Showing posts with label instrumentation. Show all posts
Showing posts with label instrumentation. Show all posts

Sunday, 5 June 2022

Pukul Memukul Menghantam Layar - by: Michael Gunadi | Staccato, June 2022

PUKUL MEMUKUL
MENGHANTAM LAYAR
By: Michael Gunadi
Staccato, June 2022


ARTI PERKUSI

Ahh... Anda pasti kenal Percussion atau Perkusi. Arti Perkusi itu sendiri adalah memukul sebuah obyek. Memukul, bukan memukuli ya. Istilah perkusi sebetulnya tidak melulu digunakan pada alat musik. Dalam ranah kedokteran, saat seorang Dokter melakukan Tes Fisik Interna


l, ada juga teknik perkusi. Lazimnya adalah ketika seorang dokter, dengan teknik tertentu, memukul-mukul area sekitar perut dan mendengarkan bunyinya untuk memeriksa kelainannya. Dalam ranah musik, alat musik Perkusi, diberi batasan sebagai:  alat musik yang dibunyikan dengan cara dipukul atau digesek oleh pemukul. Dalam hal ini, termasuk  kerincingan yang dipukul, digesek atau digosok dengan tangan. Keluarga alat musik perkusi, diyakini termasuk instrumen musik tertua.

Dalam ranah musik, keluarga Perkusi, dapat digabung dan bergabung malahan dalam bentuk Orkestra. Bagian perkusi orkestra, paling sering berisi instrumen seperti timpani, snare drum, bass drum, simbal, segitiga/triangle dan rebana. Seringkali, dan ini sangat lazim, bagian atau seksi perkusi semacam itu, juga diisi oleh instrumen non-perkusi, seperti misalnya:  peluit dan sirene, atau cangkang keong yang ditiup. 

Sunday, 28 February 2021

Perempuan Perkasa di Balik Beethoven - by: Michael Gunadi | Staccato, March 2021

PEREMPUAN PERKASA 
DI BALIK BEETHOVEN
by: Michael Gunadi
Staccato, March 2021


Nama Nannette Streicher seakan terpinggirkan oleh kancah sejarah dunia. Namun, ia sebetulnya adalah salah satu pembuat dan pemilik pabrik keyboard terbaik di masanya.

Kisahnya diawali dengan sebuah dokumen dari sketsa original Piano Sonata karya Beethoven. Sketsa tersebut dimiliki oleh Museum dan Pustaka The Morgan. Pada bagian tepi, seorang penerbit dari Inggris, Vincent Novello menuliskan bahwa dokumen tersebut sampai kepadanya dari seorang sahabat dekat Beethoven yakni Nyonya Streicher.

Pada Desember 2020 kita semua, pencinta Musik Klasik memperingati 250 tahun kelahiran Beethoven. Namun sosok perempuan hebat seperti Nannette Streicher tetap tak dianggap dan terpinggirkan dalam ljalur lini masa napak tilas sejarah hidup Beethoven. Padahal dapat dikatakan, Nannette Streicher adalah seorang perempuan tangguh. Pengrajin keyboard/piano kelas wahid di zamannya. 

Friday, 1 January 2021

SECANGKIR TIPS MENGORKESTRASI (Bagian ke-2) - by: Michael Gunadi | Staccato, January 2021

SECANGKIR TIPS MENGORKESTRASI 
(Bagian ke-2)
by: Michael Gunadi Widjaja

Staccato, January 2021 



RESUME BAGIAN PERTAMA

Bagi yang tidak sempat mengikuti bagian ke-1, berikut adalah resumenya: 

 

Semesta pembicaraan kita adalah mengorkestrasi

  • Perbedaan antara mengaransir dan mengaransemen
  • Menentukan keperluan orkestrasinya
  • Kemudian ukuran besar orkestrasi, berkaitan dengan JENIS instrumennya
  • Bagaimana membuat ide musikal
  • Bagaimana membuat konsep musikal
  • Menentukan jalur bunyinya
  • Menentukan berapa instrumen dalam tiap jalur bunyi
  • Pengelompokkan instrumen berdasar warna bunyinya
  • Secara sederhana, ini adalah pekerjaan BALANCE AND BLENDING

Monday, 30 November 2020

SECANGKIR ORKESTRA (Part 1) - by: Michael Gunadi | Staccato, December 2020

SECANGKIR ORKESTRA 
(Bagian ke-1)
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, December 2020


