Showing posts with label Indonesian music. Show all posts
Showing posts with label Indonesian music. Show all posts

Wednesday, 1 January 2025

SEKELUMIT - by: Michael Gunadi | Staccato, January 2025

SEKELUMIT
By: Michael Gunadi
Staccato, January 2025


Jika bicara soal Gamelan dari sudut pandang musik barat, tentu yang terbersit dalam benak secara langsung adalah karya Claude Debussy, dan tentu Leopold Godowsky. Bagi yang piknik nya lumayan jauh, bisa menyebut karya Lou Harrison dan Collin McPhee. Bagi yang sering piknik bisa ditambah dengan Jody Diamond atau malahan Gamelan X (yang sekarang entah gimana nasibnya). Lalu mungkin ada yang berceloteh. Bagaimana dengan Pak Sumarsam? Beliau sudah malang melintang dan lintang pukang mengajar dan mempopulerkan Gamelan di USA. Terus bagaimana juga dengan Mas Rahayu Supanggah. Mas Otto Bima Sidharta. Hmmm. Ya kenapa dengan beliau-beliau itu. Beliau-beliau tersebut sudah moksa dalam keabadian karyanya. Secara ritual. Kompositoris maupun atma nya. Tulisan ini mau mengetengahkan pernik yang mungkin terlewat tentang Gamelan. Dipersandingkan dengan budaya musik barat karena pembaca majalah ini didominasi oleh kaum piano dan musik budaya barat.

 

Apa sih Gamelan itu? Orkestra nya Jawa. Seperangkat bebunyian yang terdiri dari piranti Idiofon, kendang, suling, terus terkadang ada juga alat musik berdawai semisal rebab, kecapi. Perangkat bebunyian ini bisa dimainkan antara 3 sampai 20-an manusia. Sejatinya, sejalan dengan napak tilas peradaban manusia, Gamelan juga memiliki sejarah napak tilas yang sangat panjang. Sebetulnya, Gamelan itu, bagi yang sempat mencermati ya, juga mengalami perkembangan. Banyak unsur-unsur budaya lain yang masuk dalam Gamelan. Sebut saja misalnya dari ragam budaya musik India, China, Persia, Eropa. Malahan sejak tahun 1990-an sudah ada karya komposisi Gamelan yang berbirama ¾ dan berirama Waltz. Tentu saja tak ketinggalan selusupan musik DangDut.

Monday, 1 April 2019

MUSIK DAN KEBANGGAAN BERBANGSA - by: Michael Gunadi (Staccato, April 2019)

“MUSIK DAN KEBANGGAAN BERBANGSA”
by: Michael Gunadi
(Staccato, April 2019)


FENOMENA MARS
Pernah ada suatu masa di Indonesia, dimana orang keranjingan lagu MARS. Organisasi politik bikin Mars. Kampus bikin Mars. Organisasi massa bikin Mars. Bahkan sampe RT dan kumpulan emak-emak bikin Mars. 

Kenapa orang bisa keranjingan Mars? 
Ada banyak jawaban. Tetapi pada esensinya, Mars membuat kumpulan orang menjadi memiliki energi. Energi untuk bergerak memenuhi dan mewujudkan cita-cita dan hasratnya. Sebetulnya bukan hanya MARS. Semua musik, apapun genre nya mampu memainkan peran demikian. Tentu sejauh digagas dan dikreasi sebagaimana layaknya. Menurut kepatutan dan tata norma masyarakatnya.


KESENIAN SEBAGAI WUJUD RASA BANGGA BERBANGSA
Kampanye Politik, dari mulai Presidential election sampai memilih lurah, tak pernah lepas dari musik. Partai Golkar di era mantan Presiden Soeharto, bahkan merilis beberapa seri rekaman. Isinya Lagu, musik dan sejenisnya. 

Hal demikian masih berlangsung sampai hari ini. Meski tentu saja formatnya berbeda. Sebagaimana Mars, musik dalam kumpulan organisasi, mampu memberi movement spirit. Semangat untuk bergerak. Bahasa kerennya berjuang. Dan, ini yang sangat penting, musik, apapun itu, memberi PRIDE ATAU RASA BANGGA.

Saturday, 9 February 2019

"G" for Gamelan & Godowsky - by: Michael Gunadi (Staccato, February 2019)

“G” for GAMELAN & GODOWSKY
By: Michael Gunadi
(Staccato, February 2019)

  
EAST MEET WEST
Sudah terlalu banyak ulasan dan kupasan tentang pengaruh Gamelan terhadap musik budaya Eropa. Kupasannya seringkali dipertautkan dengan upaya EAST MEET WEST. Timur bertemu dengan Barat. Bagus saja sebagai sebuah ungkapan adanya persamaan. Setidaknya ada hal “sama“ yang bisa saling bertaut. Untuk menunjukkan bahwa ras umat manusia bisa bersatu dengan penuh toleran. 

