Showing posts with label music theory. Show all posts
Showing posts with label music theory. Show all posts

Saturday, 30 December 2023

TEKSTUR | by: Michael Gunadi | Staccato, January 2024

“TEKSTUR”
By: Michael Gunadi
Staccato, January 2024


Kita akan mengawali artikel ini dengan meninjau sejenak ranah SENI LUKIS. Karena di ranah seni lukis lah istilah tekstur mendapat batasan yang paling representatif. Jika kita ditanya, apa yang membuat sebuah lukisan dikatakan dan dinyatakan sebagai lukisan seni yang bermutu. Tentu jawabnya dapat bermacam-macam dan memang banyak sekali parameter dan variabel untuk menentukan satu mutu lukisan. Namun dari semua variabel tersebut, salah satunya adalah TEKSTUR atau Texture. Herbert Reed, seorang pengamat dan kritikus seni yang hebat, dalam bukunya THE MEANING OF ART, menuliskan bahwa teksturlah salah satu elemen terpenting dalam menentukan mutu lukisan.

 

Secara teknisnya, Tekstur diberi batasan sebagai the feel, appearance, or consistency of a surface or substance. Sederhananya, Tekstur adalah kehalusan permukaan lukisan, baik yang mungkin teraba (karena tidak semua lukisan boleh diraba) maupun yang penampakannya tertangkap mata. Dalam perkembangannya, Tekstur bisa menjadi sarana untuk menimbulkan kesan dimensi sebuah lukisan. 

Thursday, 25 June 2020

Merajut Makna untuk Debussy's Clair de Lune - by: Michael Gunadi | Staccato, July 2020

MERAJUT MAKNA UNTUK CLAIR DE LUNE KARYA DEBUSSY
by: Michael Gunadi
Staccato, July 2020


Debussy, tentu dikenal dan terkenal sebagai Komposer Perancis papan atas. Pencinta musik piano, tidak asing dengan Clair de Lune. Karya ini sudah sering, bahkan dapat dikatakan terlalu sering dimainkan, sehingga dengan sendirinya memperoleh popularitas yang luar biasa. Clair de Lune sebetulnya adalah sebuah karya komposisi rumit dan canggih. 
Karya ini mendapat pengaruh dari Puisi, Musik Baroque di era 1600 – 1750, dan ini yang sering mengundang kontroversi tafsir, yakni Impressionisme. Debussy sendiri dengan tegas dan serius, acapkali menolak predikat Impressionisme untuk genre karyanya. Meski demikian, kelatah publik tetap saja mengasosiasikan musik yang dikonotasikan dengan penggambaran visual sebagai Impressionisme.
Debussy dan Chouchou
Terjemahan judul karya ini adalah SINAR BULAN. Judul ini ditambahkan segera sebelum dipublikasikan pada 1905 sebagai gerakan ke-3 dari 4 buah gerakan karya yang diberi judul SUITE BERGAMASQUE. Tahun nya sama dengan kelahiran putri Debussy, Emma Claude, yang punya nama panggilan Chouchou.

Sunday, 26 April 2020

FINGERSTYLE, by: Michael Gunadi | Staccato, May 2020

FINGERSTYLE
by: Michael Gunadi
(Staccato, May 2020) 


GITAR KLASIK VS GITAR NON KLASIK
Sejak dulu, bahkan saat gitar akustik diperkenalkan di bumi persada nusantara tercinta, jaman WR Supratman masih main Jazz, orang membagi sajian menjadi hanya dua macam, yaitu KLASIK DAN NON KLASIKPembagian tersebut terus bertahan, bahkan ketika di tanah air sudah muncul Band dengan gitar listrik, pembagian seperti itu masih saja dilakukan. 

Festival gitar dan kompetisi gitar juga menggunakan pembagian semacam itu. Oh si anu itu Juara bagian Klasik. Ohhh si itu tuh yang kribo, juara bagian Non Klasik. Pada waktu itu, yang digolongkan ke dalam sajian gitar Non Klasik itu mulai dari Pop, Jazz, bahkan Flamenco. Dan sampai tahun 2000 orang menerima dan tidak ada yang ribut dengan pembagian semacam itu. Barulah pada 2000 kemari, orang mulai tidak lagi menggunakan pembagian Klasik dan Non Klasik untuk sajian gitar akustik. 

ONE GUITAR SHOW
Lho?! Kenapa?! Karena sejak era tahun 2000 kemari berkembang sebuah teknik sajian baru. Yakni apa yang dikenal sebagai PERCUSSION GITAR. Yakni cara main gitar, terutama gitar berdawai metal, non nylon, dengan cara memukul mukul, menempeleng body gitar untuk mendapatkan efek, nuansa, dan bahkan ilusi bunyi perkusi. 

Saturday, 1 February 2020

MASTERCLASS - by: Michael Gunadi | Staccato, February 2020

“MASTERCLASS”
by: Michael Gunadi
(Staccato, February 2020)

Oliver Kern in one of his Masterclass

FENOMENA MASTERCLASS
Di tanah air kita tercinta, istilah MASTERCLASS, khususnya untuk musik, sudah menjadi istilah yang sangat lazim. Dekade belakangan ini, banyak dan bahkan marak diadakan masterclass musik. Yang terbanyak, tentu saja piano. Wajar, karena piano adalah The King of All Instrument, punya gengsi tinggi karena pirantinya mahal, jadi penggemarnya dan siswanya tentu saja banyak. Ada pula, dan cukup sering, yakni masterclass untuk biolin, gitar klasik dan menyusul alat musik lainnya. 

MERAUP UNTUNG DARI MASTERCLASS
Kemarakan dan meriahnya masterclass tentu adalah sebuah peristiwa yang baik adanya bagi perkembangan musik itu sendiri. Seperti lazimnya hiruk pikuk kehidupan, jika ada sebuah peristiwa yang laris manis, disitu akan mulai beraksi para petualang pencari keuntungan uang. 

