Showing posts with label audio/sound engineer. Show all posts
Showing posts with label audio/sound engineer. Show all posts

Wednesday, 7 May 2025

"TAKUT AH!": SUARA HOROR - by: Michael Gunadi | Staccato, May 2025

“TAKUT AH!”
SUARA HOROR
By: Michael Gunadi
Staccato, May 2025


Dalam dunia perfilman, hanya sedikit genre musik yang memiliki kekuatan untuk memikat penonton dan sekaligus membuat mereka gemetar. Salah satunya adalah musik film horor. Terlebih dahulu ada baiknya kita menelisik dengan sedikit agak cermat, apa sih yang membuat rasa takut itu muncul saat kita menonton film horor? Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap pengalaman ini, salah satu elemen yang sering diabaikan namun sangat diperlukan adalah musiknya.

 

Dalam dunia pembuatan film, tujuan utamanya adalah untuk melibatkan penonton pada tingkat emosional, dan untuk tujuan ini, tidak ada genre yang mencapai hal tersebut secara lebih intens daripada horor. Film horor dirancang untuk membangkitkan ketakutan dan ketegangan, yang bertujuan untuk meninggalkan dampak jangka panjang pada penonton, lama setelah kredit filmnya sudah diputar. Untuk mencapai hal ini, pembuat film harus mendalami psikologi ketakutan. Jadi, mari kita lihat apa itu psikologi rasa takut dan bagaimana musik horor memainkan peran penting di dalamnya.

Sunday, 4 December 2022

KIAT PRAKTIS BAGI PENATA BUNYI PEMULA - by: Michael Gunadi

KIAT PRAKTIS 
BAGI PENATA BUNYI PEMULA
By: Michael Gunadi


Istilah Penata Bunyi, memang bukan padanan bagi istilah Sound Engineering. Seorang Sound Engineering adalah seseorang yang memiliki track record perolehan pengetahuan tata bunyi melalui jalur akademik. Baik sekolah, kursus maupun workshop atau seminar yang sifatnya berkala dan terprogram. Banyak Sound Engineering yang malahan sudah mendapat sertifikasi. Baik secara nasional di negaranya maupun sertifikasi Internasional. Seorang Penata Bunyi, sebetulnya bisa siapa saja. Tentu sejauh ia memiliki pengetahuan dasar tata bunyi, meskipun serba sedikit dan memperoleh kesempatan untuk mempraktekkannya.

 

Semenjak era Pandemi Covid 19, kebutuhan ketrampilan untuk menata bunyi menjadi meningkat. Para karyawan yang terpaksa work from home, sebetulnya perlu juga “menjadi penata bunyi” agar mutu audio online nya menjadi layak dengar dan tidak mengganggu lawan bicaranya. Demikian juga para guru. Guru musik. Dan tentu saja para pemusik yang panggungnya tergerus sirna dan harus memasarkan kreatifitas musiknya secara online. Saat Pandemi Covid 19 sudah mulai terkendali pun, kebutuhan ketrampilan menjadi penata bunyi nampaknya tetap marak. Karena komersialisasi video dan audio menjadi sangat dibutuhkan untuk mendongkrak dan mempertahankan eksistensi siapapun yang ingin tetap hadir dalam dunia ragawi tatap muka.

Monday, 28 February 2022

Balada Headphone - by: Michael Gunadi | Staccato, March 2022

BALADA HEADPHONE
By: Michael Gunadi
Staccato, March 2022


Pandemi COVID-19 memang menabur beberapa perubahan yang memang memaksa manusia untuk “berubah”. Salah satu diantaranya adalah konsep tentang pertemuan. Pertemuan tak lagi dimaknai sebagai bertemu bertatap muka secara fisik. Melainkan saling jumpa melalui media. Layar kaca yang kadang hanya seiprit. Hal ini berlaku di semua segi kehidupan. Orang semakin individual. Karena berakrab akrab, apalagi dalam jumlah yang relatif banyak, merupakan resiko yang akan teramat mahal.

