ELEMEN UTAMA MUSIK JAZZ
Oleh: Michael Gunadi Widjaja
Artikel STACCATO, edisi November 2012
George Gershwin, seorang komposer
legendaris,
dalam sebuah quote mengatakan:
dalam sebuah quote mengatakan:
“JAZZ IS LIKE
A LIFE. SOMETIMES WE NEED TO IMPROVISE.”
Membaca quote
Gershwin tersebut beberapa orang mungkin akan menjadi kebakaran jenggot dan
berkata begini: "eh, hidup gue tuh
tertib ya, terencana, nggak ada tuh hidup improvisasi". It’s ok dan
sah sah saja apapun pendapatnya. Karena esensi dan substansinya bukan terletak
di situ. Quote Gershwin menegaskan
pada kita bahwa dalam batas tertentu Jazz bukan lagi sekedar genre musik, Jazz juga adalah life style dan bahkan Jazz adalah aroma
dan nuansa kehidupan itu sendiri. Untuk itulah, meski mungkin sangat tak ada
gunanya, nggak rugi-rugi amat jika kita sedikit meluangkan waktu menatap elemen-elemen
utama dalam Jazz.
INSTRUMENTASI MUSIK JAZZ
Elemen utama yang sangat krusial adalah INSTRUMENTASI-nya. Hampir semua instrumen yang dikenal dalam
peradaban manusia, sudah dipergunakan dalam Jazz. Dalam napak tilasnya, memang
ada instrumen yang kemudian menjadi uzur dan tak lagi dipergunakan, contohnya
adalah banjo. Pada dekade 1930-an, banjo mulai jarang ditemui dalam ensemble
Jazz. Perannya digantikan oleh gitar, karena sejak dekade tersebut lanskap
komposisi Jazz mulai membutuhkan akord yang lebih kompleks dan bunyi yang lebih
eksploratif nuansanya. Instrumen tuba mengalami pasang surut dalam
keberadaannya. Awalnya tuba adalah seksi ritme. Sekitar tahun 1920-an tuba
digantikan oleh bass yang sifatnya lebih luwes dimainkan. Pada dekade 70-an tuba
muncul kembali dengan peran sebagai pembawa melodi. Sebetulnya klarinet sempat
menjadi primadona terutama saat Benny
Goodman sedang naik daun, namun kemudian klarinet tak pernah lagi
dipergunakan.
Popularitas instrumen dalam ensemble Jazz masih didominasi
oleh saxophone, terompet, bass, gitar, dan tentu saja piano. Instrumen-instrumen
tersebut memang sejak awalnya sudah mengawal Jazz dengan sangat setia. Dewasa
ini mulai populer juga format Jazz Piano Ensemble, seperti karya dari Mike Cornick. Secara nyata dan bagus
format ensemble piano ini dibawakan Jelia Megawati Heru, Mery Kasiman dan
Yoseph Sitompul dalam konser Pianolicious Moment di Istituto Italiano – Minggu,
7 Oktober 2012. Kecenderungan lain dalam instrumen sebagai elemen utama Jazz
adalah EKSPLORASI BUNYI. Jazz hari
ini mengeksplorasi juga bunyi sintesa dari synthesizer disamping teteap
dipertahankannya ketebalan bunyi yang bersifat akustik.
HARMONI MUSIK JAZZ
Elemen utama yang kedua adalah HARMONI. Banyak orang menjadi bingung dan harus pusing dengan akor-akor
Jazz. Mereka bingung tentang bagaimana mungkin lagu “Burung Kakatua” diiringi
dengan akor yang disonan agak-agak fals
dan aduuuuuhhhhh.