Yang menjadi pertanyaan adalah: Apakah gagasan East Meet West melalui seni bunyi, masih relevan untuk diperbincangkan di era sekarang? Mengingat konstelasi sosial dan budaya semesta sudah sedemikian rumitnya. Orang bisa berdebat tentang hal ini. 

Namun ada satu hal yang selalu tersemburat. Bahwa apapun konstelasi sosio-kulturalnya, umat manusia di dunia ini mutlak perlu disadarkan terus menerus. Bahwa budaya adalah hasil kulminasi upaya manusia sebagai ciptaan YANG MAHA KUASA. 

Tidak elok jika budaya, termasuk musik, menjadi ranah hegemoni. Musik adalah ranah persatuan dalam toleransi. Hal ini mutlak didengang-dengungkan terus-menerus, agar umat manusia semesta setidaknya masih punya kesadaran. Bahwa melalui budaya, manusia adalah makhluk estetis ciptaan Sang Ilahi.

Tuesday, 8 January 2019

MARRIAGE OF GAMELAN - by: Michael Gunadi (Staccato, January 2018)

MARRIAGE OF GAMELAN
By: Michael Gunadi
Staccato, January 2019


EAST MEET WEST
Hah? Gamelan menikah? Ma sapa? Judul nya memang agak lebay dan bombastis. Maklum lah, jaman now cicak jatuh saja di tafsir macam-macam. Sebetulnya sudah sejak lama Gamelan dipersandingkan. Dipersandingkan dalam sebuah konsepsi dan konteks EAST MEET WEST. Timur ketemu Barat. Hasil persandingan itu ternyata bermacam-macam. Ada kalanya Gamelan benar-benar dinikahkan dan ternikahkan. Bisa juga Gamelan hanya kawin saja. Pun bisa juga Gamelan bermesraan terus-menerus tanpa nikah dan kawin.

Kita tentu belum lupa. Sejak Tahun 80-an marak lagu Pop dan Dangdut yang bernuansa Gamelan. Seringkali, Gamelan nya hanya berupa KITSCH atau sekedar tempelan yang dilebay-lebay kan. Ada juga hasil karya Gamelan sebagaimana olahan komposisi dari Debussy, Ravel,dan Godowsky. Idiom dan lanskap serta Filosofi Gamelan yang dipakai. Sedangkan nuansa dan impressi bunyi Gamelan sama sekali tersamar. 

Ada juga yang seperti Lou Harrison. Gamelan diberi identitas yang sama sekali baru. Jodi Diamond dengan kelompok Gamelan The Son Of Lion USA, yang membuat Gamelan sebagai sebuah wahana tonal dalam kancah kontemporer pada jamannya. Jangan lupa juga Almarhum Jack Body dengan kelompok Gamelan Padhang Moncar dari Selandia Baru. Padhang Moncar menampilkan Gendhing Kreasi. Baru namun tetap bergelantungan pada akar tradisinya.

Saturday, 7 January 2017

MEMPERSANDINGKAN MUSIK BARAT DAN GAMELAN - by: Michael Gunadi (Staccato, January 2017)

“MEMPERSANDINGKAN MUSIK BARAT DAN GAMELAN”
by: Michael Gunadi Widjaja
(Staccato, January 2017)


Makalah ini pernah saya bawakan dalam pertemuan LIGA KOMPOSER ASIA PASIFIK di Selandia Baru pada 2002. Namun untuk artikel kali ini, tentu telah saya lakukan beberapa pengeditan dan penyesuaian selaras dan seirama dengan perkembangan zaman.

DEFINISI MUSIK BARAT
Ada satu hal penting yang saya rasa perlu di garisbawahi batasannya. Yang dimaksud dengan MUSIK BARAT adalah musik yang berkembang sesuai dengan periodisasi musik yang lazim ditengarai, jika orang membicarakan Musik Barat dalam akar budaya barat. Tujuan artikel ini bukan secara klise dan membosankan menelaah perbedaan dan peralian Gamelan dan Musik Barat. Melainkan sebagai seuntai telaah, agar jika ada yang ingin mempersandingkan Gamelan dan Musik Barat, dapat terjalin jalinan asmara yang memang benar-benar mesra.