 

Keadaan seperti demikian, semakin mengukuhkan private area, yang dalam batas tertentu juga merupakan isolation area. Tak terkecuali dalam ranah seni. Seni, khususnya musik, tak lagi dipandang sebagai tontonan massal. Seni memiliki dimensi baru. Sebuah perjalanan rasa, pengalaman estetis dan pergumulan manusia dengan entitas keindahan melalui ruang yang sangat pribadi. Di titik inilah, Balada headphone menjadi kisah yang tak terpisahkan dari hiruk pikuknya rona relung kehidupan manusia modern. Keberadaan headphone, memang bukan karena Pandemi COVID-19. Namun, Pandemi inilah yang makin mengukuhkan cengkeraman headphone pada realita aktifitas manusia saat ini.

Saturday, 31 October 2020

OVERTONE - by: Michael Gunadi | Staccato, November 2020

“OVERTONE”
by: Michael Gunadi
Staccato, November 2020


 

GELOMBANG

Artikel kali ini adalah tentang “GELOMBANG”, yakni fisika bunyi. Eitsssss…. Kok langsung mrengut gitu sich? Don’t worry. Keep on reading. Enjoy your stuff and keep reading! Pembahasannya diupayakan akan sangat sederhana, seperti kindergarten, gampang dimengerti dan yang jelas gak bikin kepala Anda nyut nyutan. Baik, kita mulai yach.

 

Jika Anda ditanya, apa sih sebetulnya yang membedakan bunyi biolin dengan trumpet. Bunyi piano dengan gitar. Bunyi cello dengan klarinet. Sebagian dari Anda pasti akan langsung berpikir. Ini Mas nya sudah kelamaan social distancing jadi stress nih. Ya jelas beda lah bunyinya. Lha bentuknya saja beda. Sumber penghasil bunyinya beda. Biolin digesek. Piano dipukul, ups ditekan. Gitar dipetik. Klarinet, Trumpet ditiup. Ok ok ok…. Ya deh… yaaaaa…. 

 

TIMBRE

Sekarang jika keadaannya, misalnya seperti ini: Kok piano si A dan si B merk sama bunyinya beda ya. Yang A punya lebih renyah gitu lho (emangnya krupuk?!..Prrrrt ). Atau kok gitar si Austin bunyinya lebih tebal dari gitarnya Pungki ya, padahal merk dan tipe nya sama. Jadi apa yang menyebabkan telinga dan otak kita mengenali karakter bunyi yang berbeda-beda? Jawabannya adalah TIMBRE atau warna bunyi. 

Tuesday, 23 July 2019

REFERENSI EQ & COMPRESSION | Audiopro, July 2019

“REFERENSI EQ & COMPRESSION”
Audio Pro, Juli 2019
by: Michael Gunadi


Terlebih dahulu akan diberikan batasan tentang istilah EQ dan COMPRESSION. Batasan yang bukan sebagai makna istilah. Melainkan batasan agar diperoleh pemahaman yang lebih utuh tentang apa yang akan dreferensikan dan bagaimana penerapannya.

EQ
Dalam ranah audio professional, istilah EQ mengacu pada satu proses, yakni proses manipulasi Bukan sekedar perubahan, melainkan manipulasi. Manipulasi dari perimbangan atau balans komponen frekuensi dalam sebuah sinyal audio. Mengapa perlu ada manipulasi balans frekuensi? Begini ceritanya.

Telinga manusia, bisa mengenali sinyal audio dalam rentang frekuensi antara 20 Hz sampai 20 kHz. Mohon diperhatikan bahwa istilah yang dipakai adalah mengenali (detect) dan bukan hanya mendengar (Hear/capturing sound). Rentang frekuensi yang mampu dikenali telinga manusia, jika dijabarkan berdasar spectrum gelombang nya, akan didapat pembagian semacam ini. 

Dalam spectrum gelombang semacam itulah kemudian telinga manusia mampu mengenali TIMBRE atau warna bunyi. Adanya timbre inilah, yang menjadikan telinga mengenali bunyi gitar listrik. Piano. Kendhang Jawa dan suara manusia Dalam kenyataannya, banyak bunyi dan suara yang mengalir dalam frekuensi yang sama. 