Tentu saja tips yang tersaji, tidak detail. Ibarat hanya secangkir. Bukan segelas. Bukan semangkuk ataupun sebelanga. Namun, bagai kopi, harapannya agar tips secangkir ini setidaknya bisa menyisakan aroma dan rasa untuk dicecap dalam membuat orkestrasi. Tips ini kiranya menyehatkan bagi siapa saja yang bekerja ataupun bergemar membuat orkestrasi untuk musik. Dan, mohon jangan dibayangkan bahwa orkestrasi itu selalu harus berurusan dengan orkestra besar. Virtual studio juga menganut prinsip yang sama. Demikian pula dengan sekedar memberi nuansa bagi sepotong melodi. 

 

APA ITU ORKESTRA?

Orkestra, sebetulnya adalah sebuah ensembles akbar. Secara musikal, orkestra bisa melakukan apapun. Dan jelas, orkestra mampu menampung segala jenis imaji, fantasi, dan luapan emosi. Tantangan terbesar membuat orkestrasi, terutama bagi Anda yang memgorkestrasi secara virtual, adalah bagaimana menjadikan orkestra tersebut berbunyi sebagai lazimnya sebuah orkestra besar yang representatif. 

 

APA BEDA MENGARANSEMEN & MENGORKESTRASI?

Kita akan masuk dengan menelaah satu pertanyaan yang acapkali dilontarkan, yakni apa beda mengaransir atau mengaransemen dengan mengorkestrasi. Mengaransir atau pekerjaan mengaransemen (arrangement field) selalu bertolak dari karya asli. Kemudian diadaptasi dan dikembangkan. Hasilnya bisa berupa dipergunakannya instrumen yang berbeda dengan musik aslinya, atau juga pengolahan vokal, membuat susunan dan progresi akor baru, menambahkan beberapa bagian, melakukan modulasi sampai dengan memparafrasekan. Parafrase itu ya memainkan dengan gaya yang berbeda. 

Saturday, 31 October 2020

OVERTONE - by: Michael Gunadi | Staccato, November 2020

“OVERTONE”
by: Michael Gunadi
Staccato, November 2020


 

GELOMBANG

Artikel kali ini adalah tentang “GELOMBANG”, yakni fisika bunyi. Eitsssss…. Kok langsung mrengut gitu sich? Don’t worry. Keep on reading. Enjoy your stuff and keep reading! Pembahasannya diupayakan akan sangat sederhana, seperti kindergarten, gampang dimengerti dan yang jelas gak bikin kepala Anda nyut nyutan. Baik, kita mulai yach.

 

Jika Anda ditanya, apa sih sebetulnya yang membedakan bunyi biolin dengan trumpet. Bunyi piano dengan gitar. Bunyi cello dengan klarinet. Sebagian dari Anda pasti akan langsung berpikir. Ini Mas nya sudah kelamaan social distancing jadi stress nih. Ya jelas beda lah bunyinya. Lha bentuknya saja beda. Sumber penghasil bunyinya beda. Biolin digesek. Piano dipukul, ups ditekan. Gitar dipetik. Klarinet, Trumpet ditiup. Ok ok ok…. Ya deh… yaaaaa…. 

 

TIMBRE

Sekarang jika keadaannya, misalnya seperti ini: Kok piano si A dan si B merk sama bunyinya beda ya. Yang A punya lebih renyah gitu lho (emangnya krupuk?!..Prrrrt ). Atau kok gitar si Austin bunyinya lebih tebal dari gitarnya Pungki ya, padahal merk dan tipe nya sama. Jadi apa yang menyebabkan telinga dan otak kita mengenali karakter bunyi yang berbeda-beda? Jawabannya adalah TIMBRE atau warna bunyi. 

Saturday, 9 February 2019

"G" for Gamelan & Godowsky - by: Michael Gunadi (Staccato, February 2019)

“G” for GAMELAN & GODOWSKY
By: Michael Gunadi
(Staccato, February 2019)

  
EAST MEET WEST
Sudah terlalu banyak ulasan dan kupasan tentang pengaruh Gamelan terhadap musik budaya Eropa. Kupasannya seringkali dipertautkan dengan upaya EAST MEET WEST. Timur bertemu dengan Barat. Bagus saja sebagai sebuah ungkapan adanya persamaan. Setidaknya ada hal “sama“ yang bisa saling bertaut. Untuk menunjukkan bahwa ras umat manusia bisa bersatu dengan penuh toleran. 

