
Composed by: Jun-ichi Nihashi


A good repertoire for guitar and piano is rare to find. 
This could be an alternative for a great repertoire, for an advanced guitarist and pianist. 


About the Fantastic Suite "WETLAND" for Guitar and Piano
This unique ensemble of the piano and guitar aspires to discover new possibilities for its medium. The theme is about fantasy and dream, that reflects the nature of wetland from the dawn until the evening with the stars. 

Saturday, 9 March 2013

KETIKA HANS CHRISTIAN ANDERSEN MENG INDONESIA

KETIKA HANS CHRISTIAN ANDERSEN MENG INDONESIA





Sebuah “teater” multimedia yang menakjubkan.Berikut kupasan dan ulasan Slamet Abdul Syukur yang saya terjemahkan dari sebuah penerbitan Perancis



Indonesia negeri orang-orang gila yang bisa hidup dalam ke mustahilan. Lebih dari Perancis yang tidak percaya ada yang tidak mungkin.

Beberapa waktu lalu, yang belum terlalu lama . . .

Seorang Slamet Gundono, yang tubuhnya pendek tapi beratnya 104 kg, membawa ukulele kecil berwarna hijau dan menyanyi seperti burung bulbul. Atau ngomong sendirian dan kadang-kadang sambil diiringi instrumen yang dia bawa itu. Dia seorang dalang dan menceritakan kembali dongeng Hans Christian Andersen, dengan caranya sendiri.



Dia berdiri di depan dekor berwarna merah dengan gaya Cina yang dibuatnya sendiri. Di sisi lain; di panggung yang sama duduk delapan pemain musik Dutch Chamber Music Ensemble yang dipimpin Ruud van Eeten. Di situ nanti akan muncul juga Sitok Srengenge, pelaku lain dalam dongeng. Sitok Srengenge sendiri adalah seorang penyair.

Secara Mendadak, musik elit dan “hiburan rakyat” sudah tidak bisa dibedakan lagi, tembok tebal yang memisahkannya selama ini, hilang. Ruang pertunjukan dipadati kawula muda, kursi-kursi terpaksa disingkirkan dan bahkan di luar masih di pasang layar tancap raksasa agar dapat ditonton oleh mereka yang tidak mendapat tempat di dalam. Festival Burung Bulbul (yang)  berkeliling dari Jakarta ke Bandung, Solo, Yogya dan Surabaya.

Burung Bulbul dan Kaisar Tiongkok, dongeng yang ditulis pengarang Denmark Hans Christian Andersen, telah menjadi karya musik beserta dalang. Komposernya adalah Theo Loevendie,dari Belanda. Ceritanya terjadi di kekaisaran Tiongkok zaman dulu. Cerita tentang seekor burung bulbul, burung betulan, dan burung-robot tiruannya.



Slamet Gundono yang raksasa itu bisa berubah menjadi burung bulbul yang mungil. Ajaib !
 
Ada kalanya dia menampakkan diri di depan dekor merah, sebagai actor yang luar biasa.Pada saat-saat lainnya dia menghilang di balik dekor untuk menggerakkan wayang-wayang yang dibuat khusus untuk acara ini.

Burung bulbul satunya lagi, sebuah robot kecil, menjadi sumber kegembiraan bagi para spesialis untuk mengadakan seminar-seminar tentang kecermatan dan kehebatan otak manusia . Bagi Sitok Srengenge pelaku burung tiruan ini, semuanya sudah dirancang sebelumnya, semuanya sudah dapat diduga, maka tinggal membaca naskah saja, semuanya beres.

Ternyata………
Wah ! Tidak begitu !

Mestinya dia hafal naskahnya seperti yang sudah diteladani Malcolm McDowell, seorang actor sejati yang pernah dipercayai memegang peran utama dalam film Kubrik CLOCKWORK ORANGE atau dalam film Gore Vidal CALIGULA. Burung bulbul tiruan yang dihadiahkan kaisar Jepang pada kaisar Tiongkok itu, sekalipun ada kekurangannya, robot tersebut tetap indah penuh dengan batu-batu permata.

Perbedaan antara seorang penyair yang membaca naskah seperti anak sekolah, burung bulbul yang aneh dan luar biasa serta ansambel musik yang tidak sekadar betul intonasinya, tidak menjadi masalah bagi penonton. Mereka semua gembira. Orang-orang Indonesia mudah terpukau oleh keindahan dan tidak terlalu tertarik untuk bersikap kritis. 