Friday, 24 March 2017

ATURAN UMUM DALAM MIKING - by: Michael Gunadi Widjaja (Audiopro, February 2017)

ATURAN UMUM DALAM MIKING
by: Michael Gunadi Widjaja
Audiopro, February 2017


DEFINISI ATURAN UMUM
Aturan Umum yang dimaksud dalam artikel ini adalah padanan dalam bahasa Indonesia untuk istilah GENERAL RULE. Aturan-aturan ini sekilas nampak sederhana dan terkesan bersifat umum semata. Namun dari berbagai testimoni dan penjelasan para sound engineering terkemuka, dapat ditengarai bahwa meski nampak sederhana dan umum, sangat diperlukan dalam pengaturan sistem tata bunyi. Terutama ketika kita berurusan dengan piranti musik yang bersifat akustik.

Sebetulnya tidak ada tetapan baku untuk aturan umum dalam miking. Tiap sound engineering, apalagi yang sudah memiliki pengalaman luas, akan memiliki standarisasi dan standardisasi bagi general rule nya. Yang tersaji dalam artikel ini adalah general rule yang saya tengarai sangat lazim dianut oleh beberapa sound engineering dalam praktek nya.


SISTEM TATA BUNYI (SOUND SYSTEM)
Proses MIKING, dapat dikatakan adalah mata rantai kedua dalam keseluruhan proses reproduksi bunyi. Proses ini terangkum dalam sistem yang dikenal sebagai Sistem Tata Bunyi atau SOUND SYSTEM. TIDAK ADA ATURAN BAKU dalam proses miking. Juga TIDAK PERNAH ADA proses miking yang ideal, apalagi sempurna. Semuanya sangat bergantung pada SELERA. Dan selera ini berada dalam lingkup macam instrumen, jenis musik, karakter pemusiknya.

Friday, 24 February 2017

KALA BUNYI MERAMBAT - by: Michael Gunadi (Audiopro, January 2017)

“KALA BUNYI MERAMBAT”
By: Michael Gunadi Widjaja
Audiopro, January 2017


SIFAT BUNYI
Terlebih dahulu perlu sedikit dipahami bahwa BUNYI, dalam ranah bacaan audio, memiliki sifat dapat MERAMBAT (PROPAGATE) dan bukan mengalir. Pengertian ini, bukan perkara semantik belaka. Namun juga angat berpengaruh pada tinjauan bunyi secara fisik. Jadi jelas, bahwa bunyi adalah perwujudan GELOMBANG dan melakukan gerakan dengan cara MERAMBAT yang tentu menjadi berbeda dengan sifat air yang MENGALIR.

Lingkup paparan ini adalah tentang apa yang terjadi saat bunyi merambat. Hal ini menjadi layak ditengok, sehubungan dengan interaksi hasil reproduksi bunyi terhadap ruang dimana bunyi itu dihadirkan. Zaman sekarang ini sudah ada DIGITAL AUDIO WORKSTATION (DAW).


Dalam tiap DAW, bahkan yang paling sederhana sekalipun, terdapat apa yang dinamakan  DIGITAL SIGNAL PROCESSOR (DSP). DSP ini, dari namanya, jelas sebuah piranti pemroses signal bunyi secara digital. Apa yang diproses? Interaksi signal bunyi, yang adalah gelombang terhadap ruang. DSP yang canggih malahan dapat membuat simulasi sebuah ruang, sampai pada keadaan yang hanya dapat dibayangkan atau Imaginary Scenary Space.

Friday, 6 January 2017

SEXY SAX - MIKING SAXOPHONE - by: Michael Gunadi Widjaja (Audio Pro, December 2016)

“SEXY SAX”
MIKING SAXOPHONE
by: Michael Gunadi Widjaja
Audio Pro, December 2016


SAXOPHONE: LUWES UNTUK SEGALA GENRE
Mengapa saxophone yang saya angkat menjadi topik bahasan artikel ini? Mengapa bukan trumpet, horn, trombone, ataupun alat musik tiup lainnya? Jawabannya karena bagi saya, dan dari pandangan saya, saxophone adalah alat musik yang paling VERSATILE. Luwes untuk memainkan musik apapun genrenya.

Kita tentu masih sangat maklum, ranah Musik Jazz hampir dipadati dengan saxophone. Baik sebagai solo, combo, big band, maupun orkestra Jazz. Musik Pop pun tak luput dari jamahan saxophone sebagai nuansa plus. Bahkan Musik Klasik dan orkes simfoni klasik, juga menyertakan kehadiran aktif dari saxophone.