Yang menjadi pertanyaan adalah: Apakah gagasan East Meet West melalui seni bunyi, masih relevan untuk diperbincangkan di era sekarang? Mengingat konstelasi sosial dan budaya semesta sudah sedemikian rumitnya. Orang bisa berdebat tentang hal ini. 

Namun ada satu hal yang selalu tersemburat. Bahwa apapun konstelasi sosio-kulturalnya, umat manusia di dunia ini mutlak perlu disadarkan terus menerus. Bahwa budaya adalah hasil kulminasi upaya manusia sebagai ciptaan YANG MAHA KUASA. 

Tidak elok jika budaya, termasuk musik, menjadi ranah hegemoni. Musik adalah ranah persatuan dalam toleransi. Hal ini mutlak didengang-dengungkan terus-menerus, agar umat manusia semesta setidaknya masih punya kesadaran. Bahwa melalui budaya, manusia adalah makhluk estetis ciptaan Sang Ilahi.

Tuesday, 8 January 2019

MARRIAGE OF GAMELAN - by: Michael Gunadi (Staccato, January 2018)

MARRIAGE OF GAMELAN
By: Michael Gunadi
Staccato, January 2019


EAST MEET WEST
Hah? Gamelan menikah? Ma sapa? Judul nya memang agak lebay dan bombastis. Maklum lah, jaman now cicak jatuh saja di tafsir macam-macam. Sebetulnya sudah sejak lama Gamelan dipersandingkan. Dipersandingkan dalam sebuah konsepsi dan konteks EAST MEET WEST. Timur ketemu Barat. Hasil persandingan itu ternyata bermacam-macam. Ada kalanya Gamelan benar-benar dinikahkan dan ternikahkan. Bisa juga Gamelan hanya kawin saja. Pun bisa juga Gamelan bermesraan terus-menerus tanpa nikah dan kawin.

Kita tentu belum lupa. Sejak Tahun 80-an marak lagu Pop dan Dangdut yang bernuansa Gamelan. Seringkali, Gamelan nya hanya berupa KITSCH atau sekedar tempelan yang dilebay-lebay kan. Ada juga hasil karya Gamelan sebagaimana olahan komposisi dari Debussy, Ravel,dan Godowsky. Idiom dan lanskap serta Filosofi Gamelan yang dipakai. Sedangkan nuansa dan impressi bunyi Gamelan sama sekali tersamar. 

Ada juga yang seperti Lou Harrison. Gamelan diberi identitas yang sama sekali baru. Jodi Diamond dengan kelompok Gamelan The Son Of Lion USA, yang membuat Gamelan sebagai sebuah wahana tonal dalam kancah kontemporer pada jamannya. Jangan lupa juga Almarhum Jack Body dengan kelompok Gamelan Padhang Moncar dari Selandia Baru. Padhang Moncar menampilkan Gendhing Kreasi. Baru namun tetap bergelantungan pada akar tradisinya.

Wednesday, 1 August 2018

VARIASI - by: Michael Gunadi (Staccato, August 2018)

“VARIASI”
by: Michael Gunadi
Staccato, August 2018


RUTINITAS YANG MONOTON
Musik adalah CERMIN KEHIDUPAN. Bahkan musik adalah rona dari kehidupan itu sendiri. Sebagaimana kehidupan, musik tak pernah statis. Karena dinamika itu adalah esensi dari kehidupan. Hidup memang bisa saja monoton, menjenuhkan dan membosankan. Begitu juga dengan musik. Musik bisa saja tersaji secara begitu begitu saja. Materinya itu-itu saja. Teknik komposinya selalu cara yang itu-itu doang. 

Lagi-lagi, sebagaimana kehidupan, musik bisa mengandaikan variasi. Orang berangkat ke kantor tiap pagi berkendara mobil pribadi. Adakalanya ia merasa jenuh dan bosan. Ia berganti wahana menjadi motor, taxi, ojek, atau bisa juga Transjakarta. Tapi tujuannya tetap sama yakni PERGI KE KANTOR. Material utamanya juga sama yakni BERPINDAH DARI SATU TITIK KE TITIK LAIN DENGAN BERKENDARA. Begitu juga musik. Dan hakekat variasi yang muncul baik secara konseptual maupun secara spontan instingtif, selalu mengabdi pada tema sentralnya.