Friday, 9 August 2019

THINK POLYPHONY, by: Michael Gunadi | Staccato, August 2019

“THINK POLYPHONY”
by: Michael Gunadi
(Staccato, Agustus 2019)



PENGANTAR POLIFONI
Sebetulnya Polifoni tidak hanya terdapat dalam musik. Banyak bidang yang juga mengenal polifoni. Namun, tak dapat dipungkiri, Polifoni dalam batasan musik, adalah yang paling lazim dan paling popular. Saat mendengar istilah Polifoni, beberapa diantara Anda yang pernah belajar musik, sedang belajar musik, suka dan bahkan cinta musik, khususnya Musik Klasik, akan langsung menyebut BACH. Dan memang, Johann Sebastian Bach adalah Raja Polifoni. Dengan puncak karyanya pada FUGUE. Bentuk komposisi polifoni yang ketat aturan, bahkan sangat normatif, namun tetap menyisakan ruang luas untuk kebebasan.


TEKSTUR POLIFONI
Sebelum kita menatap batasan istilah polifoni, terlebih dahulu kita tengok istilah TEKSTUR atau Texture. Dalam musik, pengertian tekstur sangat berbeda dengan misalnya pengertian tekstur pada seni lukis atau seni rupa. Tektur sebuah lukisan adalah permukaan lukisan itu. Semakin halus permukaannya, dikatakan bahwa tekstur lukisannya semakin halus. Yang berarti si pelukis sudah sangat mehir meramu dan menuangkan material lukisan. 

Begitu pun dengan seni rupa. Karya patung yang dikatakan baik, tentu adalah yang bertekstur halus. Berbeda dengan musik. Dalam ranah musik, tekstur bukan urusan halus tidaknya permukaan. Melainkan cara bagaimana unsur-unsur musik disusun dan dikombinasikan. Polifoni berbicara tentang tekstur. Polifoni adalah tekstur musik, dimana melodi, irama dan harmoni disusun sebagai sebuah entitas yang mandiri.

Saturday, 9 February 2019

"G" for Gamelan & Godowsky - by: Michael Gunadi (Staccato, February 2019)

“G” for GAMELAN & GODOWSKY
By: Michael Gunadi
(Staccato, February 2019)

  
EAST MEET WEST
Sudah terlalu banyak ulasan dan kupasan tentang pengaruh Gamelan terhadap musik budaya Eropa. Kupasannya seringkali dipertautkan dengan upaya EAST MEET WEST. Timur bertemu dengan Barat. Bagus saja sebagai sebuah ungkapan adanya persamaan. Setidaknya ada hal “sama“ yang bisa saling bertaut. Untuk menunjukkan bahwa ras umat manusia bisa bersatu dengan penuh toleran. 

Yang menjadi pertanyaan adalah: Apakah gagasan East Meet West melalui seni bunyi, masih relevan untuk diperbincangkan di era sekarang? Mengingat konstelasi sosial dan budaya semesta sudah sedemikian rumitnya. Orang bisa berdebat tentang hal ini. 

Namun ada satu hal yang selalu tersemburat. Bahwa apapun konstelasi sosio-kulturalnya, umat manusia di dunia ini mutlak perlu disadarkan terus menerus. Bahwa budaya adalah hasil kulminasi upaya manusia sebagai ciptaan YANG MAHA KUASA. 

Tidak elok jika budaya, termasuk musik, menjadi ranah hegemoni. Musik adalah ranah persatuan dalam toleransi. Hal ini mutlak didengang-dengungkan terus-menerus, agar umat manusia semesta setidaknya masih punya kesadaran. Bahwa melalui budaya, manusia adalah makhluk estetis ciptaan Sang Ilahi.

Wednesday, 1 August 2018

VARIASI - by: Michael Gunadi (Staccato, August 2018)

“VARIASI”
by: Michael Gunadi
Staccato, August 2018


RUTINITAS YANG MONOTON
Musik adalah CERMIN KEHIDUPAN. Bahkan musik adalah rona dari kehidupan itu sendiri. Sebagaimana kehidupan, musik tak pernah statis. Karena dinamika itu adalah esensi dari kehidupan. Hidup memang bisa saja monoton, menjenuhkan dan membosankan. Begitu juga dengan musik. Musik bisa saja tersaji secara begitu begitu saja. Materinya itu-itu saja. Teknik komposinya selalu cara yang itu-itu doang. 

Lagi-lagi, sebagaimana kehidupan, musik bisa mengandaikan variasi. Orang berangkat ke kantor tiap pagi berkendara mobil pribadi. Adakalanya ia merasa jenuh dan bosan. Ia berganti wahana menjadi motor, taxi, ojek, atau bisa juga Transjakarta. Tapi tujuannya tetap sama yakni PERGI KE KANTOR. Material utamanya juga sama yakni BERPINDAH DARI SATU TITIK KE TITIK LAIN DENGAN BERKENDARA. Begitu juga musik. Dan hakekat variasi yang muncul baik secara konseptual maupun secara spontan instingtif, selalu mengabdi pada tema sentralnya.


Monday, 30 April 2018

SCHUMANN'S TRÄUMEREI: "AROMA MIMPI" - by: Michael Gunadi (Staccato, May 2018)


SCHUMANN’S TRÄUMEREI:
“AROMA MIMPI”
by: Michael Gunadi
Staccato, May 2018


Alkisah ada seorang anak yang berbakat dan cinta musik. Sejak awal ia bercita cita jadi pemusik, namun seperti biasa, kuno, klise dan membosankan, keluarga terutama ayahnya, mendesak dia supaya menjadi ahli hukum. Si anak pun menuruti ayahnya untuk sekolah hukum. Seperti biasa, kuno, klise dan membosankan, cinta musik nya lebih besar daripada kuliah hukum.