KARAKTER SAXOPHONE
Saxophone adalah hasil rancangan ADOLPHE SAX. Yang menarik adalah, bahwa ide dasar rancangan saxophone adalah: WOODWIND INSTRUMENT WITH BRASS POWER. Alat musik tiup KAYU dengan power alat musik tiup LOGAM. Apa artinya? Artinya saxophone adalah alat musik tiup yang dalam dirinya berpadu eksotisme kayu dan keperkasaan logam. Dan memang, awalnya saxophone diberi nama sebagai BASS HORN. Barulah pada 1946, saat Adolphe Sax mempatenkan karyanya, nama alatnya berubah menjadi saxophone.

Saturday, 10 December 2016

COLLABODIGI: KOLABORASI MUSIK DIGITAL - by: Michael Gunadi (Staccato, December 2016)

“COLLABODIGI: 
KOLABORASI MUSIK DIGITAL”
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, December 2016


SOLO DAN ENSEMBEL DALAM MUSIK
Sajian musik itu sangat beraneka ragam. Ada musik yang disajikan secara tunggal (solo). Ada yang main berdua, bertiga, berempat, dan terbentuklah ensembel. Ada juga yang main dengan jumlah pemain yang banyak, yang kemudian dikenal sebagai orkestra. Ada juga yang iseng dan karena energi kreatifnya luar biasa banyak, membuat sajian teatrikal interaktif. Bukan hanya pemain di panggung yang main musik, penontonnya juga diminta untuk main musik. Tentu dengan diberi pengarahan sederhana sebelumnya.

Selain ditilik dari jumlahnya, sajian musik juga memiliki keragaman ditilik dari alat atau piranti musiknya. Ada yang satu alat saja. Dua, tiga, empat alat, dan seterusnya sampai membentuk kesatuan organum yang lazim dikenal sebagai orkestra, simfoni, philharmoni, atau apapun itu namanya.

ENSEMBEL VS KOLABORASI MUSIK
Dengan demikian, kita pahami bahwa sebetulnya, sepanjang jalan peradabannya, manusia mengenal sajian musik sebagai sebuah wujud KERJASAMA. Bukan dalam artian kerja barengan, melainkan dengan tujuan yang sama. IDENTIFYING SAME MUSICAL GOAL ACHIEVEMENT. Begitu kata Professor saya semasa saya sekolah di negara kangguru. Kerjasama sedemikian itu, kemudian diistilahkan sebagai COLLABORATION ATAU DIINDONESIAKAN MENJADI KOLABORASI.

Wednesday, 2 September 2015

MICROPHONE UNTUK INSTRUMEN AKUSTIK - by: Michael Gunadi Widjaja (Audiopro, Agustus 2015)

"MICROPHONE UNTUK 
INSTRUMEN AKUSTIK"
by: Michael Gunadi Widjaja
Audiopro, August 2015

Sumber: Audiopro, Agustus 2015

Instrumen akustik, seperti gitar klasik dan piano misalnya, memiliki kemampuan untuk memperkaya TIMBRE atau “warna” bunyinya. Perubahan timbre ini bisa dilakukan melalui instrumen itu sendiri. Misalnya perubahan sudut dan titik eksekusi petikan pada dawai gitar klasik nilon. Atau bisa juga dilakukan sehubungan dengan jarak dan posisi microphone

Pada saat pertunjukan panggung atau sesi rekaman, penting bagi penata bunyi atau sound engineer untuk memadukan antara image timbre yang dihasilkan instrument tersebut dengan keseluruhan image bunyi hasil reproduksinya. Jadi, sebetulnya sangat dibutuhkan sebuah microphone yang mampu bertindak juga sebagai EQUALIZER tingkat pertama terhadap sumber bunyi. Microphone demikian akan sangat membantu sound engineer dalam melakukan pengaturan balance antara treble, bass, dan middle, juga ketebalan bunyi serta seberapa besar kadar keakustikan yang ingin diekspos. Misalnya geseran jari pada fret gitar atau nuansa bunyi kayu pada piano akustik.