SEKILAS MENGENAI GAMELAN
Budaya Musik Barat, dapatlah dikatakan sangat bangga dengan bentuk sajian ORKESTRA dan SENI OPERA. Sedangkan Gamelan, sebetulnya juga adalah kumpulan organum orkestra. Gamelan lazim terdiri dari perangkat Idiophone, kendang, seruling, dan acapkali pula dalam sebuah orkes gamelan lengkap, disertai alat musik berdawai seperti rebab dan sither.

Pemainnya bisa berupa ensembel, lazimnya 3 - 20 orang. Sebetulnya, Gamelan tidak hanya terdapat di Jawa saja. Kamboja memiliki orkes Gamelan. Thailand memiliki Gamelan. Vietnam, Burma juga memiliki orkes Gamelan. Di tanah air pun Gamelan dengan ragam berbeda dapat diumpai di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan juga Bali. Yang saya ketengahkan dalam artikel ini adalah Gamelan Jawa Tengah yang lazim dikenal sebagai Gamelan Jawa atau populer dengan sebutan GAMELAN saja.


Saturday, 10 December 2016

COLLABODIGI: KOLABORASI MUSIK DIGITAL - by: Michael Gunadi (Staccato, December 2016)

“COLLABODIGI: 
KOLABORASI MUSIK DIGITAL”
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, December 2016


SOLO DAN ENSEMBEL DALAM MUSIK
Sajian musik itu sangat beraneka ragam. Ada musik yang disajikan secara tunggal (solo). Ada yang main berdua, bertiga, berempat, dan terbentuklah ensembel. Ada juga yang main dengan jumlah pemain yang banyak, yang kemudian dikenal sebagai orkestra. Ada juga yang iseng dan karena energi kreatifnya luar biasa banyak, membuat sajian teatrikal interaktif. Bukan hanya pemain di panggung yang main musik, penontonnya juga diminta untuk main musik. Tentu dengan diberi pengarahan sederhana sebelumnya.

Selain ditilik dari jumlahnya, sajian musik juga memiliki keragaman ditilik dari alat atau piranti musiknya. Ada yang satu alat saja. Dua, tiga, empat alat, dan seterusnya sampai membentuk kesatuan organum yang lazim dikenal sebagai orkestra, simfoni, philharmoni, atau apapun itu namanya.

ENSEMBEL VS KOLABORASI MUSIK
Dengan demikian, kita pahami bahwa sebetulnya, sepanjang jalan peradabannya, manusia mengenal sajian musik sebagai sebuah wujud KERJASAMA. Bukan dalam artian kerja barengan, melainkan dengan tujuan yang sama. IDENTIFYING SAME MUSICAL GOAL ACHIEVEMENT. Begitu kata Professor saya semasa saya sekolah di negara kangguru. Kerjasama sedemikian itu, kemudian diistilahkan sebagai COLLABORATION ATAU DIINDONESIAKAN MENJADI KOLABORASI.

Sunday, 7 August 2016

GITAR KLASIK: "SI KAYA YANG TERMISKINKAN" - by: Michael Gunadi Widjaja

GITAR KLASIK:
"SI KAYA YANG TERMISKINKAN"
by: Michael Gunadi Widjaja


PENGANTAR
Tulisan ini mengambil bentuk paparan dan sama sekali bukan berupa, dan tidak dimaksudkan sebagai kajian ilmiah. Meski beberapa data faktual disajikan, hal tersebut semata-mata adalah materi penunjang terhadap hal-hal yang bertalian dengan pokok paparan. Sifat paparan yang dipergunakan adalah telaah popular. Jadi dengan demikian, pembahasan tentang sejarah pun merupakan sebuah tinjauan popular dan sama sekali bukan penyampaian telaah historis.

Metode penalaran paparan, adakalanya menggunakan penalaran induktif. Hal ini berlaku bagi misalnya sebuah sajian fakta sejarah. Penalaran secara deduktif juga dipergunakan terutama ketika menyampaikan gagasan yang berdasar pada premis yang tentu secara subyektif telah terujikan. Penggunaan pustaka, baik buku maupun sumber dari internet, termasuk video, saya pergunakan sebagai materi pendukung metodologi penalaran. Itulah mengapa dalam paparan ini tidak saya pergunakan catatan kaki. Beberapa pustaka yang kiranya dapat menunjang penelaahan lebih lanjut, tetap saya cantumkan dalam daftar pustaka.