Wednesday, 28 February 2018

EROICA - by: Michael Gunadi (Staccato, March 2018)

EROICA
by: Michael Gunadi
(Staccato, March 2018)


SOSOK BEETHOVEN
Apa yang terlintas di benak Anda ketika mendengar nama BEETHOVEN? Bagi Anda yang hanya tahu sedikit tentang Musik Klasik, mungkin segera terlintas di benak Anda melodi “ODE TO JOY” yang sangat terkenal. Atau mungkin juga tema Sinfoni ke-5 nya yang mirip irama ketukan pintu.

Bagi Anda yang sama sekali tak kenal sosok Bethoven, rasanya anda perlu mendengar meski tak harus mendengarkan, karya musiknya. Agar anda ikut mencecap dan mencicip karya musik dari salah satu orang yang paling berpengaruh dalam perjalanan peradaban budaya umat manusia.

Bagi Anda yang bergelut dalam Musik Klasik, hampir pasti hal-hal berikut yang akan terlintas dibenak Anda: keras, kasar, temperamental, sakit tuli, miskin, dan selalu gagal dalam jalinan cinta. Sifat-sifat dan keadaan tadi memang seolah menjadi trade mark Beethoven.

BEETHOVEN'S SYMPHONY NO. 3 in E-flat Major (BBC Prom)
Conductor: Daniel Barenboim

IKON KEPAHLAWANAN
Ada satu lagi hal yang tidak adil jika tak dikemukakan. BEETHOVEN ADALAH IKON PERJUANGAN. IKON KEPAHLAWANAN dan bahkan sampai hari ini, Jerman masih mengadakan festival bertemakan sosok Beethoven sebagai bentuk perjuangan dan pahlawan kebudayaan.

Monday, 3 July 2017

ORKESTRASI - by: Michael Gunadi Widjaja (Staccato, July 2017)

“ORKESTRASI”
by: Michael Gunadi Widjaja
(Staccato, July 2017)


TERMINOLOGI ORKESTRASI & ORKES
Membaca kata ORKESTRASI, saya yakin bahwa benak para pembaca akan segera mengarah pada istilah ORKESTRA. Dan bagi yang belum akrab dengan Musik “Klasik”, yang terbayang adalah kata ORKES. Dan memang betul, orkestrasi adalah bagian tak terpisahkan dari orkestra dan orkes. Terminologi semacam ini menjadi penting untuk mengawali semestra pembicaraan kita. Mengingat ketiga kata tersebut dapat saling bertaut, berpadan, dan berinteraksi satu sama lain.

ORKESTRASI, lazimnya dimaknai sebagai seni menggubah musik untuk orkestra. Sedangkan ORKESTRA adalah sebuah ensembel akbar. Sering terjadi kerancuan di beberapa kalangan. Umumnya sebuah orkestra, lazim “harus” ada biolin, biola, cello, timpani, dan selazimnya. Anggapan demikian jelas tidak salah. Namun jika persepsi semacam itu yang disodorkan, hal tersebut hanyalah SALAH SATU jenis saja dari Orkestra. Yakni ORKESTRA KLASIK.


JENIS ORKESTRA
Masih ada jenis Orkestra lain. Misalnya JAZZ ORCHESTRA yang sama sekali tidak ada biolin dan biola. Juga ada POP ORCHESTRA yang ada tambahan perlengkapan BAND. Belum lagi ada orkestra yang jenisnya bertalian dengan ragam instrumen. Sebut saja WIND ORCHESTRA atau orkes angin alias orkes alat tiup (karena kegiatan meniup jelas mengeluarkan angin). Ada juga PERCUSSION ORCHESTRA, yang hanya terdiri dari instrument musik yang dipukul (bukan dipukuli ya).

Pengertian ORKES, sering malah dipertautkan dengan materi bunyi yang tradisional. Kita mengenal istilah ORKES GAMELAN, ORKES GONDANG BATAK, ORKES GAMBUS, ORKES MELAYU, dan ORKES SULING MINAHASA.

Saturday, 7 January 2017

MEMPERSANDINGKAN MUSIK BARAT DAN GAMELAN - by: Michael Gunadi (Staccato, January 2017)

“MEMPERSANDINGKAN MUSIK BARAT DAN GAMELAN”
by: Michael Gunadi Widjaja
(Staccato, January 2017)


Makalah ini pernah saya bawakan dalam pertemuan LIGA KOMPOSER ASIA PASIFIK di Selandia Baru pada 2002. Namun untuk artikel kali ini, tentu telah saya lakukan beberapa pengeditan dan penyesuaian selaras dan seirama dengan perkembangan zaman.