Sebelum The Nightingale (Burung Bulbul) karya Theo Loevendie, disuguhkan dulu musik komponis Belanda lainnya, Roderik de Man, The Surprising Adventures of the Baron Munchausen, berdasarkan peristiwa nyata yang tidak masuk akal. Sebuah catatan perjalanan Friedich di Rusia. Dia hidup antara 1720-1797. Suatu pengalaman yang demikian mencengangkan , sampai akhirnya hanya dianggap sebagai sekadar bualan yang luar biasa. Ini menyedihkan dan dia mati dengan sakit hati. Dari buku yang ditulis oleh Rudolf Eric Raspe, diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda oleh Godfried, diolah kembali oleh komponis serta dibaca oleh Sitok Srengenge.

Sebagai ilustrasi musiknya, ditayangkan juga di layar lebar di samping panggung, goresan-goresan disain yang sangat bagus Gustav Doré. Semua ini mengingatkan pertunjukan ‘all stars’. Kita hidup di jaman multimedia.

Begitu rumitnya ! Kita dimanjakan oleh teknologi. Hanya saja pertanyaannya apakah ini bukan kemajuan yang berjalan mundur? Kemampuan kita berkhayal, secara halus dibunuh oleh kemudahan. Tentunya ada cara lain memanfaatkan video dengan sikap yang jauh lebih kreatif.

Dari segi musik, kedua karya The Nightingale dan The Baron sama kuatnya dengan L’Histoire du Soldat – Strawinsky yang keterbatasan instrumentasinya dijadikan acuan untuk festival ini. Bahkan bisa menimbulkan kesan sepertinya ketiga karya itu dibuat pada tahun yang sama. Padahal kerjasama Strawinsky-Ramus, terjadi hampir seratus tahun yang lalu. Itu artinya, kedua komponis tersebut berbeda dari umumnya para komponis muda yang mudah hanyut oleh hal-hal yang baru. Loevendie dan Man sudah menemukan jati dirinya dan tahu betul bahwa mereka tidak perlu menjadi Ligeti, Xenakis atau lainnya.

Friday, 1 March 2013

Mengenal Aspek Kompositoris dalam Transkripsi Musik BACH ( Bagian 2)

Mengenal Aspek Kompositoris dalam Transkripsi Musik BACH ( Bagian 2)

1,2 Polifoni yang Tersirat

Menurut Stanley Yates, istilah unaccompaniment atau tidak diiringi,yang menyertai beberapa karya Bach untuk string,adalah kurang tepat. Sebaliknya, karya-karya tersebut adalah sebuah self-accompaniment, dimana iringannya tertanam dalam satu baris "melodi" bersama dengan bagian "solo" secara pas. Bach menyiratkan hal ini dalam tekstur polifonik melalui tiga cara:

arpeggiation, lompatan melodi, akord multi-stopped.

Kesan polifoni bebas sering disediakan melalui arpeggiation (gambar 1):



Perhatikan dalam gambar 1.Bahwa meskipun teertulis sebagai alur tunggal melodi,namun dalam pelaksanaannya ( staff yg di bawah ) adalah berupa jalinan alur melodi dan iringannya.
Dalam kebanyakan kasus, bagaimanapun, polifoni yang tersirat sebagaimana dalam gambar 1,akan dirasa lebih halus daripada arpeggiationyang sistematis ,sebagaimana yang terdapat dalam music dua jalur atau lebih.

Tekstur alur tunggal juga mampu menyiratkan sebuah lompatan melodi sebagaimana terdapat dalam gambar 2



Sebetulnya,hal semacam itu adalah bidang pekerjaan dan tugas dari arranger atau pentranskripsi, untuk menentukan lompatan yang dirasa memenuhi kaidah retoris (melodically ekspresif).Hasil akhirnya dapat berupa alur kompositoris yang :

melompat dan sekaligus menyiratkan polifoni (atau semacam dialog)
 
melompat harfiah yang dalam hal ini diwakili oleh suara rendah

Dalam contoh gambar 2, , staf  tengah mungkin merupakan solusi terbaik dalam  notasi - bagian Untuk polifoni tersirat dan retorika garis "solo" atau cantus firmus diserahkan kepada interpretasi dan jari dari pelaku (atau editor ).Itu yang sering dilakukan composer di seluruh dunia terhadap transkripsi karya Bach berupa unaccompaniment string(s) music.