Tuesday, 30 June 2015

"KONTRIBUSI MIXER DIGITAL PADA PEMENTASAN OUTDOOR" - by: Michael Gunadi (Audiopro, June 2015)

"KONTRIBUSI MIXER DIGITAL 
PADA PEMENTASAN OUTDOOR"
by: Michael Gunadi Widjaja
Audiopro, June 2015 (P. 40-41)

 
 Sumber:

Terlebih dahulu, akan dipaparkan apa saja keperluan utama dan krusial dalam sebuah pementasan outdoor.

Monday, 26 August 2013

"MENUJU MASYARAKAT BEBAS BISING" - by: Michael Gunadi Widjaja

"MENUJU MASYARAKAT BEBAS BISING"
by: Michael Gunadi Widjaja


Disadari atau tidak, kita berada pada tatanan kehidupan sosial yang sangat mengagungkan Budaya Kasat Mata. Seringkali kita menjadi ribut bagaikan orang kebakaran jenggot, jika kebetulan kita melihat perempuan memakai kaos dengan belahan dada rendah ataupun celana dengan belahan pantat menyembul. Kita dan juga para pamong di pemerintahan akan merasa gerah dan geram jika melihat maraknya pengemis dan gelandangan di jalan-jalan protokol kita. Kita pun pasti akan membuat reaksi yang sungguh reaksioner terhadap apapun yang terlihat mata. Betapa mata telah memperoleh kemanjaan pada budaya yang berkembang dalam kehidupan sosial kita. Begitu memanjakannya kita pada mata, hingga tanpa sadar kita bersikap bahwa mata hanya boleh melakukan fungsinya untuk sesuatu yang baik, indah, layak, dan patut. Yang sayangnya seringkali terlampau subyektif sifatnya.

Di sisi yang lain kita sangat tidak sadar. Bahwa sebetulnya, dengan terlalu memanjakan mata, kita melupakan organ indra vital kita yang lainnya, yakni: telinga. Karena terlalu asyik memanjakan mata, kita tak sadar bahwa ada bahaya baru yang sedang mengancam dan mengintai kita. Bahaya tersebut hanya dapat ditengarai oleh telinga. Bahaya tersebut bahkan sudah merupakan sebuah koloni yang siap menjajah dan meluluh lantakkan daya persepsi otak kita: KEBISINGAN.


Wednesday, 21 August 2013

"MIXING GITAR KLASIK" (AudioPro Juli 2013) - by: Michael Gunadi Widjaja

"MIXING GITAR KLASIK"
(Artikel AudioPro Juli 2013)
by: Michael Gunadi Widjaja



Semesta pembicaraan dalam tulisan ini adalah dua istilah, yakni MIXING dan GITAR KLASIK. Yang dimaksud gitar klasik dalam tulisan ini adalah gitar akustik dengan dawai nylon. Gitar semacam ini ada yang akustik sejati, adapula yang akustik elektrik. Dalam arti terdapat sirkuit elektronik dalam body gitar - baik yang berfungsi sebagai pre amplifikasi, maupun yang berupa embedded microphone.

Bunyi gitar klasik memiliki tantangan tersendiri dalam rangkaian proses mixing. Sebagaimana piranti akustik pada umumnya, gitar klasik memiliki kemungkinan bagi eksplorasi bunyi. Hasil eksplorasi bunyi tersebut berupa TONE COLOR atau warna bunyi. Tone color ini sangat berbeda dengan TIMBRE yang adalah bunyi asli si piranti. Tone color inilah yang nantinya dalam proses mixing, semestinya bisa terdengar dengan semestinya. Selain tone color, piranti akustik senantiasa menyertakan frekuensi harmonic dari sebuah nada yang dihasilkan. Frekuensi harmonic ini lah yang membuat bunyi piranti akustik terkesan lebih hidup. Lebih hidup dalam artian warm and thick, lebih hangat dan tebal. Parameter semacam ini memang bisa sangat subyektif. Namun seberapa pun subyektifitas membayangi, warm and thick pada akustik tetap akan terasa, apalagi jika dipersandingkan dengan piranti elektronik. Selain dua hal tersebut, yang membuat piranti akustik menjadi khas adalah bunyi material piranti itu sendiri. Misalnya gesekan jari pada dawai dan getaran body gitar saat dawai terpetik saat dipetik.