Ia pun berhenti dan malah mengambil kursus musik memperdalam apa yang telah didapatinya. Singkat cerita anak itu akhirnya jadi pemain piano. Entah bagaimana hal ikhwalnya. Dia pacaran dan menikahi anak guru musiknya. Cerita belum habis, si pemain piano ini, setelah menikah mendadak stress, kena sifilis, agak eksentrik, cengeng, dan berusaha bunuh diri sampe tangannya cacat. Karena sudah tidak bisa lagi bermain piano, jadilah ia seorang KOMPOSER!

ROBERT SCHUMANN & CLARA SCHUMANN

ROBERT SCHUMANN & CLARA SCHUMANN
Si anak tersebut adalah ROBERT SCHUMANN. Seorang komposer akbar Musik Klasik yang karyanya seolah “wajib” dimainkan oleh siapa saja yang belajar piano. Dan istrinya, anak dari si guru musik, adalah CLARA SCHUMANN. Perempuan bersahaja dan sederhana, namun sebetulnya adalah pianis hebat dan dalam hal komposisi, malahan lebih hebat dari suaminya.

Robert dan Clara Schumann. Pasangan pemusik yang melegenda. Bukan saja karena karyanya, melainkan karena hubungan asmara mereka yang aneh, unik, dan seolah terselubungi kabut sutera misteri. Clara tipe perempuan soleha yang menerima dengan tulus keadaan suaminya yang stress depresi dan menjadi eksentrik cengeng kekanak-kanakan.

Robert Schumann sendiri adalah sosok yang asyik dengan dirinya sendiri. Imajinasi dan khayalannya sangat ngungun menggapai asa. Ia adalah komposer yang boleh dibilang sangat produktif dalam berkaya. Banyak karyanya yang menjadi benar-benar klasik hingga hari ini. Salah satunya yang sangat terkenal dan menjadi trade mark nya adalah TRÄUMEREI.

Monday, 3 October 2016

TAKE FIVE - by: Michael Gunadi (Staccato, October 2016)

“TAKE FIVE”
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, October 2016

PEMBAHARUAN DALAM MUSIK JAZZ
Popularitas Musik Jazz memang menurun drastis dalam satu dekade belakangan ini. Meski demikian, di beberapa negara di Amerika dan sebagian Asia, sekolah-sekolah umum tetap memasukkan Musik Jazz dalam pelajaran seni dan budaya. Di beberapa konservatori terkemuka, Jazz juga masih tetap diajarkan. Terutama dalam segi progresi harmoni dan keterampilan improvisasi.

Rupanya meski sudah terseok-seok dan sekarat, napak tilas Musik Jazz tidak pernah berhenti. Senantiasa menorehkan pesan dalam perjalanan peradaban manusia. Pesan yang diusung Musik Jazz adakalanya terasa usang. Karena peradaban modern sudah tak lagi bercumbu dengan kejamnya rasialisme dan kesenjangan sosial yang merajalela. Namun pesan yang diusung Musik Jazz dalam hal cultural enrichment atau pengayaan budaya, nampak akan tetap up to date untuk selang waktu yang lama.

Jazz dalam napak tilasnya memang menawarkan pembaharuan. Pembaharuan cara pandang sosio-kultural. Pembaharuan sikap dan mentalitas persamaan warna kulit. Dan jangan pernah dilupakan bahwa dalam esensinya, Jazz adalah mazhab yang anti kemapanan. Dalam arti senantiasa bersifat progresif untuk mengarah pada sesuatu yang lebih baik. Hal ini berlaku pula pada budaya yang senantiasa bersifat konservatif atau nyaris kolot. Mereka tak luput dari rambahan dan jamahan tangan Jazz. Untuk diperbaharui dalam ranah yang lebih membumi dalam esensi manusiawi.

Thursday, 7 April 2016

JAZZ ITU BIRU - by: Michael Gunadi Widjaja (Staccato, April 2016)

"JAZZ ITU BIRU"
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, April 2016


MAKNA WARNA BIRU
Warna BIRU, dalam psikologi warna, dimaknai sebagai ungkapan: kedalaman dan kesetimbangan. Warna biru juga dipertautkan dengan hal rasa percaya, kesetiaan, kebijaksanaan, pengabdian tanpa pamrih, iman, kebenaran, dan nuansa Surgawi. Terlepas dari nilai subyektifitas yang tentu sangat kental mewarnainya, ada satu hal yang tak dapat dipungkiri: sejuk! Jika Anda manusia normal dan masih dalam kondisi sehat rohani, Anda pasti akan merasakan dan berujar, bahwa biru adalah sejuk dan menenangkan.

Jadi jika ada ungkapan semacam: biru nya rinduku. Hmm ... mungkin maksudnya adalah kerinduan tulus, namun tidak mengumbar napsu secara liar. Kemudian bagaimana jika ada sebuah lembaga atau badan atau sebuah usaha yang melabelkan biru? Tentu. Dan ini sangat jelas. Harapannya adalah agar badan usaha tersebut sedikit banyak akan “berpola tingkah” seperti makna filosofis biru.

Denny Bensusan

THE BLUE NOTE
Dalam ranah Musik Jazz, biru bukan hanya sebuah label. Biru bukan hanya warna yang jika dipandang memberi kesejukan. Dalam Jazz, biru adalah sebuah fenomena. Bahkan tak berlebihan, jika dikatakan bahwa JAZZ ITU BIRU. Kisahnya diawali pada 30 September 1981. Danny Bensusan mendirikan kafe, resto, dan club di 131 West 3rd Street di kawasan Greenwich Village, kota New York. Nama kafe, club, serta restorannya adalah BLUE NOTE.