Bicara soal harmoni
Jazz, ada baiknya kita senantiasa mengingat bahwa Jazz adalah sebuah genre musik yang sangat kenyal - lentur
dan empuk seperti layaknya bakpao. Karena kenyal inilah, maka Jazz dapat disusupi dan dikombinasikan dengan unsur
musik apapun - seperti bakpao yang bisa diisi daging ayam, kacang hijau, kacang
merah, bahkan selai nanas. Kekenyalan dalam lanskap kompositoris Jazz tentu
saja membawa konsekuensi. Konsekuensinya adalah bahwa harmoni Jazz harus mampu
mewarnai aneka genre musik. Untuk
itulah Jazz memiliki derivatif atau harmoni turunan.
Disamping "Black
Harmony" yang menjadi pakemnya.
Uniknya bahwa dalam mengolah harmoni, kebebasan individu diberi ruang yang
seluas-luasnya. Misalnya pada lagu “OVER THE RAINBOW”, setiap pemain Jazz bisa
membentuk nuansa harmoni tersendiri yang khas dan sangat personal. Tidak akan
pernah ada harmoni Jazz yang sama meski lagunya tetap sama. Berbeda dengan
musik Klasik. Sifat literer musik Klasik menjadikan adanya koridor baku dalam
ranah harmoninya.
Yang unik lagi adalah bahwa dalam harmoni Jazz, segalanya
dapat menjadi mungkin. Jadi jangan terkejut jika alur melodi memakai laras pentatonik
Jawa dan harmoninya adalah progressive
blues. Bicara dalam ranah harmoni Jazz semestinya menghantar kita sampai
pada tatanan pemaknaan, bahwa Jazz memberi sebuah coretan teladan dalam hidup.
Perbedaan bisa tetap dalam bingkai harmonis - tentu sejauh setiap unsurnya
memahami dan memiliki passion
terhadap kodratnya. Pesan semacam ini nampaknya aktuil dalam tatanan masyarakat
kita dewasa ini.
ELEMEN RITMIK DALAM MUSIK JAZZ
Ritme atau irama dalam Jazz merupakan elemen yang dapat
dikatakan sangat esensial. Jika kita merunut ritmik dalam Jazz, kita akan
sampai pada sebuah napak tilas. Napak tilas tentang fusi atau peleburan yang
bersumber dari ritmik musik tradisional, terutama yang berasal dari Afrika. Pada
format awal dari Jazz ensemble, instrumen musik bass masih memgang peranan
sebagai tesis pemberat. Sekaligus memainkan nada-nada yang menjadi dasar sebuah
akor. Hal semacam ini sebetulnya adalah main
frame dalam lanskap komposisi musik Klasik Eropa. Di era 20-an, pemain bass
bernama Pop Foster membuat gebrakan
dengan teknik mengetuk ketuk dawai bass sehingga menimbulkan efek perkusi. Teknik
ini sempat menghilang, namun muncul kembali setelah Jaco Pastorius membuat gebrakan yang mengguncang dunia dengan
teknik "funky thumb bass"
dengan bass elektrik.
DRUM SET
Sebuah revolusi dalam ritmik pada blantika musik Jazz, adalah
kehadiran DRUM SET. Drum set sendiri tidak jelas kapan mulai ditemukan dan
dipergunakan. Namun diyakini bahwa Drum set adalah salah satu kulminasi
eksplorasi orang Amerika terhadap ritmik. Dalam Jazz, drum set diperlakukan
sebagai sebuah entitas yang memiliki "jiwa". Jiwa tersebut adalah
imitasi sekaligus fusi dari instrumen ritmik tradisional.
Triangle dari Turki misalnya dan juga cymbal dari Cina. Sebetulnya imitasi semacam ini sudah dikerjakan oleh Wolfgang Amadeus Mozart dalam “Turkish March” yang sangat terkenal. Kala itu Mozart dengan terpesona mengimitasi kerincing dan genderang tentara Turki. Dalam Jazz modern, perkusi ritmik mendapat upaya eksplorasi yang luas. Eksplorasi ini berupa sistem tala pada perkusi. Sejatinya ini bukanlah sebuah konsep baru, melainkan sebuah revitalisasi konsep tala perkusi pada musik Afrika tradisional. Dalam musik tradisional Afrika, perkusi itu memiliki titi nadanya sendiri sehingga para penari dapat lebih intens dalam patokan gerakan.