Monday, 10 June 2013

"Synthesizer AnalogArtikel Audio Pro, Mei 2013

"SYNTHESIZER ANALOG, 
DIGITAL, dan HYBRID"
Oleh: Michael Gunadi Widjaja
Artikel Audio Pro, Mei 2013


Tulisan ini akan memaparkan perbedaan dasar antara synthesizer analog, digital, dan hybrid. Paparan tentang perbedaan masing-masing sistem sama sekali tidak mengacu pada keunggulan masing-masing. Synthesizer generasi pertama rancangan DR. Robert Moog menggunakan sistem analog. Saat digitalisasi mulai merambah kehidupan manusia modern. Sistem kerja synthesizer pun beralih pada sistem digital. Belakangan sistem digital dirasa tak mampu lagi menghasilkan bangunan bunyi yang thick, warm, and vintage tebal, hangat, antik unik. Disisi lain, orang masih memerlukan teknik pengoperasian yang relatif lebih bersahabat, yang hanya bisa didapat pada sistem digital. Sebagai jalan tengah, dibuatlah synthesizer hybrid.

Hal utama yang merupakan perbedaan mencolok antara synth analog dan digital adalah bahwa synth analog mampu menghasilkan bunyi yang warm atau hangat. Pendapat ini sebetulnya lebih bersifat subyektif. Yang dimaksud dengan warm sebetulnya adalah "kandungan frekuensi tinggi yang lebih sedikit dalam aliran sinyal gelombang bunyi". Fenomena ini secara teknis terjadi karena adanya boost frekuensi rendah. Atau malahan disebabkan kebocoran dari filternya. Manifestasinya adalah saat kita menekan tuts untuk menghasilkan nada, bunyinya akan terkolorasi sehingga kesannya ada penambahan chorus. Tambahan chorus ini secara psikologis memberi kesan thick & warm - tebal dan hangat. Pada sistem digital yang relatif lebih eksak, kebocoran filotrasi jelas tidak mungkin terjadi. Meskipun demikian, agak terlalu subyektif untuk mengklaim bahwa synthesizer digital takkan pernah dapat menyamai ketebalan dan kehangatan synthesizer analog.

Lalu bagaimana sekarang dengan synthesizer hybrid? Untuk berkenalan dengan synthesizer hybrid, ada baiknya kita tengok sejenak prinsip kerja synthesizer.

Saturday, 30 March 2013

Artikel @ Audio Pro Maret 2013


TIPS SEPUTAR HOME RECORDING
 Artikel Audio Pro, Maret 2013
oleh: Michael Gunadi Widjaja


Home recording sekarang ini sepertinya sudah tak dapat dipisahkan dari gaya hidup sekaligus keberadaan para pemusik.Dengan home recording berbagai ide musical dapat diramu,diolah dan sekaligus disajikan.Bukan saja sebagai keperluan dokumentasi,melainkan dapat juga berbicara dan bersaing di pasar industry music.Banyak hasil rerkaman home recording yang mampu menjuadi lahan kehidupan yang menjanjikan bagi para pemusik.

Menjadi menarik untuk sejenak mencermati Home Recording.Ditinjau dari efisiensi penggunaan piranti,sekaligus mencoba sedikit mengevaluasi,jika kita telah memiliki home recording sendiri.Tak ada ruginya mengingat kembali,bahwa pijakan utama kita saat membangun home recording adalah BUDGET.Sebuah home recording dapat terbangun dengan biaya sangat minimal,sekaligus juga memakan biaya yang begitu besar hingga tak terhitung.Untuk itulah,pijakan pertama kita seyogyanya adalah BUDGET dan tetap kukuh untuk berpegang pada budget kita.

Budget yang telah kita tetapkan dan kita usahakan agar tak banyak bergeser,mengandung konsekuensi.Yakni kita harus membuat SKALA PRIORITAS.Misalkan kita ingin membangun home recording dengan jalur vocal sebagai unggulan,prioritas kita tentulah pada anggaran piranti vocal yang lebih utama.Sedangkan jika home recording kita ingin difokuskan pada mixing ataupun mastering tentu piranti mixing (bukan hanya mixer) yang akan kita prioritaskan.Prioritas dalam artian mendapat pos anggaran yang paling besar.