 
HERBIE HANCOCK "CANTALOUPE ISLAND" at BLUE NOTE 

Sunday, 6 March 2016

HARMONI DALAM JAZZ - by: Michael Gunadi Widjaja (Staccato, March 2016)

"HARMONI DALAM JAZZ"
(MENELUSURI JALUR KLASIK SAMPAI JAZZ)
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, March 2016



APA ARTI HARMONI?
Secara sederhana tanpa menggampangkan, harmoni dapat dimaknai sebagai TELAAH TENTANG AKOR DAN PERGERAKANNYA. Akor sendiri dibangun dari beberapa nada. Jadi jika satu nada saja, namanya bukan akor. Sebagai konsekuensinya dalam mempelajari harmoni, berarti kita mutlak untuk mempelajari musik yang bersifat POLYPHONIC dan BUKAN MONOPHONIC.

MONOPHONY, POLYPHONY, DAN SISTEM TONAL
Musik primitif, tentu saja bersifat monophony. Pada abad ke-12, Leonin dan Perotin mengarang apa yang dikenal sebagai ORGANUM. Bentuk komposisi dimana sebuah suara berdengung pada satu nada yang tetap, sementara suara lain “bergerak”. Prinsip semacam ini pada abad pertengahan berkembang ketika para rahib di zaman Paus Gregorius I “bernyanyi” dengan menggunakan CANTUS FIRMUS. Bukan lagi hanya satu suara yang bertahan, melainkan banyak suara yang fungsinya kemudian menjadi lagu pokok. Ini adalah dasar pertama bagi musik polyphony. Dari satu suara, kemudian banyak suara dan mengalir, muncullah apa yang dikenal sebagai FUGA atau FUGUE. Dalam fuga, aliran dan tabrakan suara mulai mengenal ATURAN YANG KETAT. Meski dalam Fuga perdana, teknik yang diapakai adalah TEKNIK IMITASI (IMITATION). Yakni suara lain bergerak sebagai “tiruan” jalur suara dasar.


Thursday, 5 November 2015

"THE POWER OF CHORD" - by: Michael Gunadi Widjaja (Staccato, November 2015)

"THE POWER OF CHORD"
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, November 2015


DEFINISI AKOR
Satu hal yang sulit dipisahkan dari keberadaan dan perkembangan musik adalah CHORD atau AKOR. Secara sederhana CHORD adalah dua buah bunyi atau lebih yang dibunyikan bersamaan. Meski bisa juga sebuah akor dibunyikan secara arpegiated way atau “dipecah”. Dalam musik bertonalitas yang berbudaya barat, akor yang paling lazim hadir dalam bentuk TRIAD. Dari situlah kita mengenal akor mayor, minor, diminished dan augmented. Yang seiring berjalannya peradabanakan mendapat varian-varian dan derivat-derivat yang ada kalanya sangat rumit.

Akor menentukan apa yang dikenal sebagai unsur harmoni pada musik. Dalam harmoni inilah musik diperkaya nuansanya. Berbagai adukan dan adonan rasa dalam musik akan semakin kaya dengan harmoni. Jadi dapatlah dikatakan bahwa akor memiliki kekuatan dan atau kemampuan. Itulah THE POWER OF CHORD. Kemampuan atau kekuatan akor akan semakin nyata jika ia berada dalam keadaan “bergerak”. Dengan demikian, kita mengenal pergerakan akor atau dalam istilah teknisnya adalah CHORD PROGRESSION.

Friday, 3 July 2015

"TENSI DALAM MUSIK JAZZ" - by: Michael Gunadi Widjaja (Staccato, July 2015)

"TENSI DALAM MUSIK JAZZ"
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, July 2015


DEFINISI TENSION (TENSI)
Perkataan “tensi“ bagi kebanyakan orang, selalu dihubungkan dengan istilah TEKANAN DARAH dalam ranah medis. Orang akan kebingungan dan seperti kebakaran jenggot jika tahu bahwa “tensi” nya mendadak naik. Kata “tensi“ juga kerapkali dipertautkan sebagai padanan istilah tegangan. Simak misalnya ungkapan berikut ini: “Wah rapat tadi ‘tensi’ nya tinggi. Semua yang hadir wajahnya berkerut dan cemberut.” Dalam ranah musik pun dikenal istilah TENSI atau TENSION. Pengertian radikalnya tentu tidak sama dengan ranah medis dan ranah keseharian, namun esensi muatannya agaknya bisa menjadi sama.

TENSI DALAM MUSIK JAZZ
Dalam artikel kali ini, kita akan menelisik makna TENSI dalam Musik Jazz. Terlebih dahulu mari kita simak sedikit paparan situasi berikut ini: Salah satu yang menarik – jika memang ada yang tertarik, untuk orang belajar Jazz adalah karena akornya yang “tidak biasa.” Dalam bahasa slang ala musisi, akor dengan karakter seperti itu lazim dicelotehkan sebagai “Akor MIRING.“ Dalam ranah musik teori, karakter akor demikian, diberi istilah sebagai AKOR DISSONAN

Thursday, 4 June 2015

SEKILAS TELISIK PENTATONIK (Bagian Ke-2) - by: Michael Gunadi Widjaja

 "SEKILAS TELISIK PENTATONIK" (Bagian Ke-2)
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, Juni 2015


Kita sudah membicarakan tentang asal muasal adanya tangga nada pentatonik, pada bagian ke-1. Kita juga sudah menelisik tangganada pentatonik MAYOR. Dalam bagian ke-2 ini akan dibicarakan secara agak lebih khusus tentang TANGGANADA PENTATONIK MINOR. Pentatonik Minor saya anggap cukup signifikan dan relevan dibicarakan secara khusus, mengingat pertaliannya yang sangat erat dengan Tangganada BLUES, yang adalah salah satu cikal bakal aplikasi tangganada dan modus tangganada dalam Musik Jazz Modern.