Tema pokok pemaparan adalah sebuah keterkaitan, baik secara masif, masif holistik maupun masif parsial dan parsial, pada Musik Klasik di tanah air dalam pertaliannya dengan seni, sejarah dan masyarakat. Penulis meletakkan inti pemaparan pada sebuah rangkai peristiwa yang menurut penulis, cukup unik dan dapat mewakili dengan layak tentang keadaan dan keberadaan Musik Klasik di tanah air, dalam rentang waktu dua sampai tiga tahun terakhir. Rangkai peristiwa tersebut menyatu pada GITAR KLASIK. Gitar Klasik dalam paduannya sebagai seni dan dalam ranah seni, Gitar Klasik dalam napak tilas keberadaannya di tanah air dan sosio-kultural masyarakat terhadap alat musik “Klasik” yang semestinya sangat memasyarakat, namun juga termarjinalkan.

Thursday, 7 April 2016

GITAR KLASIK DI FLS2N - by: Michael Gunadi Widjaja

"GITAR KLASIK DI FLS2N"
by: Michael Gunadi Widjaja


APA ITU FLS2N?
FLS2N adalah FESTIVAL DAN LOMBA SENI SISWA NASIONAL. Sebagai penyelenggara adalah KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH serta DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH. Ini adalah sebuah acara lomba seni bertaraf nasional dan resmi diadakan, diurus, dan diatur oleh Pemerintah Pusat. Pelaksanaannya pada bulan April 2016. Untuk tingkat SD, SMP, SMA, termasuk kejuruan. Dimulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, dan kota, karesidenan, propinsi, dan nasional. Final tingkat nasional senantiasa diadakan bergilir di ibu kota Propinsi. Sesuai dengan data, final FLS2N berlangsung dengan sangat bagus sebagaimana layaknya pertunjukan seni berkelas internasional - mulai dari tata panggung sampai administrasi manajemen pelaksanaannya.

Pada tahun 2016 ini, FLS2N mencamtumkan satu mata lomba seni yakni GITAR KLASIK. Menjadi menarik untuk mencoba menarik benang merah pemaknaan peristiwa ini. Sebagai sebuah penelaahan diri sekaligus permenungan. Tujuannya agar di masa mendatang pelaksanaan acara semacam ini dapat diselenggarakan dengan lebih layak lagi.

Tuesday, 6 October 2015

"JAZZ RASA INDONESIA" - by: Michael Gunadi Widjaja (Staccato, October 2015)

"JAZZ RASA INDONESIA"
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, October 2015


BUT FIRST, IT’S COFFEE TIME!
Terlebih dahulu saya awali paparan ini dengan sekelumit cerita tentang KOPI. Yang pertama kali mengenal biji kopi adalah orang-orang dari Ethiopia Afrika. Kemudian dengan berjalannya waktu dan peradaban manusia, kopi menjadi minuman olahan yang digemari di lebih dari 70 negara dan bangsa. Bukan saja digemari, kopi malahan sekarang ini menjadi salah satu ciri dari peradaban budaya suatu bangsa. 

Orang Italia sangat berbangga dengan seni kopi cappuccino. Orang Amerika sangat girang dengan gaya sajian kopi gaya Amerika atau lebih dikenal sebagai americano. Penduduk Jazirah Arab juga mendapat banyak perhatian dunia dengan produk kopi Arabica. Sementara Brazil dan Costa Rica tersenyum puas dengan kopi nya yang memiliki keasaman tinggi. 

Di Indonesia pun, ada beberapa sajian dan jenis biji kopi yang ditaruh respek banyak bangsa. Kopi Aceh dengan aroma rasa dan teknik penyajian yang khas. Papua yang rasa kopinya fruity serta Mandailing dan Gayo. Negara yang baru kelar berperang seperti Vietnam pun mereguk manfaat dengan cara penyajian kopi alla Vietnam dengan poci dan gelas plus filter yang menyatu.


JAZZ = KOPI
Jazz sepertinya identik dengan kopi. Berasal dari sebuah asimilasi kultur Afrika Eropa, Jazz berkembang menjadi salah satu bagian integral budaya musikal suatu bangsa. Orang mengenal Ahmad Jamal, pianis Jazz yang menawarkan Jazz rasa Timur Tengah. Antonio Carlos Jobim dan Luis Bonfa serta Mango Santamaria dengan Jazz rasa Latin Amerika Selatan. Makato Ozone yang membuat ramuan Jazz dengan etnik Jepang, serta masih banyak lagi. 