Triangle dari Turki misalnya dan juga cymbal dari Cina. Sebetulnya imitasi semacam ini sudah dikerjakan oleh Wolfgang Amadeus Mozart dalam “Turkish March” yang sangat terkenal. Kala itu Mozart dengan terpesona mengimitasi kerincing dan genderang tentara Turki. Dalam Jazz modern, perkusi ritmik mendapat upaya eksplorasi yang luas. Eksplorasi ini berupa sistem tala pada perkusi. Sejatinya ini bukanlah sebuah konsep baru, melainkan sebuah revitalisasi konsep tala perkusi pada musik Afrika tradisional. Dalam musik tradisional Afrika, perkusi itu memiliki titi nadanya sendiri sehingga para penari dapat lebih intens dalam patokan gerakan.
ADDITIVE RHYTHM
Ciri lain yang cukup menonjol dalam ritme sebagai elemen
jazz adalah adanya konsep ritme adiktif. Dalam Jazz modern, misalnya dalam
konsep musik Miles Davis sering
dijumpai pola birama seperti: 3/4, 5/4, 6/4, 12/8 kemudian 4/4. Pola semacam
ini sebetulnya adalah pola ritmik adiktif dari musik tradisional Afrika dan juga
merupakan konsep RAGA pada musik India.
DOWNBEAT/UPBEAT
Yang menjadi memarik juga adalah cara pemusik Jazz memaknai
Tempo. Dalam tempo senantiasa ada DOWNBEAT atau hitungan berat (kuat) dan juga
arsis atau hitungan ringan. Pada Jazz downbeat
senantiasa ditandai dengan bass dan hal ini bisa dikatakan sama dengan musik
klasik Eropa pada umumnya. Yang unik adalah bahwa sejak era Swing tidak lagi
dikenal downbeat yang hanya pada ketukan pertama, melainkan semua ketukan
adalah downbeat. Inilah mengapa Swing sering disebut juga sebagai FOUR BEATS
JAZZ.
Berbicara tentang ritme dalam Jazz memang terasa seperti
membedah esensi Jazz itu sendiri. Tidak seperti musik Klasik, setiap pemain
Jazz memiliki patokan tempo yang khas dan personal. Dala musik Klasik ada
patokan bermacam-macam tempo untuk slow dan setiap patokan tersebut memiliki
skala. Setiap skala ini bisa diinterpretasikan berbeda, namun setidaknya dalam
musik Klasik, tempo adalah metrum dengan parameter terukur. Sementara pada Jazz
banyak terjadi anomali penafsiran tempo. Istilah DOUBLE TIME misalnya. Bukan
berarti pengiringnya (accompaniment) memainkan
tempo dua kali lebih cepat, melainkan part solo nya yang mengalirkan nada nada
dengan nilai not yang di-double,
sedangkan pengiringnya tetap saja steady.
Jika kita bertanya "siapa solis dalam ensemble Jazz itu
dan siapa yang menjadi seksi ritme nya?" Jawabannya adalah apapun bisa
menjadi seksi ritme dan apapun bisa menjadi solis - itulah Jazz. Beberapa
musikolog mensinyalir keadaan demikian sebagai sifat Jazz yang sangat
demokratis.
Dengan demikian quote Gershwin
pada awal artikel ini menjadi lebih pas dimaknai, bahwa Jazz adalah cerminan
kehidupan itu sendiri. Dalam kehidupan nyata, seorang dokter bisa saja menjadi
pemain piano atau bahkan di waktu yang sama menjadi penjual panci ajaib. Dalam Jazz
pun demikian. Jangan kaget jika dalam suatu sekuens aliran irama dipegang oleh
trumpet sementara drum berubah total menjadi sangat melodius.
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.