RELASI TANGGANADA MAYOR PENTATONIK & MINOR PENTATONIK
Dalam ranah musik teori, sering dinyatakan bahwa TANGGANADA MINOR PENTATONIK ADALAH MODUS DARI TANGGANADA MAYOR PENTATONIK. Apa maksudnya??? Yakni bahwa baik minor maupun Mayor Pentatonik, keduanya memiliki KANDUNGAN NADA-NADA YANG SAMA. yang berbeda adalah POROSNYA. Sehingga, meski nada-nadanya sama, namun jika porosnya berbeda, akan menghasilkan nuansa atau impresi atau rasa atau kesan musikal yang jelas sekali berbeda.

Sunday, 3 May 2015

"SEKILAS TELISIK PENTATONIK" - by: Michael Gunadi Widjaja (Staccato, Mei 2015)

"SEKILAS TELISIK PENTATONIK" (Bagian I)
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, Mei 2015


MODUS DALAM MUSIK JAZZ
Dalam dua edisi, sudah dijabarkan tentang MODUS. Pengertian Modus tersebut sekaligus memberi makna baru pada lanskap tentang Musik Jazz. Jazz tidak lagi dan tidak hanya dipandang sebagai musik dengan tonalitas atau poros nada tertentu. Melainkan, dalam Jazz, semua nada dalam sebuah tangganada dapat menjadi poros tangganada baru. Dengan kata lain, Jazz bukan Musik Tonal semata, melainkan juga sebuah alur komposisi musik MODAL

Sudah dijabarkan juga aplikasi tangganada Modal atau Modes sebagai materi dalam komposisi dan terutama dalam improvisasi Jazz. Yang dalam esensinya mengedepankan pentingnya tangganada sebagai sebuah bahan pokok untuk membangun alur harmoni dan sebagai materi "bahasa" saat “berdialog" dalam sesi improvisasi. Selain modes atau modus tangganada yang asalnya dari Yunani, ranah Jazz mengenal pula TANGGANADA PENTATONIK. Berikut kita akan menelisik selayang pandang agar setidaknya dapat ditangkap secercah pengetahuan untuk makin lengkapnya materi improvisasi Anda.

Saturday, 4 April 2015

"MODUS" (Bagian ke-2) - by: Michael Gunadi Widjaja (Staccato, April 2015)

"MODUS" (Bagian ke-2)
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, April 2015



Pada bagian yang pertama telah diuraikan sejarah dan pengertian Modus atau Modes per definisi. Juga telah diketengahkan beberapa contoh aplikasi modus tangganada dalam beberapa komposisi musik. Dalam bagian ke-2 ini, akan diuraikan bagaimana semua kerumitan dan keruwetan tersebut dipakai dalam komposisi dan improvisasi Musik Jazz.

KONSEP MODUS DALAM JAZZ
Sebelum kita berbicara lebih lanjut, ada beberapa hal yang mestinya sangat perlu dipahami terlebih dahulu, seputar penggunaan modus dalam Musik Jazz. Bahwa Modus dalam Jazz adalah sebuah KONSEP. Konsep yang adalah cara berpikir para pemusik Jazz dalam berkarya, baik dalam mengkomposisi musik maupun berimprovisasi. Jadi sebetulnya, Modus adalah elemen Jazz dan bukan esensi dari Jazz itu sendiri. Para musikolog mengkonsepsikan Modus dalam Jazz lebih sebagai sebuah analisa. Agar pemusik yang oleh takdirnya tidak terlahir dalam alam Jazz asli, tetap dapat berekspresi dalam nuansa Jazz yang sejati.

Thursday, 5 March 2015

"MODUS" (Bagian I) - by: Michael Gunadi Widjaja (Staccato, Maret 2015)

"MODUS" (Bagian I)
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, Maret 2015



TANGGANADA (SCALE)
Hampir dapat dipastikan, terutama di tanah air kita, bahwa setiap orang yang belajar musik pasti pernah berkenalan dengan apa yang dikenal sebagai TANGGANADA. Dalam istilah yang lebih umum, tangganada sering dan malah sebaiknya disebut sebagai SCALE atau TONE LADDER. Scale sering diberi batasan sebagai urutan nada-nada dengan pola jarak tertentu dan diakhiri dengan oktaf nada yang pertama. Umumnya orang mengenali scale malah sebagai Do re Mi Fa So La Si Do.

Monday, 6 October 2014

"AWAL BELAJAR IMPRO" - by: Michael Gunadi Widjaja, Staccato October 2014

"AWAL BELAJAR IMPRO"
by: Michael Gunadi Widjaja
Article Staccato, October 2014


UPAYA BELAJAR IMPROVISASI DALAM MUSIK JAZZ
Sebetulnya agak aneh ketika diistilahkan bahwa improvisasi dalam Musik Jazz akan diajarkan. Aneh karena improvisasi atau impro dalam Musik Jazz tidak pernah diajarkan dan ditutorialkan sebagaimana etude-etude dalam Musik Klasik. Jack Lesmana, macan Jazz Indonesia, pernah berkata begini: “Nada-nada dalam komposisi, dapat lahir dalam hitungan menit, jam, atau bahkan tahun. Namun nada-nada dalam improvisasi lahir hanya dalam seper sekian detik saja“ Ungkapan tersebut setidaknya menyiratkan pada kita, bahwa mestinya memang diperlukan sebuah upaya pembelajaran “yang tidak bisaa” dalam impro untuk Jazz. Keterkaitan antara ketrampilan dan kemampuan berimprovisasi dengan komposisi, secara sangat luar biasa, dikatakan oleh Igor Stravinsky sebagai “Komposisi adalah improvisasi yang terseleksi“

Pertanyaan yang paling mendasar adalah, Ok… jika memang demikian keadaannya, lalu darimana kita harus memulai belajar impro? Dunia kita sekarang dipenuhi dengan hiruk pikuk informasi yang dalam batas tertentu malahan sangat membingungkan. Nampaknya ada baiknya dan tentu tak ada ruginya jika kita mengacu pada “cara belajar” para legenda Jazz dunia. Terutama para legenda pada awal pertumbuhan dan perkembangan Musik Jazz. 