Saturday, 5 October 2013

"MISTERI BEDUG" by: Michael Gunadi Widjaja - Staccato October 2013

"MISTERI BEDUG"
by: Michael Gunadi Widjaja
Artikel Staccato (Oktober 2013)


Menyebut kata Bedug, segera tertaut dalam pikiran kita akan Adzan dan Idul Fitri. Dan memang bunyi bedug adalah pertanda waktu sembahyang bagi umat Islam dan bunyi bedug pun senantiasa menandai berakhirnya puasa Ramadhan dan dimulainya kemenangan manusia dalam fitrahnya. Pertautan bedug dan peribadatan agama Islam telah menapaki umur panjang. Berabad-abad bunyi bedug senantiasa menjadi tanda panggilan bagi umat manusia, khususnya umat Islam untuk melakukan peribadatan. Di lain sisi, bunyi bedug juga merupakan satu misteri yang layak untuk ditatap secara tajam. Menguak makna, mengais pesan, dan mempermenungkan sebuah hakekat.

 sumber: unstage

Thursday, 12 September 2013

"GENDHING PAK CHOKRO" - by: Michael Gunadi Widjaja

"GENDHING PAK CHOKRO"
by: Michael Gunadi Widjaja

source: 2bp blogspot

Sejak lama orang merasakan bahwa dunia setelah Perang Dunia II, berada dalam dikotomi. Sebuah tatanan yang mau tidak mau memunculkan dikotomi Superior dan Inferior. Superioritas memiliki tatanannya tersendiri dan kutub ini mengarah kepada negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat. Superioritas ini nampak nyata dalam sosio-kultural. Eropa dan Amerika begitu gencar dan fasih membuat trend gaya hidup dan popularitas budayanya. Di kutub yang lain, terdapat negara-negara seperti negara kita, yang masih dipeluk dan disetubuhi oleh kutub inferioritas - sebagai negara yang hanya terus menerus “sedang” berkembang, budayanya dikagumi, namun tetap kalah fasih berbicara di ajang dunia. Banyak faktor yang menyebabkan dikotomi semacam ini tetap berkembang. Muaranya berada pada kepedulian dan pencerahan pada diri kita sendiri untuk sampai pada suatu pemahaman bahwa kesejajaran, terutama dalam popularitas budaya, adalah hal yang harus diupayakan.

Nampaknya upaya untuk fasih membicarakan budaya sendiri pada ajang dunia, masih diliputi kabut keniscayaan. Masih harus menguak belantara yang menutup rasa cinta yang berwujud kepedulian terhadap budaya sendiri. Salah satu yang nampak nyata adalah yang terjadi pada ranah seni musik, khususnya Musik Tradisionil.

Tulisan ini dimaksudkan sebagai sekedar telaah. Terhadap fenomena yang telah dialami seni Musik Tradisional Jawa. Gagasan dan muaranya adalah dengan sejenak menatap fenomena sebuah contoh kesenian, merajut kepedulian dengan semburat pencerahan pemahaman sampai pada pengejawantahan laku bangga akan budaya sendiri - sebuah syarat pokok agar seni dan budaya kita lebih fasih berbicara di ajang dunia.

Wednesday, 11 September 2013

"RASA BALI AROMA AMERIKA" - by: Michael Gunadi Widjaja

"RASA BALI, AROMA AMERIKA"
by: Michael Gunadi Widjaja


Tak diragukan lagi jika pulau Bali adalah primadona dalam pariwisata Indonesia. Bali memang sarat unsur pendukung industri pariwisata. Dari mulai alamnya, adat istiadat hingga rupa-rupa hasil seni. Tak heran jika beberapa dekade silam. Bali malahan lebih populer dibanding Indonesia. Tentu kita belum lupa akan pertanyaan semacam: “Indonesia itu sebelah mananya Bali?” Pertanyaan yang mungkin menggelikan namun sempat populer dan memang demikianlah Bali - pesona eksotisme pada sebuah pulau Dewata.

Diantara sekian banyak pesona Bali, tentu salah satunya adalah hasil seni budaya. Seni tari, seni kriya, seni arsitektur tradisional, dan tentu saja GAMELAN BALI. Gamelan Bali adalah satu orkestra terpopuler di dunia. Bergandeng tangan dengan Javanese Gamelan. Jika kita sempat berkunjung ke Amerika Serikat, tidaklah sulit bagi kita untuk menemukan fakta bahwa gamelan Jawa dan Bali memiliki popularitas yang luar biasa dibanding musik tradisionil India, Cina, Jepang, Korea, dan kawasan Timur Tengah. Banyak faktor yang menjadikan gamelan Bali dan Jawa demikian populer di USA. Yang jelas adalah karena gamelan Bali dan Jawa memiliki keunikan, eksotisme, dan bahkan erotisme yang agung dan khas.

