Friday 20 September 2013

"DARI JALANAN KE PENTAS DUNIA" - by: Michael Gunadi Widjaja

"DARI JALANAN KE PENTAS DUNIA"
by: Michael Gunadi Widjaja

source: silverdisc

"Play - but with your heart, not with your head!"
A moving documentary about Venezuela's unique system of music education takes us from barrios to Caracas to the world's finest concert halls. It shows how Venezuelan visionary Jose Antonio Abreu has changed lives of hundreds of thousands children over the past three decades. Children from streets dominated by the gun battles of gang warfare are taken into music schools, given access to music and taught through the model of the symphony orchestra how to build a better society.

VENEZUELA adalah nama sebuah negara yang terletak di bagian selatan benua Amerika. Bagian selatan benua Amerika dikenal juga sebagai Amerika Latin. Sebagai sebuah negara, Venezuela memiliki sumber kekayaan alam yang besar dan potensial: minyak, tambang emas, dan juga sebagai penghasil berlian. Sebagian dari kita tentu masih ingat bahwa Venezule adalah sebuah negara pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries.)

Dalam beberapa hal, Venezuela memiliki kesamaan dengan Indonesia. Iklim cuacanya relatif mirip dengan negara kita, jenis kekayaan alampun banyak yang juga dimiliki Indonesia, tipikal karakteristik fisik penduduknya juga tak jauh beda dengan fisik kebanyakan masyarakat kita.

Tuesday 17 September 2013

"TEPUK TANGAN" - by: Michael Gunadi Widjaja

“TEPUK TANGAN”
by: Michael Gunadi Widjaja

source: sonofaparson

MAKNA TEPUK TANGAN
Bagi sebagian orang, tepuk tangan adalah peristiwa yang menjadi bagian dari gaya hidupnya. Tepuk tangan adalah kegiatan yang nampaknya memiliki banyak sisi untuk dimaknai. Bagi para seniman panggung, tepuk tangan adalah tanda kesuksesan pertunjukannya. Dan bagi seniman panggung, tepuk tangan adalah bagian dari gaya hidup yang direpresentasikan bagi citra sebuah kesuksesan pertunjukan. Disini tepuk tangan adalah salah satu parameternya. Bagi penggemar olah raga, penggemar pertunjukan dan mereka yang sering menonton konser musik, tepuk tangan juga adalah bagian dari gaya hidupnya. Gaya hidup yang salah satu cerminannya adalah ungkapan rasa puas atas bagi sesuatu yang telah dinikmatinya secara visual dan auditif. Para seminator, dan bahkan seorang Kepala Negara pun bisa saja menjadi akrab dengan tepuk tangan. Bagi para pembicara, termasuk seminator, dan juga para Kepala Negara, tepuk tangan adalah bentuk respon apresiatif publik bagi pemaparan visinya.

Thursday 12 September 2013

"GENDHING PAK CHOKRO" - by: Michael Gunadi Widjaja

"GENDHING PAK CHOKRO"
by: Michael Gunadi Widjaja

source: 2bp blogspot

Sejak lama orang merasakan bahwa dunia setelah Perang Dunia II, berada dalam dikotomi. Sebuah tatanan yang mau tidak mau memunculkan dikotomi Superior dan Inferior. Superioritas memiliki tatanannya tersendiri dan kutub ini mengarah kepada negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat. Superioritas ini nampak nyata dalam sosio-kultural. Eropa dan Amerika begitu gencar dan fasih membuat trend gaya hidup dan popularitas budayanya. Di kutub yang lain, terdapat negara-negara seperti negara kita, yang masih dipeluk dan disetubuhi oleh kutub inferioritas - sebagai negara yang hanya terus menerus “sedang” berkembang, budayanya dikagumi, namun tetap kalah fasih berbicara di ajang dunia. Banyak faktor yang menyebabkan dikotomi semacam ini tetap berkembang. Muaranya berada pada kepedulian dan pencerahan pada diri kita sendiri untuk sampai pada suatu pemahaman bahwa kesejajaran, terutama dalam popularitas budaya, adalah hal yang harus diupayakan.

Nampaknya upaya untuk fasih membicarakan budaya sendiri pada ajang dunia, masih diliputi kabut keniscayaan. Masih harus menguak belantara yang menutup rasa cinta yang berwujud kepedulian terhadap budaya sendiri. Salah satu yang nampak nyata adalah yang terjadi pada ranah seni musik, khususnya Musik Tradisionil.

Tulisan ini dimaksudkan sebagai sekedar telaah. Terhadap fenomena yang telah dialami seni Musik Tradisional Jawa. Gagasan dan muaranya adalah dengan sejenak menatap fenomena sebuah contoh kesenian, merajut kepedulian dengan semburat pencerahan pemahaman sampai pada pengejawantahan laku bangga akan budaya sendiri - sebuah syarat pokok agar seni dan budaya kita lebih fasih berbicara di ajang dunia.

Wednesday 11 September 2013

"RASA BALI AROMA AMERIKA" - by: Michael Gunadi Widjaja

"RASA BALI, AROMA AMERIKA"
by: Michael Gunadi Widjaja


Tak diragukan lagi jika pulau Bali adalah primadona dalam pariwisata Indonesia. Bali memang sarat unsur pendukung industri pariwisata. Dari mulai alamnya, adat istiadat hingga rupa-rupa hasil seni. Tak heran jika beberapa dekade silam. Bali malahan lebih populer dibanding Indonesia. Tentu kita belum lupa akan pertanyaan semacam: “Indonesia itu sebelah mananya Bali?” Pertanyaan yang mungkin menggelikan namun sempat populer dan memang demikianlah Bali - pesona eksotisme pada sebuah pulau Dewata.