Wednesday, 6 February 2013

"Gimana Sih Caranya Biar Bisa Improvisasi?" - Artikel Staccato Februari 2013


“GIMANA SIH CARANYA 
BIAR BISA IMPROVISASI???”
Artikel Staccato Februari 2013 
Oleh: Michael Gunadi Widjaja


Improvisasi dapatlah dikatakan sebagai jiwa musik Jazz dan unsur spontanitas dalam improvisasi Jazz, adalah hal yang paling banyak diminati, sekaligus menarik perhatian. Terutama bagi siswa musik yang sedang hangat-hangatnya mencapai grade intermediate

Yang menjadikan unsur spontanitas dalam improvisasi menjadi menarik adalah kekaguman. Kekaguman terhadap,bagaimana mungkin lagu seperti BURUNG KAKATUA diolah dan dibelok-belok dengan tingkat virtuositas yang tinggi. 

Berbagai cara dan metode sebetulnya sudah diperkenalkan, ditelaah dan dikaji seputar cara berimprovisasi. Mark Levine misalnya. Dalam visi pengajarannya, Mark Levine menjadikan ranah improvisasi sebagai bidang telaah sebagaimana ilmu kontrapunkt dalam musik Klasik. Kemudian terdapat juga pengajaran dari para master Jazz, yang lebih menekankan pada kepekaan instingtif seputar rasa. Yang diperoleh dengan cara mendengar dan mendegarkan seaktif dan seinteraktif mungkin.


Hal yang nampaknya paling masuk akal dan pas untuk ditengarai lebih lanjut adalah “nasehat” dari Billy Taylor. Billy Taylor adalah pianis Jazz legendaris. Pada esensinya, nasehat Billy Taylor berbunyi begini: 

“Berimprovisasi sama halnya dengan mengemukakan gagasan dan pikiran kita 
dengan menggunakan kata-kata. 

Seorang improvisatoris Jazz yang baik adalah sama dengan seorang ahli pidato. 
Dia tidak hanya harus paham betul makna kata, 
tetapi harus juga paham betul dalam situasi yang bagaimanakah 
kata tersebut harus dimunculkan…. 

Demikian juga dengan nada-nada musikal yang dipergunakan dalam improvisasi”. 

Lebih lanjut, Billy Taylor mengemukakan tips, bagaimana secara praktis kita mengolah rasa dalam improvisasi. Tentang apa yang dapat dilakukan pada sebuah frase yang akan di improvisasi. 
  • Mengubah pola ritmik frase 
  • Mengubah harmoni 
  • Mengubah dan mengembangkan melodi 


Tentu saja dalam kenyataannya tidaklah semudah itu. Meski nasehat Billy Taylor tetap dapat dikatakan praktis, pas, dan masuk akal. Hal pertama yang harus dipahami jika akan memulai belajar improvisasi Jazz adalah skill level kita. Sangat disarankan agar setidaknya kita berada dalam grade 5 versi ABRSM. Logikanya begini: Jika kita sudah di grade 5, diandaikan semua hambatan teknis bermain instrument dapat dieksplor mandiri. Sebab bagaimanapun, improvisasi sangat menuntut teknik permainan instrument. 

Hal lainnya adalah kita mesti memiliki pemahaman tentang sejarah Jazz. Termasuk referensi permainan dan licks dari para master Jazz. Hal ini sama dengan ahli pidato yang harus membaca banyak buku agar muncul ide tentang apa yang harus dia katakan di depan khalayak. 

Pengetahuan seputar Harmoni dan Progressinya juga merupakan dasar belajar improvisasi Jazz. Agar tidak terlalu lama dan tidak bosan, kita bisa memulai hal yang sederhana, yakni pemahaman akan akor dasar: MAYOR, MINOR, DOMINANT, HALF-DIMINISHED. Dalam music Jazz, bentuk dasar akor semacam ini dikembangkan lagi.Misalnya dengan perluasan menjadi akor SEPTIM. Jadi misalnya kita bermain dalam kunci nada C, kita akan mendapati rangkaian akor sebagai berikut: 

CMaj7 - Dmin7  - Emin7 - FMaj7 - G7 - Amin7 - Bmin7(-5) - CMaj7 

Akord-akord tersebut bisa dibunyikan dalam 12 kunci nada, sambil kita cermati karakter bunyinya. 

Setelah kita akrab dengan bunyi dan karakter bunyi dari akor-akor septim dalam 12 kunci, kita akan mulai berlatih dengan progresi atau gerakan akor. Progresi yang paling terkenal adalah progresi II – V – I 
  • Untuk kunci nada C Mayor, kita dapati: Dmin7 - G7 - CMaj7 
  • Untuk kunci nada G Mayor, kita dapati: Amin7 - D7 - GMaj7 
  • dan seterusnya dalam 12 kunci nada. 
Persoalan kita sekarang adalah bagaimana mengisi melodi pada progresi akor kita. Bisa dilihat pada contoh yang telah saya siapkan: 



Jika kita perhatikan, melodi yang muncul tidaklah semuanya melulu hanya nada pembentuk akord CMaj7. Terdapat juga nada D-sharp dan D-flat dan bahkan F-sharp. Fungsi nada-nada tersebut adalah sebagai “jembatan” untuk memuluskan alur progresi, juga memperkuat sifat progresif akord tersebut. Misal akord CMaj7 dengan penambahan nada D akan menjadi CMaj7(9)


Sekarang mari kita cermati contoh berikut yang sudah saya persiapkan untuk Anda, sbb: 


Terlihat dalam contoh bahwa telah dibangun sebuah pola ritmik baru. Dalam hal ini saya mengacu pada penggunaan TRIPLET. Jika dicermati, nada-nada dalam contoh ke-2 adalah pengembangan saja dari contoh yang pertama. 

