Tuesday 6 November 2012

Elemen Utama Musik Jazz - Artikel Staccato November 2012

ELEMEN UTAMA MUSIK JAZZ 
Oleh: Michael Gunadi Widjaja 
Artikel STACCATO, edisi November 2012



George Gershwin, seorang komposer legendaris, 
dalam sebuah quote mengatakan:
“JAZZ IS LIKE A LIFE. SOMETIMES WE NEED TO IMPROVISE.”

Membaca quote Gershwin tersebut beberapa orang mungkin akan menjadi kebakaran jenggot dan berkata begini: "eh, hidup gue tuh tertib ya, terencana, nggak ada tuh hidup improvisasi". It’s ok dan sah sah saja apapun pendapatnya. Karena esensi dan substansinya bukan terletak di situ. Quote Gershwin menegaskan pada kita bahwa dalam batas tertentu Jazz bukan lagi sekedar genre musik, Jazz juga adalah life style dan bahkan Jazz adalah aroma dan nuansa kehidupan itu sendiri. Untuk itulah, meski mungkin sangat tak ada gunanya, nggak rugi-rugi amat jika kita sedikit meluangkan waktu menatap elemen-elemen utama dalam Jazz.
INSTRUMENTASI MUSIK JAZZ

Elemen utama yang sangat krusial adalah INSTRUMENTASI-nya. Hampir semua instrumen yang dikenal dalam peradaban manusia, sudah dipergunakan dalam Jazz. Dalam napak tilasnya, memang ada instrumen yang kemudian menjadi uzur dan tak lagi dipergunakan, contohnya adalah banjo. Pada dekade 1930-an, banjo mulai jarang ditemui dalam ensemble Jazz. Perannya digantikan oleh gitar, karena sejak dekade tersebut lanskap komposisi Jazz mulai membutuhkan akord yang lebih kompleks dan bunyi yang lebih eksploratif nuansanya. Instrumen tuba mengalami pasang surut dalam keberadaannya. Awalnya tuba adalah seksi ritme. Sekitar tahun 1920-an tuba digantikan oleh bass yang sifatnya lebih luwes dimainkan. Pada dekade 70-an tuba muncul kembali dengan peran sebagai pembawa melodi. Sebetulnya klarinet sempat menjadi primadona terutama saat Benny Goodman sedang naik daun, namun kemudian klarinet tak pernah lagi dipergunakan.


Popularitas instrumen dalam ensemble Jazz masih didominasi oleh saxophone, terompet, bass, gitar, dan tentu saja piano. Instrumen-instrumen tersebut memang sejak awalnya sudah mengawal Jazz dengan sangat setia. Dewasa ini mulai populer juga format Jazz Piano Ensemble, seperti karya dari Mike Cornick. Secara nyata dan bagus format ensemble piano ini dibawakan Jelia Megawati Heru, Mery Kasiman dan Yoseph Sitompul dalam konser Pianolicious Moment di Istituto Italiano – Minggu, 7 Oktober 2012. Kecenderungan lain dalam instrumen sebagai elemen utama Jazz adalah EKSPLORASI BUNYI. Jazz hari ini mengeksplorasi juga bunyi sintesa dari synthesizer disamping teteap dipertahankannya ketebalan bunyi yang bersifat akustik.

HARMONI MUSIK JAZZ

Elemen utama yang kedua adalah HARMONI. Banyak orang menjadi bingung dan harus pusing dengan akor-akor Jazz. Mereka bingung tentang bagaimana mungkin lagu “Burung Kakatua” diiringi dengan akor yang disonan agak-agak fals dan aduuuuuhhhhh

Bicara soal harmoni Jazz, ada baiknya kita senantiasa mengingat bahwa Jazz adalah sebuah genre musik yang sangat kenyal - lentur dan empuk seperti layaknya bakpao. Karena kenyal inilah, maka Jazz dapat disusupi dan dikombinasikan dengan unsur musik apapun - seperti bakpao yang bisa diisi daging ayam, kacang hijau, kacang merah, bahkan selai nanas. Kekenyalan dalam lanskap kompositoris Jazz tentu saja membawa konsekuensi. Konsekuensinya adalah bahwa harmoni Jazz harus mampu mewarnai aneka genre musik. Untuk itulah Jazz memiliki derivatif atau harmoni turunan. 

