Thursday 1 December 2022

Erik Satie's Gymnopedie: "Karya Normal dari Si Upnormal" - by: Michael Gunadi | Staccato, December 2022

“KARYA NORMAL DARI SI UPNORMAL”
SATIE’S GYMNOPEDIE
By: Michael Gunadi
Staccato, December 2022


Mungkin, bisa jadi, Gymnopedie karya Erik Satie merupakan salah satu karya musik yang terpopuler. Begitu banyak pemusik memainkan karya ini. Begitu banyak instrumen musik, baik petik maupun perkusif yang terlibat berceloteh dan melagukan karya ini. 

 

Gymnopedie sebetulnya adalah tiga komposisi untuk piano yang dibuat Erik Satie pada 1888. Kata Gymnopedie berasal dari bahasa Yunani kuno yang merujuk pada satu festival dimana para lelaki lajang yang muda dan segar menari dengan telanjang bulat. Satie membuat karya ini setelah membaca sebuah novel karya Gustave Flaubert. Meski diilhami dari sebuah novel, hal ini menunjukkan adanya ketertarikan yang “upnormal” dari seorang Erik Satie.



ERIK SATIE: KOMPOSER EKSENTRIK

Dan memang, Erik Satie dikenal sebagai komposer yang, ehm, agak agak eksentrik, weird aneh dan nyaris benar-benar upnormal. Satie pernah mengkomposisi sebuah musik tahun 1883 yang mana tema musik tersebut harus diulang sebanyak 840 kali dengan bersegera. Selain karya musik yang sensasional semacam itu, Satie juga mengusung agama untuk diri pribadinya. Sebuah ritus persembahan pada Bunga Mawar dan Salib pada kuil Piala Suci. Yang mana kuil Piala Suci nya tersebut bukan bangunan melainkan sebuah konsepsi iman.

 

Meski demikian, semasa hidupnya, Satie hanya sekali terlibat kisah asmara, yakni dengan perempuan bernama Suzanne Valadon. Perempuan ini meninggalkannya sehubungan dengan sifat eksentrik dan upnormal dari Erik Satie. Oleh karena upnormal dan kisah asmaranya yang hanya sekali dan tragis, Satie mendapat julukan “Mr POOR” oleh teman-temannya. Dan mengantisipasi semua kemalangannya, Erik Satie senantiasa membawa Palu Hammer kemanapun ia pergi untuk menghapus rasa takut, khawatir dan paranoid nya.

 

Karir musik seorang Erik Satie sebetulnya tidak cemerlang-cemerlang amat. Ia lulus sekolah musik pada usia 40 tahun, itupun ditempuhnya setelah terlebih dahulu mengalami putus kuliah musik.  Dalam karir musiknya, Satie acapkali bergumul dengan seni multi disipliner, termasuk Ballet dan Seni Lukis. Karya inter disiplinernya yang berjudul “PARADE” di tahun 1917, menimbulkan kerusuhan yang menyebabkan Erik Satie harus berurusan dengan pihak berwajib dan mendekam di penjara. Akhir hidup seorang Erik Satie juga terbilang sangat tragis dan satu fakta yang unik, semasa hidupnya, seorang Erik Satie tak pernah menganggap dirinya seorang pemusik.

 

Itulah sosok Erik Satie. Sensasional, weird aneh, kontroversial, dan upnormal. Lalu bagaimana dengan karya musiknya? Mari kita telaah sejenak karyanya yang sangat termasyur, tentu saja adalah Gymnopedie.



GYMNOPEDIE NO. 1

Dalam nukilan Gymnopedie No. 1, Anda dapat membaca bahwa ada rangkaian harmoni dan melodi yang sangat melankolis. Hal tersebut sangat cocok dan benar benar sejalan dengan marka instruksi permainannya. Yakni douloureux atau dimainkan dengan penuh RASA SAKIT. 4 bar pertama dari karya ini diisi oleh sebuah Progresi (gerakan Akord) yang dikembangkan dari dua akor Major tujuh, yakni SubDominant Major t, yakni GM7 kemudian Tonika DM7. Dan harap dicermati bahwa nada F# senantiasa berada sebagai nada teratas akor. Keberadaan nada F# ini menciptakan efek Pedal Point.



Setelah berpetualang dengan efek Pedal Point, Erik Satie kemuadian mengganti Tonika dengan D minor dan memunculkan Akord A minor. Perhatikan 3 Bar terakhir dimana nada D rendah pada Baskan yang berulang. Ini menghadirkan pola Pedal Point baru. Dan membuat suasana keruh pada keseluruhan Tema.



Perhatikan 3 nada yang dilingkari Biru. Nada tersebut bergerak naik kemudian menghunjam tajam pada nada F# yang di awal kalimat merupakan Pedal Point yang perdana. Ini menyiratkan bahwa konsep komposisi Erik Satie adalah memiliki segi afeksi bahwa merangkak naik bisa saja menghunjam untuk kembali pada asalnya yang, ini yang menarik, keruh dan kelam.

 

Selain alur dalam Lanskap Kompositorisnya, hal yang membuat Gymnopedie dari Erik Satie menjadi sangat popular adalah melodinya yang sebetulnya sangat sederhana. Dibalik melodi yang sederhana tersebut, terdapat sebuah intensitas yang luar biasa. Dan di situlah keindahan komposisi ini memancar. Melodi nya hanya berupa nada tunggal saja. Mengalir dalam not ¼ an. Memuncak untuk kemudian menghunjam curam. Persis seperti ombak lautan yang bisa bergejolak meningkat untuk kemudian menghunjam dalam status asalnya. Ritmik Gymnopedie No 1 berupa sustain yang panjang seolah menawarkan sebuah penjelajahan waktu yang acapkali dilalui umat manusia.

 

Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Gymnopedie (khususnya yang No 1) adalah sebuah karya musik yang normal. Artinya, semua idiom, gramatika musikal hadir sebagaimana keadaan normal entitas-entitas musik. Meski demikian, jangan lupa, bahwa konsepsi normal tersebut adalah karya seorang Erik Satie, yang … ehm…. Upnormal. 

 

Sampai pada titik ini, kita sebetulnya diajak untuk melakukan renungan dan permenungan. Apa sebetulnya Batasan upnormal. Bilamana seseorang dianggap tidak normal. Apakah Cuma melulu karena ia berperilaku tidak sebagaimana umumnya orang? Atau? Kita perlu memejam mata, dan biarlah Gymnopedie No. 1 membuai permenungan sanubari kita. Selain alur dalam lanskap kompositorisnya, hal yang membuat Gymnopedie dari Erik Satie menjadi sangat popular adalah melodinya yang sebetulnya sangat sederhana. 


Dibalik melodi yang sederhana tersebut, terdapat sebuah intensitas yang luar biasa. Dan di situlah keindahan komposisi ini memancar. Melodi nya hanya berupa nada tunggal saja. Mengalir dalam not ¼ an. Memuncak untuk kemudian menghunjam curam. Persis seperti ombak lautan yang bisa bergejolak meningkat untuk kemudian menghunjam dalam status asalnya. Ritmik Gymnopedie No. 1 berupa sustain yang panjang seolah menawarkan sebuah penjelajahan waktu yang acapkali dilalui umat manusia.


No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.