DEFINISI MUSIK BARAT
Ada satu hal penting yang saya rasa perlu di garisbawahi batasannya. Yang dimaksud dengan MUSIK BARAT adalah musik yang berkembang sesuai dengan periodisasi musik yang lazim ditengarai, jika orang membicarakan Musik Barat dalam akar budaya barat. Tujuan artikel ini bukan secara klise dan membosankan menelaah perbedaan dan peralian Gamelan dan Musik Barat. Melainkan sebagai seuntai telaah, agar jika ada yang ingin mempersandingkan Gamelan dan Musik Barat, dapat terjalin jalinan asmara yang memang benar-benar mesra.


SEKILAS MENGENAI GAMELAN
Budaya Musik Barat, dapatlah dikatakan sangat bangga dengan bentuk sajian ORKESTRA dan SENI OPERA. Sedangkan Gamelan, sebetulnya juga adalah kumpulan organum orkestra. Gamelan lazim terdiri dari perangkat Idiophone, kendang, seruling, dan acapkali pula dalam sebuah orkes gamelan lengkap, disertai alat musik berdawai seperti rebab dan sither.

Pemainnya bisa berupa ensembel, lazimnya 3 - 20 orang. Sebetulnya, Gamelan tidak hanya terdapat di Jawa saja. Kamboja memiliki orkes Gamelan. Thailand memiliki Gamelan. Vietnam, Burma juga memiliki orkes Gamelan. Di tanah air pun Gamelan dengan ragam berbeda dapat diumpai di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan juga Bali. Yang saya ketengahkan dalam artikel ini adalah Gamelan Jawa Tengah yang lazim dikenal sebagai Gamelan Jawa atau populer dengan sebutan GAMELAN saja.


Saturday, 10 December 2016

COLLABODIGI: KOLABORASI MUSIK DIGITAL - by: Michael Gunadi (Staccato, December 2016)

“COLLABODIGI: 
KOLABORASI MUSIK DIGITAL”
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, December 2016


SOLO DAN ENSEMBEL DALAM MUSIK
Sajian musik itu sangat beraneka ragam. Ada musik yang disajikan secara tunggal (solo). Ada yang main berdua, bertiga, berempat, dan terbentuklah ensembel. Ada juga yang main dengan jumlah pemain yang banyak, yang kemudian dikenal sebagai orkestra. Ada juga yang iseng dan karena energi kreatifnya luar biasa banyak, membuat sajian teatrikal interaktif. Bukan hanya pemain di panggung yang main musik, penontonnya juga diminta untuk main musik. Tentu dengan diberi pengarahan sederhana sebelumnya.

Selain ditilik dari jumlahnya, sajian musik juga memiliki keragaman ditilik dari alat atau piranti musiknya. Ada yang satu alat saja. Dua, tiga, empat alat, dan seterusnya sampai membentuk kesatuan organum yang lazim dikenal sebagai orkestra, simfoni, philharmoni, atau apapun itu namanya.

ENSEMBEL VS KOLABORASI MUSIK
Dengan demikian, kita pahami bahwa sebetulnya, sepanjang jalan peradabannya, manusia mengenal sajian musik sebagai sebuah wujud KERJASAMA. Bukan dalam artian kerja barengan, melainkan dengan tujuan yang sama. IDENTIFYING SAME MUSICAL GOAL ACHIEVEMENT. Begitu kata Professor saya semasa saya sekolah di negara kangguru. Kerjasama sedemikian itu, kemudian diistilahkan sebagai COLLABORATION ATAU DIINDONESIAKAN MENJADI KOLABORASI.

Monday, 3 October 2016

TAKE FIVE - by: Michael Gunadi (Staccato, October 2016)

“TAKE FIVE”
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, October 2016

PEMBAHARUAN DALAM MUSIK JAZZ
Popularitas Musik Jazz memang menurun drastis dalam satu dekade belakangan ini. Meski demikian, di beberapa negara di Amerika dan sebagian Asia, sekolah-sekolah umum tetap memasukkan Musik Jazz dalam pelajaran seni dan budaya. Di beberapa konservatori terkemuka, Jazz juga masih tetap diajarkan. Terutama dalam segi progresi harmoni dan keterampilan improvisasi.