Disamping "Black Harmony" yang menjadi pakemnya. Uniknya bahwa dalam mengolah harmoni, kebebasan individu diberi ruang yang seluas-luasnya. Misalnya pada lagu “OVER THE RAINBOW”, setiap pemain Jazz bisa membentuk nuansa harmoni tersendiri yang khas dan sangat personal. Tidak akan pernah ada harmoni Jazz yang sama meski lagunya tetap sama. Berbeda dengan musik Klasik. Sifat literer musik Klasik menjadikan adanya koridor baku dalam ranah harmoninya. 

Yang unik lagi adalah bahwa dalam harmoni Jazz, segalanya dapat menjadi mungkin. Jadi jangan terkejut jika alur melodi memakai laras pentatonik Jawa dan harmoninya adalah progressive blues. Bicara dalam ranah harmoni Jazz semestinya menghantar kita sampai pada tatanan pemaknaan, bahwa Jazz memberi sebuah coretan teladan dalam hidup. Perbedaan bisa tetap dalam bingkai harmonis - tentu sejauh setiap unsurnya memahami dan memiliki passion terhadap kodratnya. Pesan semacam ini nampaknya aktuil dalam tatanan masyarakat kita dewasa ini.

ELEMEN RITMIK DALAM MUSIK JAZZ

Ritme atau irama dalam Jazz merupakan elemen yang dapat dikatakan sangat esensial. Jika kita merunut ritmik dalam Jazz, kita akan sampai pada sebuah napak tilas. Napak tilas tentang fusi atau peleburan yang bersumber dari ritmik musik tradisional, terutama yang berasal dari Afrika. Pada format awal dari Jazz ensemble, instrumen musik bass masih memgang peranan sebagai tesis pemberat. Sekaligus memainkan nada-nada yang menjadi dasar sebuah akor. Hal semacam ini sebetulnya adalah main frame dalam lanskap komposisi musik Klasik Eropa. Di era 20-an, pemain bass bernama Pop Foster membuat gebrakan dengan teknik mengetuk ketuk dawai bass sehingga menimbulkan efek perkusi. Teknik ini sempat menghilang, namun muncul kembali setelah Jaco Pastorius membuat gebrakan yang mengguncang dunia dengan teknik "funky thumb bass" dengan bass elektrik.

DRUM SET
Sebuah revolusi dalam ritmik pada blantika musik Jazz, adalah kehadiran DRUM SET. Drum set sendiri tidak jelas kapan mulai ditemukan dan dipergunakan. Namun diyakini bahwa Drum set adalah salah satu kulminasi eksplorasi orang Amerika terhadap ritmik. Dalam Jazz, drum set diperlakukan sebagai sebuah entitas yang memiliki "jiwa". Jiwa tersebut adalah imitasi sekaligus fusi dari instrumen ritmik tradisional.  

Triangle dari Turki misalnya dan juga cymbal dari Cina. Sebetulnya imitasi semacam ini sudah dikerjakan oleh Wolfgang Amadeus Mozart dalam “Turkish March” yang sangat terkenal. Kala itu Mozart dengan terpesona mengimitasi kerincing dan genderang tentara Turki. Dalam Jazz modern, perkusi ritmik mendapat upaya eksplorasi yang luas. Eksplorasi ini berupa sistem tala pada perkusi. Sejatinya ini bukanlah sebuah konsep baru, melainkan sebuah revitalisasi konsep tala perkusi pada musik Afrika tradisional. Dalam musik tradisional Afrika, perkusi itu memiliki titi nadanya sendiri sehingga para penari dapat lebih intens dalam patokan gerakan.


ADDITIVE RHYTHM
Ciri lain yang cukup menonjol dalam ritme sebagai elemen jazz adalah adanya konsep ritme adiktif. Dalam Jazz modern, misalnya dalam konsep musik Miles Davis sering dijumpai pola birama seperti: 3/4, 5/4, 6/4, 12/8 kemudian 4/4. Pola semacam ini sebetulnya adalah pola ritmik adiktif dari musik tradisional Afrika dan juga merupakan konsep RAGA pada musik India.






DOWNBEAT/UPBEAT
Yang menjadi memarik juga adalah cara pemusik Jazz memaknai Tempo. Dalam tempo senantiasa ada DOWNBEAT atau hitungan berat (kuat) dan juga arsis atau hitungan ringan. Pada Jazz downbeat senantiasa ditandai dengan bass dan hal ini bisa dikatakan sama dengan musik klasik Eropa pada umumnya. Yang unik adalah bahwa sejak era Swing tidak lagi dikenal downbeat yang hanya pada ketukan pertama, melainkan semua ketukan adalah downbeat. Inilah mengapa Swing sering disebut juga sebagai FOUR BEATS JAZZ.