Friday, 30 August 2013

In Memoriam: "BEN PASARIBU" - by: Michael Gunadi Widjaja

In Memoriam: "BEN PASARIBU"
by: Michael Gunadi Widjaja

sumber: malaymusic

Orang kebanyakan hanya mengenal jenis musik seperti Klasik, Pop, Jazz, dan Rock. Belum banyak orang yang mengenal dengan apa yang disebut Musik Kontemporer. Musik Kontemporer memang bukanlah genre musik yang gemerlap. Musik Kontemporer senantiasa mengolah lakunya sendiri untuk senantiasa menjalankan sebuah pembaharuan. Itulah mengapa keberadaan Musik Kontemporer seolah “terasing” di tengah hingar bingar dan gegap gempita serta gemerlapnya jenis musik yang lain. Keadaan ini tidak saja terjadi di tanah air, di negara Eropa dan Amerika Serikat pun Musik Kontemporer harus menikmati kesunyiannya.

Musik Kontemporer secara popular dapat dimaknai sebagai musik yang mengedepani jaman. Untuk senantiasa mengedepani jaman itulah, Musik Kontemporer senantiasa mengupayakan hal baru. Baru dalam arti tata gramatika dan idiom bermusik, baru dalam konsep maupun baru dalam penggunaan ragam alat musik dan eksplorasi terhadap bunyi. Tautan dari pembaharuan ini adalah revitalisasi atau pemberian “daya hidup” yang baru bagi Musik Tradisi. Wujud nyatanya berupa garapan musik gendhing dengan tata komposisi Musik Barat atau gamelan yang diperlakukan tidak lagi sebagai sebuah ensembel, namun tiap piranti gamelan dapat berdiri sendiri - tentu dengan teknik permainan yang mengeksplorasi bunyi dengan cara baru.

Nilai positif dari pertumbuhan Musik Kontemporer adalah hidupnya kembali Musik Tradisi. Musik Tradisi seolah mendapat “baju baru” untuk bersama-sama berbicara dengan sama lantang pada blantika musik dunia. Di Indonesia, ada tiga tokoh utama Musik Kontemporer: Sapto Rahardjo, Slamet Abdul Sjukur, dan Ben Pasaribu.

Thursday, 29 August 2013

"SEKILAS MUSIK KONTEMPORER DI INDONESIA" - by: Michael Gunadi Widjaja

"SEKILAS MUSIK KONTEMPORER 
DI INDONESIA"
by: Michael Gunadi Widjaja


Jika seseorang ditanya tentang jenis musik yang diketahuinya, hampir dapat dipastikan dia akan menyebut jenis-jenis musik seperti: Pop, Jazz, Klasik, Dang dut, dan Keroncong. Pendek kata, jenis musik yang memang akrab menjadi perbincangan masyarakat umum. Jarang orang menyebut jenis Musik Kontemporer. Dan memang begitulah keberadaan Musik Kontemporer: memiliki kesejatian namun seolah “mengambil jarak” dari hiruk pikuk kesemestaan musik, khususnya Musik Industri.

Musik Kontemporer sebetulnya adalah musik yang con tempo(rary). Keberadaannya berpaut erat dengan mengalirnya waktu atau tempo. Itulah mengapa Musik Kontemporer sering juga disebut Musik Garda Depan (avantgarde), karena musik tersebut senantiasa mengedepani sebuah era. Musik kontemporer lazim juga menyandang sebutan new musik atau Musik Baru (namun bukan genre musik new age). Dikarenakan sebagai konsekuensi keberadaannya yang senantiasa mengedepani sebuah era, Musik Kontemporer “dituntut” untuk menghadirkan sesuatu yang baru.

Beberapa orang sering menganggap bahwa Musik Kontemporer adalah produk dari modernisasi atau salah satu pengejawantahan era modern. Sebetulnya, nilai kekontemporeran dalam musik sudah dikenal sejak jaman Johann Sebastian Bach. Pada jamannya, musik Bach sudah dianggap sebagai Musik Kontemporer. Komposisi musik Bach yang bagai air mengalir tanpa jeda, ditambah gaya kontrapung (alur bass dan melodi saling kontra membentuk aliran harmoni, merupakan sebuah komposisi yang jauh melampaui kelaziman saat itu. Untuk Musik Kontemporer sebagai sebuah genre musik yang mandiri, keberadaannya mulai marak setelah berakhirnya Perang Dunia II. 