Rupanya meski sudah terseok-seok dan sekarat, napak tilas Musik Jazz tidak pernah berhenti. Senantiasa menorehkan pesan dalam perjalanan peradaban manusia. Pesan yang diusung Musik Jazz adakalanya terasa usang. Karena peradaban modern sudah tak lagi bercumbu dengan kejamnya rasialisme dan kesenjangan sosial yang merajalela. Namun pesan yang diusung Musik Jazz dalam hal cultural enrichment atau pengayaan budaya, nampak akan tetap up to date untuk selang waktu yang lama.

Jazz dalam napak tilasnya memang menawarkan pembaharuan. Pembaharuan cara pandang sosio-kultural. Pembaharuan sikap dan mentalitas persamaan warna kulit. Dan jangan pernah dilupakan bahwa dalam esensinya, Jazz adalah mazhab yang anti kemapanan. Dalam arti senantiasa bersifat progresif untuk mengarah pada sesuatu yang lebih baik. Hal ini berlaku pula pada budaya yang senantiasa bersifat konservatif atau nyaris kolot. Mereka tak luput dari rambahan dan jamahan tangan Jazz. Untuk diperbaharui dalam ranah yang lebih membumi dalam esensi manusiawi.

TEPUK TANGAN - by: Michael Gunadi (Staccato, October 2016)

“TEPUK TANGAN”
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, October 2016

MAKNA TEPUK TANGAN
Tepuk tangan adalah peristiwa yang menjadi bagian dari gaya hidup seseorang. Tepuk tangan dalam esensinya, bukan saja monopoli para artis. Pengusaha, politisi, dan bahkan ibu rumah tangga pun sebetulnya tidak bisa terlepas dari hiruk pikuknya kegiatan ini. Tepuk tangan adalah satu bentuk kegiatan, yang nampaknya memiliki banyak sisi untuk dimaknai.

Bagi para seniman panggung, tepuk tangan adalah tanda kesuksesan pertunjukannya. Tepuk tangan adalah bagian dari gaya hidupnya. Gaya hidup yang direpresentasikan dalam sebuah imagi citra sebuah kesuksesan pertunjukan. Dan tepuk tangan adalah salah satu parameternya. 

Bagi penggemar olah raga, penggemar pertunjukan dan mereka yang sering menonton konser musik, tepuk tangan juga adalah bagian dari gaya hidupnya. Gaya hidup yang salah satu cerminannya adalah ungkapan rasa puas atas sesuatu yang telah dinikmatinya secara visual dan auditif. Para seminator, dan bahkan seorang Kepala Negara pun bisa saja menjadi akrab dengan tepuk tangan. Bagi mereka, tepuk tangan adalah bentuk respon apresiatif publik bagi pemaparan visinya.

Sunday, 7 August 2016

GITAR KLASIK: "SI KAYA YANG TERMISKINKAN" - by: Michael Gunadi Widjaja

GITAR KLASIK:
"SI KAYA YANG TERMISKINKAN"
by: Michael Gunadi Widjaja


PENGANTAR
Tulisan ini mengambil bentuk paparan dan sama sekali bukan berupa, dan tidak dimaksudkan sebagai kajian ilmiah. Meski beberapa data faktual disajikan, hal tersebut semata-mata adalah materi penunjang terhadap hal-hal yang bertalian dengan pokok paparan. Sifat paparan yang dipergunakan adalah telaah popular. Jadi dengan demikian, pembahasan tentang sejarah pun merupakan sebuah tinjauan popular dan sama sekali bukan penyampaian telaah historis.

Metode penalaran paparan, adakalanya menggunakan penalaran induktif. Hal ini berlaku bagi misalnya sebuah sajian fakta sejarah. Penalaran secara deduktif juga dipergunakan terutama ketika menyampaikan gagasan yang berdasar pada premis yang tentu secara subyektif telah terujikan. Penggunaan pustaka, baik buku maupun sumber dari internet, termasuk video, saya pergunakan sebagai materi pendukung metodologi penalaran. Itulah mengapa dalam paparan ini tidak saya pergunakan catatan kaki. Beberapa pustaka yang kiranya dapat menunjang penelaahan lebih lanjut, tetap saya cantumkan dalam daftar pustaka.

