“JAZZ
LICKS”
Oleh: Michael Gunadi
Widjaja
Artikel
STACCATO, Juli 2013
DEFINISI JAZZ LICKS
Jazz kita kali
ini akan menengok, dan syukur kalau mungkin, menatap tentang JAZZ LICKS. Jazz Licks
bukan berarti dua kata yang disambung. Jadi sama sekali bukan lick yang
diartikan sebagai “menjilat”. Jazz licks adalah sebuah istilah. Istilah Licks
itu sendiri adalah terminologi yang terdapat dalam ranah Musik Popular atau
Pop. Licks dimaknai sebagai:
A lick is "a stock pattern or phrase" consisting of a short series of notes
that is used in solos and melodic lines and accompaniment.
Licks in Rock ‘n Roll are often used through a formula,
and variations technique in which variants of simple,
stock ideas are blended and developed during the solo.
that is used in solos and melodic lines and accompaniment.
Licks in Rock ‘n Roll are often used through a formula,
and variations technique in which variants of simple,
stock ideas are blended and developed during the solo.
- DR. Hugo Riemann -
Dari definisi
yang dipopulerkan DR. Hugo Riemann dalam
Jazz Harmonielehre tersebut, kita bisa mengacu pada beberapa hal. Agar
pemahaman kita akan Jazz sebagai sebuah konsep musik dan konsep estetik menjadi
semakin mantap. Sehingga kita bisa lebih leluasa mengaktualisasi diri, dengan
berekspresi dalam ranah Jazz. Bukan sekedar “Jazz-Jazz-an“ semata.
Bahwa LICKS
adalah sekumpulan pola. Bisa berupa sekumpulan frase musik, dapat juga berupa kumpulan pola dan, atau
frase yang “diambil” dari permainan solo improvisasi para pemain Jazz kenamaan.
Sehingga kita mengenal Licks Gitar dari
George Benson, Licks piano dari Oscar Peterson, Licks Brass dari Chuck Mangione, dsb.
Kumpulan pola
dan, atau frase tsb berisi rangkaian nada yang pendek; pendek namun sangat kuat
menimbulkan kesan, dan menjadi ciri musikal dari pemiliknya. Nada-nada pendek
tersebut bisa berupa penggalan solo improvisasi, bisa berupa potongan dalam
jalur melodi, dan tentu saja potongan irama dan juga harmoni.
Dalam musik Rock
‘n Roll, Licks ini seringkali hanya berupa pengembangan pola irama
dasar. Yang kemudian dieksploitasi dalam teknik saat dimainkan. Bagaimana
dengan Licks dalam Jazz? Karena Jazz dalam batas tertentu adalah genre Musik Popular,
sebetulnya licks dalam Jazz mirip dengan licks dalam Rock ‘n Roll. Yakni berupa
irama, harmoni atau melodi yang dikembangkan secara teknik instrumental, dan
teknik komposisi. Hanya saja dalam Jazz, jangan pernah dilupakan, bahwa
pengembangan tersebut berada dalam semesta IMPROVISASI yang spontan dan hanya
menyisakan waktu se-persekian detik bagi pemusiknya untuk berpikir.
KONSEP
LICKS JAZZ
Kini marilah
kita tinjau Jazz Licks ini secara konsepnya. Tadi kita sudah meninjau secara
terminologi, sekarang giliran si Licks ditinjau secara konsep. JAZZ LICKS SANGAT BERBEDA DENGAN JAZZ RIFF.
Secara konsep, RIFF dapat berupa pola progresi akord yang berulang. Jazz Licks
TIDAK PERNAH berupa pola progresi yang berulang. Persamaan antara RIFF dan LICKS
adalah bahwa keduanya bisa dipakai sebagai dasar bagi keseluruhan komposisi.
Dalam Musik Klasik, istilah RIFF itu dipadankan atau dipersamakan dengan OSTINATO PATTERN. Yakni pola berulang
yang konservatif dan tetap. Dalam Jazz modern, Licks ini tidak lagi berupa
melodi dengan tangga nada tonal. Jazz modern marak dengan licks yang berupa
“modal”. Artinya, poros tangganadanya bukan cuma satu nada, melainkan setiap
nada bisa menjadi poros tangganada yang baru. Untuk lebih jelasnya, bisa
disimak sejenak penjelasan konsep berikut ini:
Dalam Jazz
Tradisional, Licks dibangun dengan sebuah tangganada yang tonalitasnya jelas. Seperti
contoh ini adalah tangganada C Mayor yang tentu tonalitas atau poros nadanya
adalah C.
C D E
F G A B C’
Jazz Modern
bermain dengan MODAL. Nada-nada dalam tangganada C Mayor misalnya, dibuat
modusnya, sehingga dikenal beberapa modus, seperti:
Modus 1 (Ionian): C D
E F G
A B C
Modus 2 (Dorian): D E
F G A
B C D
Modus 3 (Phrygian), dst.
Tentu dengan
adanya modus tersebut, poros nadanya akan berbeda. Tidak lagi C, melainkan
menyesuaikan dengan modusnya. Hal ini membawa konsekuensi pula bagi cara
menyusun akor nya.