Thursday, 22 August 2013

"GAMELAN MENEMBUS MILENIUM" - by: Michael Gunadi Widjaja

"GAMELAN MENEMBUS MILLENIUM"
by: Michael Gunadi Widjaja


Seperangkat perkusi yang terbuat dari metal. Membentuk sebuah orkestrasi bunyi yang lengkap, kompleks, dan khas. Itulah Gamelan. Orkestra perkusi metal sebetulnya dikenal juga di Cina, Vietnam, Kamboja, dan juga Thailand. Daerah di Indonesia pun tak cuma satu yang mengenal orkes perkusi metal. Jawa barat, Jawa tengah, dan Bali. Namun istilah gamelan khusus diperuntukkan bagi orkes perkusi metal di Jawa Tengah dan Yogyakarta. 

Sejak abad ke-8 dan abad ke-9 gamelan telah ada dan dikenal. Seiring berjalannya waktu, gamelan seolah terpinggirkan oleh ekspansi Musik Barat. Gamelan menjadi orkestra bunyi yang asing bahkan di daerah asalnya. Generasi anak jaman lebih terpukau dengan Musik Barat yang kental oleh nuansa gemerlap industri musik. Dan gamelan pun tercitrakan hanya sebagai bentuk seni yang kuno, antik, asing, aneh, dan ketinggalan jaman. Tentu saja fenomena ini sangat menyedihkan, memilukan, dan memprihatinkan. Sebagai salah satu NATIONAL HERITAGE, gamelan mestinya dapat lebih banyak berbicara di kalangan generasi anak bangsa.



Monday, 10 December 2012

"ASA KEMBARA" on STACCATO December 2012

"ASA KEMBARA"
The Exotic Indonesian Solo Violin Composition
by Michael Gunadi Widjaja
on STACCATO (December 2012)



get the score: CLICK HERE

ASA KEMBARA is a piece for unaccompanied solo violin. 
It's made ​​to meet the wishes of Prof. Mathias Boegner
for the performance in Thailand (2011). 

Prof Mathias wanted a composition that is "new" 
with Indonesian atmosphere. 
 Because the piece for the unaccompanied solo violin 
from Indonesian composer is still rare.

ASA portray sound of wanderer of Asa or expectations, 
that longing for satisfaction. 
The instinct and desire that wanders after the wild lust, flirtation and pain.


The composition landscape of wanderer could be heard 
from the music that's written without bars. 
The odyssey of hope is not "constrained" by a certain meters. 

The primary material is the sound it selves. 
It sounds very dissonant tone and lots of clashes, 
because in the wanderings, 
a hope almost never resolved in an absolute harmony.
 
Hear "Asa Kembara" HERE
 

Sunday, 28 October 2012

"ASA KEMBARA" - The Exotic Indonesian Solo Violin Composition

 "ASA KEMBARA"
The Exotic Indonesian Solo Violin Composition
by Michael Gunadi Widjaja


ASA KEMBARA is a piece for unaccompanied solo violin. 
It's made ​​to meet the wishes of Prof. Mathias Boegner
for the performance in Thailand (2011). 

Prof Mathias wanted a composition that is "new" 
with Indonesian atmosphere. 
 Because the piece for the unaccompanied solo violin 
from Indonesian composer is still rare.

ASA portray sound of wanderer of Asa or expectations, 
that longing for satisfaction. 
The instinct and desire that wanders after the wild lust, flirtation and pain.


The composition landscape of wanderer could be heard 
from the music that's written without bars. 
The odyssey of hope is not "constrained" by a certain meters. 

The primary material is the sound it selves. 
It sounds very dissonant tone and lots of clashes, 
because in the wanderings, 
a hope almost never resolved in an absolute harmony.
 
Hear "ASA KEMBARA" HERE

Get the score:
CLICK HERE

"KEMBEN" - The Exotic Indonesian Piano Composition

"KEMBEN" 
THE EXOTIC INDONESIAN PIANO COMPOSITION
by: Michael Gunadi Widjaja


Kemben becomes the central theme of this composition. 
In other words, it is about the sensuality of woman. 
The sensual part, but always covered. 

As a matter of composition, this composition develops an affection of women sexual charm.
The composition consists of three parts:
• Opening
• Keroncong romance
• Dangdut hot

The opening used the pentatonic. The concept is a “Manunggaling Kawula Gusti” or “Mandala” - from a small universe evolved into a more complex conception of the valuable (adiluhung). Theme of primo 1 is repeated with varied rhythmic, that enriched by secondo 1, primo 2, and secondo 2. Octave parallels are intended to give the impression of a theatrical, that: this is a veil of life - women, with their charm of sexual.