Tema pokok pemaparan adalah sebuah keterkaitan, baik secara masif, masif holistik maupun masif parsial dan parsial, pada Musik Klasik di tanah air dalam pertaliannya dengan seni, sejarah dan masyarakat. Penulis meletakkan inti pemaparan pada sebuah rangkai peristiwa yang menurut penulis, cukup unik dan dapat mewakili dengan layak tentang keadaan dan keberadaan Musik Klasik di tanah air, dalam rentang waktu dua sampai tiga tahun terakhir. Rangkai peristiwa tersebut menyatu pada GITAR KLASIK. Gitar Klasik dalam paduannya sebagai seni dan dalam ranah seni, Gitar Klasik dalam napak tilas keberadaannya di tanah air dan sosio-kultural masyarakat terhadap alat musik “Klasik” yang semestinya sangat memasyarakat, namun juga termarjinalkan.

Monday, 6 June 2016

NAPAK TILAS SEBUAH DAWAI GITAR - by: Michael Gunadi Widjaja (Staccato, June 2016)

"NAPAK TILAS 
SEBUAH DAWAI GITAR"
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, June 2016


GITAR KLASIK YANG DIPAKSA BERDAWAI METAL
Yang sebetulnya dikenal orang awam nan umum adalah, bahwa untuk gitar non elektrik, ada dua jenis. Yang dawai nya menggunakan nilon dan yang dawainya menggunakan kawat alias metal. Kalau kita bergaul dengan pemain-pemain gitar amatir, baik di kampung, kota kecil, atau bahkan di pinggiran kota besar, kerapkali dan acapkali terjadi hal konyol dan menggelikan seputar dawai gitar non elektrik.

Karena kocek tipis, nggak mau repot, seringkali terjadi gitar tipe klasik dipaksa dipasang dawai kawat atau metal. Ya tentu saja base bridge nya jadi peyot hancur. Tuning machine nya bengkok dan tentu juga merusak nuansa nya. Tapi anehnya, banyak dari para amatir tersebut berdalih, bahwa gitar klasik dipasang dawai metal adalah dalam rangka agar bunyinya gemerincing dan keras. Ironis, konyol, dan nampak bodoh. Namun jika kita mau jujur, kekonyolan semacam itu masih terjadi sampai detik saya mengetik artikel ini.



Wednesday, 6 January 2016

"GORENGAN GITAR" - by: Michael Gunadi Widjaja (Staccato, January 2016)

"GORENGAN GITAR"
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, January 2016



GITAR KLASIK: MURAH, TAPI TIDAK MURAHAN
Gitar klasik sering dianggap sebagai alat musik yang murah meriah. Tentu saja anggapan ini sangat benar, jika gitar klasik diperbandingkan dengan piano. Untuk piano upright dengan kelas “lumayan” orang harus mengeluarkan uang lebih dari 20 juta rupiah. Sedangkan untuk gitar klasik, hmmm… cukup dengan merogoh dompet 1 juta rupiah saja kita sudah dapat membawa pulang gitar klasik dengan mutu baik.

Meskipun demikian, sebetulnya persoalannya tidaklah sesederhana itu. Pada tingkat siswa, bisa jadi kebutuhan kita terakomodir dengan gitar seharga 1 sampai dengan 2 juta rupiah. Namun bagaimana jika kita telah belajar gitar klasik lebih dari dua tahun? Apakah kita masih bertahan dengan gitar pertama kita? Ada beberapa hal yang sudah saatnya dicermati di seputar instrumen gitar klasik. Tujuannya agar para siswa, para siswa lanjutan dan mahir serta para guru dan peminat gitar, paham secara obyektif. Bahwa sampai sejauh mana “nilai” material sebuah gitar klasik.



Tuesday, 6 October 2015

"JAZZ RASA INDONESIA" - by: Michael Gunadi Widjaja (Staccato, October 2015)

"JAZZ RASA INDONESIA"
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, October 2015


BUT FIRST, IT’S COFFEE TIME!
Terlebih dahulu saya awali paparan ini dengan sekelumit cerita tentang KOPI. Yang pertama kali mengenal biji kopi adalah orang-orang dari Ethiopia Afrika. Kemudian dengan berjalannya waktu dan peradaban manusia, kopi menjadi minuman olahan yang digemari di lebih dari 70 negara dan bangsa. Bukan saja digemari, kopi malahan sekarang ini menjadi salah satu ciri dari peradaban budaya suatu bangsa. 