Sebelumnya telah
ditinjau Licks dari terminologi dan konsepnya. Sekarang kita akan masuk lebih
dalam untuk menyimak Jazz Licks dalam ranah penerapan atau aplikasinya. Jazz Licks
bisa di-hooked atau dirangkai. Dalam
Jazz, tentu Jazz Licks tidak ditempel begitu saja. Melainkan dipakai sebagai
landasan untuk dikembangkan. Dikembangkan ke mana? Kearah improvisasi yang pas.
Pas apanya? Pas dalam ranah koridor harmoni dan tentu pas sebagai sebuah momen
musikal. Mempelajari Jazz Licks, dalam batas tertentu adalah melatih satu jenis
teknik komposisi. Yakni teknik IMITASI. Telinga
diasah untuk peka terhadap pola tertentu untuk mengimitasi atau menirukan, dan selanjutnya
adalah mengembangkannya.
MEMPELAJARI JAZZ LICKS
Ada satu sisi
yang menarik dari penerapan Jazz Licks ini. Pertanyaannya adalah: “APA GUNANYA BELAJAR JAZZ LICKS dan kalau
sudah belajar pun bisa apa?” Kita bertolak dari terminologi Jazz Licks pada
awal tulisan. Jazz Licks adalah kumpulan pola. Belajar Jazz licks sangat
berguna untuk menambah referensi musikal kita tentang alur nada-nada yang
memang merupakan Musik Jazz. Kalau referensi kita mumpuni, maka secara tanpa
sadar, seluruh system syaraf kita terkondisi untuk setiap saat mengalirkan
nada-nada yang memang Jazz. Hasilnya akan sangat berbeda dari orang yang hanya
sekedar main Jazz. Orang yang memiliki referensi licks dan pengetahuan bermain
Jazz yang minim akan mempunyai permainan musik yang terbata-bata dan seperti
kehilangan arah saat berimprovisasi.
Sewaktu saya
masih belajar Jazz, ada satu buku yang ditulis oleh RICHIGLIANO tentang
pelajaran improvisasi. Di situ dipaparkan dan ditulis akor ini melodinya begini,
akor itu melodinya begitu - dalam semua
tangganada. Kemudian banyak teman saya yang mengambil jalan pintas belaka. Daripada
susah-susah mengasah feeling untuk improvisasi, mendingan copy-paste dari bukunya saja. Tinggal disesuaikan akor lagu yang
sedang dimainkan itu apa. Solo improvisasinya nyontek menjiplak mentah-mentah
dari buku dan digabung-gabungkan.
Untuk keperluan
belajar, jalan pintas semacam itu sah-sah saja dilakukan. Sejauh dalam rangka
belajar. Namun celakanya, jalan pintas tersebut dikhawatirkan akan membekas dan
malah membudaya. Seputar hal ini, pernah ada rekan saya dari Australia yang
mengatakan: “Whats wrong with being copying and
playing the licks? What’s about a LITERARY JAZZ?” Keadaannya
memang dilematis dan rumit. Ada yang berpendapat, apapun sumber improvisasinya,
termasuk menjiplak, yang penting adalah “rasa” Jazz nya tetap terjaga. Ada lagi
yang berpendapat bahwa improvisasi harus spontan dan original yang merupakan hasil sebuah olah rasa. Dikotomi semacam ini
akan terus mewarnai perkembangan Jazz dan justru semesta diskusi semacam inilah
yang menjadikan Jazz tetap hidup.
Peranan Jazz Licks
dalam ranah Jazz legendaris pun seringkali nampak kontroversial. Saya akan
mengambil contoh tentang DUKE ELLINGTON.
Karya Duke Ellington yang saya maksudkan adalah “NIGHT TRAIN”. Musik Night Train ini sebetulnya adalah
rangkaian licks. Pertama kali rangkaian Licks itu, dipakai Duke Ellington dalam
karyanya “HAPPY GO LUCKY LOCAL“. Kemudian rangkaian licks nya dipakai
pada Night Train. Dan anehnya, licks yang dipakai Duke Ellington dalam dua
musiknya, sebetulnya adalah “daur ulang” dari licks karya Johnny Hodges. Saat Jazz dimainkan, Jazz Licks bisa membaur dengan
Jazz Riff. Jika sudah demikian keadaannya, maka semakin kontroversial dan
semakin membingungkan keadaannya.
“IN THE MOOD” dari Glenn Miller
misalnya, adalah contoh Jazz Licks yang membaur dalam Jazz Riff. Dan ternyata,licks
dan riff dalam In The Mood adalah daur ulang dari Tar Paper Storm. Dan dalam Musik Blues, tak terkecuali dari BB King, kejadiannya malah lebih aneh
lagi. Licks dan Riff Blues SELALU SAMA. Terutama pada bagian CODA. Yang
membuatnya menjadi menarik adalah bahwa DAUR ULANG nya selalu berbeda meski
materialnya sama.
Saat saya
belajar Jazz pada almarhum Jack Lesmana,
saya sempat bertanya, bagaimana cara mendapatkan Jazz Licks kalau tidak boleh
menjiplak buku? Om Jack hanya menjawab satu kata: MENDENGARKAN.
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.