The second part - Keroncong Romance, is about the nature of women. Timid creatures, spoiled, soft, and gentle. The impression is woman who wears kemben, walking apace, squinting eyes, a faint smile, and her hair is slightly damp.

The third part - Hot Dang Dut, describes woman as timid creatures, spoiled, soft, smooth, but in the sublime way it can be wild in lust and sexual dreams. That is why in this section is used a "deconstructive" landscape. Because when she is in lust and wild sexually, there’s no more norm, no more rules - only a single and static harmony to indicate a state of "trance" in crisis lust. 

In Javanese tradition music composition, there’s typical this kind of harmony in DOLALAK of Banyumas, Sintren of Tegal, and Jathilan of Solo. Impressions in this section are: woman with kemben, seated, with her hands holding the hair, exposing a hairy armpit as a reflection of the wild lust. Then the women were swaying in a trance state, covered with fragrant sandalwood, while the kemben sags.

Hear "KEMBEN" HERE

"KEMBEN"
(for two pianos, eight hands)
by: Michael Gunadi Widjaja
Performed by: Golden Fingers Piano Ensemble
Pianolicious Moment @ Istituto Italiano, October 7th, 2012

get the music sheet: HERE

Saturday, 27 October 2012

Medley Indonesian Folk Songs

Medley Indonesian Folk Songs
"Soleram - Warung Podjok - Yamko Rambe Yamko"
(for two pianos, eight hands)
Arr. Michael Gunadi Widjaja


This Medley is arranged for Golden Fingers Piano Ensembles
in soft opening Taman Budaya Tegal, Central Java


ABOUT GOLDEN FINGERS PIANO ENSEMBLES
Golden Fingers Piano Ensembles is directed by Jelia Megawati Heru.
She created event that showcased the young teachers 
that she developed to participate in her music program. 

The Golden Fingers is not just a usual piano ensembles group, 
but a pilot project to implement the concept of “Music from Passion”
Jelia believes that the piano ensemble is not only about playing piano together, 
but it is an actual effort to liven up the music.  

Golden Fingers Piano Ensembles was invited by 
the Tegal Council of Arts on March 4th, 2012 at Taman Budaya Tegal, Central Java 
– as the soft opening for the most representative cultural arena theater of the city 
with capacity of 1000 seats, professional lighting, and stage.

Read Golden Fingers Piano Ensembles Reportage
on KAWAI Newsletter No. 29, 2012 (distributed all over the world):

Listen "Medley Indonesian Folk Songs" HERE

MEDLEY INDONESIAN FOLK SONGS
"Soleram - Warung Podjok - Ramko Rambe Yamko"
(for 2 pianos, 8 hands)
Arr. Michael Gunadi Widjaja
Pianolicious Moment @ Istituto Italiano, October 7th, 2012

get the music sheet: HERE

Indonesian Twinkle Twinkle Little Star for 2 pianos, 8 hands

  "JELIA's TWINKLE"
(for two pianos, eight hands)
by Michael Gunadi Widjaja


The TWINKLE TWINKLE LITTLE STAR
is one of the most famous songs for many decades.
Its origin is a lullaby. A Nursery song with the lyric of old English poem, 
that created by Jane Taylor.

The melody of this piece is stepping in common interval. 
So children can relatively easy to sing out this piece. 
The harmony structure seems like giving some kind of “open space” to being explored. 
This may be one cause of why the twinkles composed in many different forms of music, include as a lesson song.

Jelia asked me to make an attractive and unique arrangement 
for this twinkle that contains love, passion, 
and true friendship among her Suzuki colleagues. 
So I choose a popular music format for theme structure with kind of dissonant chordal. 
It expresses the meaning that friendship is not always going to be smooth.

In the second movement
I used one of the early Jazz form “RAGTIME” 
as a manifestation of dynamic relation.
In Jazz someone can share the musical passion 
to each other in jam session, just like friendship.

In the third movement, there is Dang Dut. 
Focused on the fact that it may contain many tradition elements. 
As if to remind that friendship never be loose from its cultural root. 
In the other side, Dang Dut is sexy, erotic, and passionate. 

In other words, this is Jelia’s Twinkle, 
 that has a lot of side – 
still has the virtuosity in true friendship, 
but also very passionate and exciting.

I call it a composition, even the theme is not mine.
Format: Piano Ensembles - 2 pianos, 8 hands 

Listen "Jelia's Twinkle" HERE
 



"JELIA's TWINKLE"
(for 2 pianos, 8 hands)
by Michael Gunadi Widjaja
Pianolicious Moment @ Istituto Italiano, October 6th, 2012  

for music sheet, please click: HERE