Dalam prakteknya tentu semua itu tidaklah sederhana. Namun setidaknya kita sekarang sedikit dibekali akan apa yang akan kita hadapi dan bagaimana sikap kita untuk dapat belajar improvisasi Jazz dengan pas.


Tuesday, 8 January 2013

JAZZ FORM ( Majalah STACCATO edisi Januari 2013 )


JAZZ FORM
by: Michael Gunadi Widjaja
Article STACCATO, January 2013



Indonesia pernah memiliki sebuah kelompok Jazz yang solid dan berkelas dunia.Kelompok ini menamakan dirinya INDONESIAN ALL STARS dan terdiri dari Bubi Chen (piano),Jack Lesmana (guitar),Benny Mustafa (drums),Yopie Chen (bass) dan Maryono (sax,flute).Pada dekade 60an kelompok ini berlaga di festival Jazz international di Jerman dan Belanda dengan diperkuat Tony Scott,seorang klarinetis kebangsaan Amerika.Waktu itu Indonesian All Stars membawakan lagu-lagu tradisional daerah Indonesia dengan arransemen yang merupakan fusi antara ragam music tradisi dan Jazz.Dunia saat itu terkesima.Kagum,bagaimana ILIR ILIR bisa bercampur padu dengan latin Jazz setelah sebelumnya thema dibunyikan secara gendhingan.Demikian juga JANGER BALI.Orang menjadi heran dan terkesima,bagaimana mungkin gamelan Bali bisa mix sempurna dengan Swing Jazz.Sukses ini dalam decade 90an diulang lagi oleh KARIMATA dengan bintang tamu Bob James,Lee Ritenour,Phil Perry.

Sukses Indonesia dengan menghadirkan Jazz Mix Culture,menyisakan sebuah pertanyaan menarik.Sebetulnya seperti apakah form atau bentuk sajian music Jazz?Apakah berbentuk baku,apakah berbentuk baku dengan variasi,atau apakah dapat bebas sebebas bebasnya.JIka memang bebas se bebas bebasnya,apa rambu-rambu panduannya?Karena jangan-jangan bisa saja topeng monyet + jaipong+ swing+ dang dut cabul disebut sebagai jazz.Yang jikapun hal demikian terjadi,tidaklah terlalu salah untuk tetap mengklaim sebagai sebuah sajian Jazz.




Namun demikian,orang membutuhkan sebuah pernyataan yang sedekat mungkin dengan sebuah batasan.Bagaimana atau apa sebetulnya JAZZ FORM itu.Dengan kata lain,perlu ada upaya pendeskripsian tentang forma atau bentuk sajian Jazz.Upaya ini meski tidak menarik dan dari segi dagang sama sekali tidak berguna,tetap penting bagi upaya mencari terobosan tanpa henti,pada ranah kreatif music Jazz itu sendiri.
Untuk member paparan tentang JAZZ FORM,kita akan bertolak dari improvisasi.Yang adalah jiwa dari Jazz.Lagu Misty dan Blusette dari Toots Thilemans adalah dua lagu yang paling dikehendaki musisi Jazz untuk di improvisasi.Karena alur melodi dan harmoninya banyak membuka “peluang” bagi pengembangan tematik melalui improvisasi.Pada awal perkembangannya,improvisasi dilakukan pada lagu pop,himne rohani dan melodi blues,juga lagu mars tradisionil.Awalnya,pemusik Jazz hanya memberi variasi saja pada bentuk lagu tersebut.Belakangan,kreatifitas improvisasi merambah juga pada perubahan struktur melodi dan struktur harmoni bentuk lagu.

Dalam era Swing lagu pop dan melodi Blues divariasikan dan pengembangannya ada sebagai bentuk solo atau berupa Riff.Pada tahun 40an era BE BOP mulai marak.Dalam era Be Bop ini melodi lagu pop dan Blues mulai diubah.Hanya progresi harmoninya saja yang dipertahankan sebagai kerangka improvisasi.Kemudian pada akhir sajian,biasanya melodi tampil sebagaimana bentuk aslinya (sebelum diubah).

Di tahun 1960an mulai muncul dan dikenal apa yang dinamakan sebagai JAZZ MODAL.Sajian Jazz yang menggunakan lebih dari satu tangga nada.Dalam Jazz Modal,bukan melodi pop yang diubah.Jazz Modal memakai struktur lagu pop.Jadi tidak lagi bermain dengan mengubah melodi lagu pop melainkan memakai Pop Form sebagai lanskapnya,

Sejak munculnya era Free Jazz dan Jazz Rock,format lagu pop sebagai bahan utama improvisasi mulai ditinggalkan.Bentuk improvisasi Free Jazz dan Jazz Rock malahan terkadanga sama sekali tak berkait dengan melodi pokok.

Sepertinya sedikit menarik mengamati Jazz Form sebagai sebuah pengembangan improvisasi.Para pemusik Jazz umumnya membagi thema yang akan diimprovisasi ke dalam unit-unit berdasarkan jumlah birama.Tiap unit dikenal sebagai TRADING.Jadi terdapat Trading Eight untuk delapan birama,trading four untuk empat birama dan seterusnya sampai hanya single trading alias cuma satu birama saja.Jadi jika misalnya disepakati memakai TRADING EIGHT maka yang terjadi adalah sax solo sepanjang 8 bars,kemudian gitar 8 bars dan bass,piano masing-masing 8 bars.Bisa berpatokan pada melodi asal atau sejak era Free jazz bisa sama sekali tak ada kaitan dengan melodi pokok/asal.