Diantara sekian banyak pesona Bali, tentu salah satunya adalah hasil seni budaya. Seni tari, seni kriya, seni arsitektur tradisional, dan tentu saja GAMELAN BALI. Gamelan Bali adalah satu orkestra terpopuler di dunia. Bergandeng tangan dengan Javanese Gamelan. Jika kita sempat berkunjung ke Amerika Serikat, tidaklah sulit bagi kita untuk menemukan fakta bahwa gamelan Jawa dan Bali memiliki popularitas yang luar biasa dibanding musik tradisionil India, Cina, Jepang, Korea, dan kawasan Timur Tengah. Banyak faktor yang menjadikan gamelan Bali dan Jawa demikian populer di USA. Yang jelas adalah karena gamelan Bali dan Jawa memiliki keunikan, eksotisme, dan bahkan erotisme yang agung dan khas.

Monday 9 September 2013

"SUARA DARI YANG TERGUSUR" - by: Michael Gunadi Widjaja

"SUARA DARI YANG TERGUSUR"
by: Michael Gunadi Widjaja


Tergusur adalah tersisihkan. Tersisihkan dari sebuah semesta. Tergusur juga adalah terpinggirkan. Terpinggirkan peran dan keberadaannya dalam sebuah kesemestaan. Tergusur bisa juga menyertakan keadaan termarjinalkan, bahkan secara sosial tereliminasi. Salah satu penyebab esensial dari tergusur adalah bahwa peran, fungsi dan keberadaan sesuatu atau seseorang atau sekelompok orang, tersubstitusi/tergantikan. Baik oleh kepentingan-kepentingan tertentu, maupun secara alami dengan laju perkembangan jaman melalui intervensi teknologi.

Kita tentu masih ingat dengan sebuah benda yang disebut BEL (Bell: Bahasa Inggris.) Bagi siswa sekolah bel adalah sebuah tanda bagi sebuah kegiatan yang dikenal sebagai belajar. Bagi pengemudi becak, bel adalah klakson - salah satu safety tools dalam pekerjaannya. Bagi sapi atau kerbau pada pedati, bel adalah pelapang jalan. Bagi petugas pemadam kebakaran, bel adalah bunyi panggilan pengabdian. Pada institusi keagamaan seperti Gereja Katolik, bel adalah manifestasi waktu - sebuah fenomena yang keberadaannya tidak pernah mau berkompromi dengan manusia. Bel dalam bentuk lonceng Gereja bukan sekedar bunyi, melainkan SUARA PANGGILAN. Bahwa dalam rentang periode tertentu adalah saatnya untuk berdevosi, menyembah Sang Maha Esa.

Friday 6 September 2013

"MUSIK JAZZ VS MUSIK KLASIK" - by: Michael Gunadi Widjaja (Artikel Staccato, Oktober 2013)

"MUSIK JAZZ VS MUSIK KLASIK"
by: Michael Gunadi Widjaja
Artikel Staccato, September 2013


Judul artikel kali ini bisa saja dirasa sangat provokatif - menghasut maupun membakar. Dan bagi sebagian orang sah-sah saja menganggap judul tersebut sangat berlebihan. Dan memang, tidak pada tempatnya jika Musik Jazz “dipertarungkan” dengan Musik Klasik. Dan “vs” pada judul juga tidak saya maksudkan sebagai sebuah versus. Seperti layaknya pertandingan tinju dan gulat, ”vs” atau versus dalam judul artikel ini adalah sebuah komparasi pemahaman konsep. Dan tentu saja hasil akhirnya bukanlah mana yang terbaik, melainkan pemahaman secara konseptual akan kedua genre musik tersebut.


MUSIK KLASIK
Banyak diantara kita, yang secara “mendengar” pasti akan dapat membedakan, mana yang Musik Klasik dan mana yang Musik Jazz. Namun jika diminta untuk mendeskripsi dengan kata-kata, masih teramat sangat banyak orang yang bingung. Padahal dalam batasan tertentu, pendeskripsian dengan kata-kata adalah salah satu tolok ukur pemahaman seseorang akan sesuatu.

Monday 2 September 2013

"MUSIK KLASIK SEBAGAI HUMAN HERITAGE" - by: Michael Gunadi Widjaja

"MUSIK KLASIK SEBAGAI HUMAN HERITAGE"
by: Michael Gunadi Widjaja


Sebelumnya, perlu saya berikan catatan pendefinisian istilah dalam tulisan ini.

Yang dimaksud Musik Klasik dalam tulisan ini adalah:
 
A. Karya musik dalam kurun periode 1750-1820
Periode ini sebagai kelanjutan dari periode BAROQUE pada periodisasi penciptaan seni. Termasuk dalam periode ini adalah simfoni-simfoni akbar gubahan Johann Sebastian Bach, Wolfgang Amadeus Mozart, Tchaikovsky, dan masih banyak lagi.

B. Klasik dalam artian sebagai STILO atau gaya bermusik
Dalam skopa ini, materi musiknya bisa saja lagu dari kelompok SLANK. Hanya tata harmoni, pendekatan musikal, dan tata gramatika musiknya dibuat sesuai mazhab WIENER dan MANNHEIMER. Mazab ini adalah dua aliran utama dalam Musik Klasik (pembaca tak perlu pusing, cukup percaya saya, dan ikuti saja alur tulisan ini.)

Yang dimaksud dengan “HUMAN HERITAGE” adalah harta kekayaan umat manusia. Yang luhur, menembus setiap batas ras, kepercayaan, atau apapun. Tujuan akhirnya adalah agar manusia menjadi termuliakan. Tentu dalam artian sebagai mahluk ciptaan KhaliqNYA.