Orang Italia sangat berbangga dengan seni kopi cappuccino. Orang Amerika sangat girang dengan gaya sajian kopi gaya Amerika atau lebih dikenal sebagai americano. Penduduk Jazirah Arab juga mendapat banyak perhatian dunia dengan produk kopi Arabica. Sementara Brazil dan Costa Rica tersenyum puas dengan kopi nya yang memiliki keasaman tinggi. 

Di Indonesia pun, ada beberapa sajian dan jenis biji kopi yang ditaruh respek banyak bangsa. Kopi Aceh dengan aroma rasa dan teknik penyajian yang khas. Papua yang rasa kopinya fruity serta Mandailing dan Gayo. Negara yang baru kelar berperang seperti Vietnam pun mereguk manfaat dengan cara penyajian kopi alla Vietnam dengan poci dan gelas plus filter yang menyatu.


JAZZ = KOPI
Jazz sepertinya identik dengan kopi. Berasal dari sebuah asimilasi kultur Afrika Eropa, Jazz berkembang menjadi salah satu bagian integral budaya musikal suatu bangsa. Orang mengenal Ahmad Jamal, pianis Jazz yang menawarkan Jazz rasa Timur Tengah. Antonio Carlos Jobim dan Luis Bonfa serta Mango Santamaria dengan Jazz rasa Latin Amerika Selatan. Makato Ozone yang membuat ramuan Jazz dengan etnik Jepang, serta masih banyak lagi. 

Saturday, 5 October 2013

"MISTERI BEDUG" by: Michael Gunadi Widjaja - Staccato October 2013

"MISTERI BEDUG"
by: Michael Gunadi Widjaja
Artikel Staccato (Oktober 2013)


Menyebut kata Bedug, segera tertaut dalam pikiran kita akan Adzan dan Idul Fitri. Dan memang bunyi bedug adalah pertanda waktu sembahyang bagi umat Islam dan bunyi bedug pun senantiasa menandai berakhirnya puasa Ramadhan dan dimulainya kemenangan manusia dalam fitrahnya. Pertautan bedug dan peribadatan agama Islam telah menapaki umur panjang. Berabad-abad bunyi bedug senantiasa menjadi tanda panggilan bagi umat manusia, khususnya umat Islam untuk melakukan peribadatan. Di lain sisi, bunyi bedug juga merupakan satu misteri yang layak untuk ditatap secara tajam. Menguak makna, mengais pesan, dan mempermenungkan sebuah hakekat.

 sumber: unstage

Thursday, 12 September 2013

"GENDHING PAK CHOKRO" - by: Michael Gunadi Widjaja

"GENDHING PAK CHOKRO"
by: Michael Gunadi Widjaja

source: 2bp blogspot

Sejak lama orang merasakan bahwa dunia setelah Perang Dunia II, berada dalam dikotomi. Sebuah tatanan yang mau tidak mau memunculkan dikotomi Superior dan Inferior. Superioritas memiliki tatanannya tersendiri dan kutub ini mengarah kepada negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat. Superioritas ini nampak nyata dalam sosio-kultural. Eropa dan Amerika begitu gencar dan fasih membuat trend gaya hidup dan popularitas budayanya. Di kutub yang lain, terdapat negara-negara seperti negara kita, yang masih dipeluk dan disetubuhi oleh kutub inferioritas - sebagai negara yang hanya terus menerus “sedang” berkembang, budayanya dikagumi, namun tetap kalah fasih berbicara di ajang dunia. Banyak faktor yang menyebabkan dikotomi semacam ini tetap berkembang. Muaranya berada pada kepedulian dan pencerahan pada diri kita sendiri untuk sampai pada suatu pemahaman bahwa kesejajaran, terutama dalam popularitas budaya, adalah hal yang harus diupayakan.

Nampaknya upaya untuk fasih membicarakan budaya sendiri pada ajang dunia, masih diliputi kabut keniscayaan. Masih harus menguak belantara yang menutup rasa cinta yang berwujud kepedulian terhadap budaya sendiri. Salah satu yang nampak nyata adalah yang terjadi pada ranah seni musik, khususnya Musik Tradisionil.

Tulisan ini dimaksudkan sebagai sekedar telaah. Terhadap fenomena yang telah dialami seni Musik Tradisional Jawa. Gagasan dan muaranya adalah dengan sejenak menatap fenomena sebuah contoh kesenian, merajut kepedulian dengan semburat pencerahan pemahaman sampai pada pengejawantahan laku bangga akan budaya sendiri - sebuah syarat pokok agar seni dan budaya kita lebih fasih berbicara di ajang dunia.