Dalam perkembangannya,music jazz mencatat nama-nama yang merupakan penemu dan juga pengembang Jazz Form.Mereka adalah : Duke Ellington,Sun Ra,John Coltrane,Miles Davis,Charles Mingus dan Anthony Braxton.

Untuk lebih memperjelas persepsi kita tentang Jazz Form ada baiknya kita tilik sejenak bagaimana lagu Pop dapat menyemburatkan pengaruh dalam bentuk music Jazz.Terlebih dahulu perlu diberi penekanan dalam tulisan ini,bahwa music Pop yang dimaksud adalah music Pop did an dari Amerika.Negara yang merupakan cikal bakal lahirnya Jazz.Pada awal abad 20,thema music Pop di Amerika sangatlah luas.Mulai dari lagu ulang tahun anak-anak,lagu percintaan,lagu tentang Tuhan,lagu tentang keindahan alam,sampai dengan ocehan pemabuk.Di kemudian hari,lagu Pop sangat didominasi oleh lagu-lagu bertema cinta.Antara tahun 1920 hingga tahun 1940 lirik bukan lagi merupakan hal utama dalam music Pop.dalam situasi seperti inlah kemudian Jazz seakan menawarkan “napas baru” dalam semesta music Pop.Sebuah napas baru yang member variasi pada melodi,yang seolah mempercantik kembali nuansa Pop yang mulai lekang dan nyaris pudar oleh trend masyarakat saat itu.

Bentuk jazz atau jazz Form pada masa awal perkembangan jazz,juga didominasi oleh pengaruh Blues.Blues dapatlah dikatakan sebagai music Afro-American.Perdebatan sengit terjadi berkaitan dengan bagian manakah dari Africa yang dapat ditengarai sebagai “ibu” dari music Blues.Bukti penelusuran musikologis menunjukkan bahwa daerah SUDAN adalah daerah yang memberikan kontribusi sangat besar bagi perkembangan music Blues.Perkembangan music Blues dapatlah dikatakan bernasib sama dengan music Pop.Sama-sama mengalami DEVOLUSI.Alias semakin lama bentuk atau form nya semakin sederhana dan semakin bersahaja.Terlepas dari devolusi yang menyertai perkembangannya,satu elemen Blues yang sangat besar pengaruhnya dalam Jazz Form adalah titi laras blues itu sendiri.Titi laras dalam Blues dikenal sebagai BLUE NOTE dan dalam esensinya Blue note tidak memiliki certain pitch atau tala standar baku.Sama seperti konsep titi laras pada music tradisional termasuk gendhing dalam gamelan Jawa.

Secara khusus perlu dikedepankan suatu kenyataan,bahwa sebetulnya telah lama Jazz Form mengikuti bentuk music Blues.dalam hal ini adalah 12 Bars Blues,yang berisi 3 frase dalam tiap 4 birama.Frase-frase dalam Blues berinteraksi berupa Asking and Answering Phrase.Atau frase tanya dan jawab.Perkembangan progresi harmoni Blues juga merupakan varian dari progresi harmoni Blues tradisional yang menggunakan pola progresi :

I7   IV7   I7   V7  (IV7)   I7

Dalam Blue Note,secara khusus oleh beberapa pemusik Jazz,dikedepankan pula Tangga nada Blues atau Blues Scale.Banyak interpretasi di seputar tangga nada Blues.Ada yang menganggap bahwa Blues Scale adalah pentatonic Scale,dan ada pula yang menyatakan bahwa cirri dan jiwa dari Blues scale adalah adanya “bending” notes yang memberikan warna “bluesy” atau ratapan.

Bentuk pengembangan dari Jazz Form adalah apa yang dikenal orang sebagai Jam Session.Sebetulnya jam session adalah penerapan semua Jazz Form secara sangat informal atau tidak resmi.Kegiatan Jam Session atau jamming pada masa awal perkembangan Jazz kerap kali dilakukan.terutama di kalangan pencinta Jazz setelah jam kerja rutin mereka berakhir.Yang terjadi dalam Jam Session sebetulnya adalah kulminasi dari kreatifitas dalam ranah informal.Dalam Jam Session para peserta terlebih dahulu menyepakati materi dasarnya.Bisa berupa lagu atau hanya rangkaian progresi akord yang sangat lazim dan wajib diketahui oleh orang yang ingin main Jazz.Kemudian tiap-tiap peserta berimprovisasi,saling menunjukkan jati diri dan juga sekaligus membuka dan menjalin dialog dengan pemusik lainnya.Jam Session mencapai masa keemasan ketika Norman Grans Jazz mengusung Jam Session dalam The Philharmonic dan membawanya keliling dunia.

Jika ditilik secara lebih khusus dan mendalam,dalam hubungannya dengan BENTUK DAN ANALISA atau FORM AND ANALYSIS,Jazz Form termasuk bentuk lagu yang sangat sederhana.Jazz Form lazim lahir dalam bentuk : 

·         AABA.Umumnya memiliki panjang 32 Bars.Bagian B disebut “Bridge” dan seringkali sangat kontras dengan bagian A.
·         ABAC. Bentuk ini bisa terdiri dari 16 Bars,32 Bars atau 64 Bars

Pengetahuan seputar Jazz Form adakalanya bisa menjadi bekal untuk dapat mengeksplorasi Jazz itu sendiri.Bermain jazz sangat bergantung pada Passion.dan passion hanya dapat tercapai jika kita memiliki pengetahuan tentang jazz.Dan pengetahuan tentang jazz dapat diawali dengan menelaah bentuk sajiannya.

Michael Gunadi Widjaja