Berbicara tentang ritme dalam Jazz memang terasa seperti membedah esensi Jazz itu sendiri. Tidak seperti musik Klasik, setiap pemain Jazz memiliki patokan tempo yang khas dan personal. Dala musik Klasik ada patokan bermacam-macam tempo untuk slow dan setiap patokan tersebut memiliki skala. Setiap skala ini bisa diinterpretasikan berbeda, namun setidaknya dalam musik Klasik, tempo adalah metrum dengan parameter terukur. Sementara pada Jazz banyak terjadi anomali penafsiran tempo. Istilah DOUBLE TIME misalnya. Bukan berarti pengiringnya (accompaniment) memainkan tempo dua kali lebih cepat, melainkan part solo nya yang mengalirkan nada nada dengan nilai not yang di-double, sedangkan pengiringnya tetap saja steady.

Jika kita bertanya "siapa solis dalam ensemble Jazz itu dan siapa yang menjadi seksi ritme nya?" Jawabannya adalah apapun bisa menjadi seksi ritme dan apapun bisa menjadi solis - itulah Jazz. Beberapa musikolog mensinyalir keadaan demikian sebagai sifat Jazz yang sangat demokratis.

Dengan demikian quote Gershwin pada awal artikel ini menjadi lebih pas dimaknai, bahwa Jazz adalah cerminan kehidupan itu sendiri. Dalam kehidupan nyata, seorang dokter bisa saja menjadi pemain piano atau bahkan di waktu yang sama menjadi penjual panci ajaib. Dalam Jazz pun demikian. Jangan kaget jika dalam suatu sekuens aliran irama dipegang oleh trumpet sementara drum berubah total menjadi sangat melodius.

Thursday 1 November 2012

Liputan Koran Radar - 31 Oktober 2012 "Pendidikan Musik Sekolah Umum Dinilai Salah Arah"

Michael Gunadi Widjaja:
"Pendidikan Musik Sekolah Umum 
Dinilai Salah Arah"
Liputan Koran Radar, Jawa Tengah - 31 Oktober 2012

 

Arah pendidikan musik di sekolah umum, baik Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP),  Sekolah Menegah Atas (SMA), menurut praktisi musik Kota Tegal, Michael Gunadi Widjaja, dinilai salah arah. Seharusnya yang ditampilkan pada tiap siswa bentuk apresiasi, bukan ketrampilan seni bermain.

"Siswa dipersilahkan menyaksikan bentuk musik bermutu. Tidak sebaliknya, diajarkan ketrampilan seni bermain. Pendidikan musik semacam ini berlaku di semua tingkatan di sekolah umum", tandasnya. "Di sisi guru yang diberi tugas mengajar musik, boleh jadi belum tahu apakah itu ansambel musik, tentang harmoni, serta teknik bermain instrumen baik dan benar."

Namun Gunadi menyadari jumlah guru yang mumpuni bidang seni musik jumlahnya sangat sedikit. "Keterbatasan itu sebenarnya dapat diatasi dengan mengadakan seminar, pesertanya guru yang mengampu bidang studi seni musik. Sehingga akan bertambah pengetahuannya." Sebelum itu pernah diadakan seminar tentang musik, mengundang master musik dari Jakarta, imbuhnya.

Soal kemajuan teknologi yang memungkinkan anak-anak mudah mengakses bermacam jenis musik, ucap seniman musik yang selama ini kerap tampil dalam berbagai event, seharusnya teknologi dapat mendukung pembelajaran seni musik. Selain itu, teknologi merupakan sarana atau wadah pengungkapan ekspresi.

Ketika ditanyakan tentang sedikitnya siswa mempelajari musik di sekolah, dia pun mengungkapkan, hal tersebut karena terjadi kesalahan cara pandang pendidikan selama ini. "Kalau ingin jadi orang sukses, pelajaran matematika dan bahasa Inggris nilainya harus bagus. Untuk pendidikan humaniora seperti pendidikan musik dan seni lain dianggap tidak penting. Penanaman semacam itu berakibat kurangnya minat pada bidang lain.", paparnya.

Sementara masing-masing anak memiliki bakat dan kemampuan berbeda. Namun yang terjadi justru penyeragaman cara pandang. Hal ini terjadi hampir di semua aspek kehidupan. Sedang pendidikan humaniora yang mengasah kepekaan anak, sehingga menjadi pribadi mandiri, seakan terabaikan.