Showing posts with label music therapy. Show all posts
Showing posts with label music therapy. Show all posts

Tuesday, 1 November 2022

LAHAN TERKEREMUS - by: Michael Gunadi | Staccato, November 2022

LAHAN TERKEREMUS
By: Michael Gunadi
Staccato, November 2022


Pernah ada satu masa dimana musik mengalami kejayaan. Abad pertengahan dengan ditemukannya mesin uap, mulailah timbul industrialisasi. Industrialisasi ini membuat kelas baru dalam strata masyarakat di Eropa. Yakni kelas menengah dan boss-boss industri. Kelas menengah dan boss boss industri ini bisa lah ada uang. Di samping itu, industrialisasi merambah juga dunia musik. Alat musik yang tadinya diproduksi sebagai seni kerajinan tangan, saat itu mulai diproduksi secara pabrikan. Dalam skala industri. Sudah tentu harganya menjadi lebih terjangkau. Kelas menengah dan boss boss yang timbul secara kagetan, mampu beli. Akibatmya, musik bisa hadir di rumah rumah rakyat. Tidak melulu kaum bangsawan. Musik berjaya. Karena dinikmati dan dimainkan langsung oleh sangat banyak orang. Lahan musik luas membentang menghijau segar subur.

Sunday, 1 October 2017

MUSIK TERAPI DALAM SELAYANG PANDANG - by: Michael Gunadi Widjaja (Staccato, October 2017)

“MUSIK TERAPI DALAM SELAYANG PANDANG”
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, October 2017


“Waaah bro …hati-hati ini soal TERAPI lho?!”
“Kok cuman selayang pandang sih?! Kalau salah bisa berabe“
“Ah sudahlah, kalau masih namanya musik, salah juga nggak bikin mati“

Sepintas obrolan semacam itu terkesan lucu. Padahal esensinya sangat mendalam. Satu pihak merasa, bahwa karena berhubungan dengan terapi alias penyembuhan penyakit MANUSIA, maka harus “betul-betul, sebetul-betulnya”. Satu pihak lagi menganggap bahwa, meskipun demikian, sejauh masih melibatkan musik, nuansanya tidak lah seserius dunia kedokteran reguler.

Anggapan ini tentu berdasar pada keadaan yang berkembang dalam masyarakat kita. Berupa STIGMA, bahwa musik, apapun dan bagaimanapun lingkupnya, adalah seni hiburan dan ketrampilan luang waktu yang berderajat rendah dibanding misalnya Matematika, Bahasa Inggris, dan Bahasa Mandarin.

Dan memang dalam keadaan seperti itulah Music Therapy berkembang dalam pemaknaannya. Ada yang menganggapnya sebagai bagian dari dunia kedokteran, yang berarti tak sembarang orang asal bisa musik boleh melakukannya. Ada pula yang menganggap bahwa music therapy hanya sekedar membantu dokter, jadi bisa ditempuh melalui kursus saja ataupun seminar tiga sampai empat jam dan workshop dua hari an.