Hal berikutnya yang perlu mendapat perhatian extra adalah,SENANTIASA TANGGAP DAN KRITIS TERHADAP IKLAN.Sebuah microphone yang diiklankan sebagai sangat superior,belum tentu pas dan cocok dengan kebutuhan kita.Adalah baik jika senantiasa diingat bahwa Home Recording adalah sebuah system.Misal microphone kita sangat mahal,namun piranti lainnya tidak match dengan microphone tersebut,hasilnya juga akan tersia-sia.

Sekarang misalnya kita telah menset budget dan sudah punya gambaran piranti apa saja yang akan kita beli.Kita masih harus mengatur mindset kita.Bahwa home recording adalah sebuah sisterm.Dan dalam system yang demikian,peranan perasngkat lunak,yakni sumber daya manusia,sangatlah mutlak.Senantiasa cermati kemampuan kita.Serta terus berusaha untuk mengembangkan teknik recording kita.Dalam keadaan nyata,sebuah produksi rekaman yang luar biasa,hadir bukan karena kecanggihan piranti.Melainkan karena ketrampilan dan teknis sound engineering nya.Tentu,pengalaman juga merupakan hal penting.Tidak aka nada gunanya,jika kita membeli satu set perlengkapan home recording super canggih,namun teknik dan ketrampilan kita hanya sebatas operator sound untuk khitanan belaka.


Berikut ini kita akan menelisik lebih dalam,elemen-elemen utama di dalam home recording:

Vocal yang layak
Banyak orang yang menginginkan hasil vocal yang “tebal” sebagai hasil dari olahan home recordingnya.Hal ini dapat5 dicapai bukan semata karena microphone yang sangat bagus,melainkan juga teknik yang mumpuni.Intinya adalah mengatur overdub,atau menumpuk track vocal,sembari melakukan pengaturan pada kadar reverb.Tentu kadar reverb di sini adalah sebuah “ruang maya” hasil rekaan DSP berupa aliran sinyal digital.

Tips yang sederhana adalah : Take lead vocal terlebih dahulu.hasilnya harus diolah agar setidaknya mendekati keinginan kita.Setelah itu,take vocal kembali.Namun kali ini dicoba dengan berdiri sekitar 3 feet dari mic,disbanding posisi semula.Take kedua digabung atau overdub dengan take vocal pertama.Setelah itu baru diatur parameter simulasi,dalam hal ini reverb,pada DSP.Bisa juga ditambahkan sedikit delay.Tapi ini hanya penebal dan pemanis belaka.Berapa itu besar tambahannya,tergantung sumber vocal dan sekali lagi teknik dan pengalaman kita.

Merekam Gitar Elektrik dengan Home Recording
Sudah menjadi rahasia umum,bahwa bunyi gitar listrik,paling ideal adalah dengan miking pada speker amplifier nya.Banyak pemilik home recording yang meletakkan mic berharga sangat mahal untuk miking ke speaker dan amplifier yang juga sangat mahal.Namun hasilnya tetap mengecewakan.Inti masalahnya terletak pada sudut miking.Mic dan cone pada speaker ampli,sebetulnya membentuk sebuah sumbu atau axis.Derajat sudut axis inilah yang sebetulnya menjadi focus utama.tentu dengan trial dan error.Intinya,sudut ini harus tetap diperhitungkan bersama dengan karakter mic dan bahan dari cone speaker juga karakteristik ampli nya.Mic condenser misalnya.akan lebih cenderung menangkap frekuensi-frekuensi dalam ruang nya dibandingkan frekuensi yang langsung dari bunyi speaker.Jadi jika “terlalu jauh”,maka condenser mic malahan akan membuat tangkapan bunyi yang tidak detail.Banyak para sound engineering menempatkan mic condenser sebagai back up bagi dynamic microphone.

Persoalan akan menjadi lebih rumit lagi,jika gitar listriknya menggunakan DI box kemudian dihubungkan dengan aneka guitar gig rig.Jika ini yang dihadapi home recording kita,kita bisa mencari penyesuaian akustik ruang studio kita.Betapapun sempurna tata akustik studio kita,lokus-lokus dalam ruang nya tidak akan mungkin merespon bunyi dengan perilaku yang sama.Jadi kita bisa bereksperimen untuk terlebih dahulu meletakkan ampli dan speaker pada daerah ruangan yang merespon bunyi mendekati keinginan kita.

Hybrid Studio
Bentuk home recording bisa saja sebuah hybrid studio.Yaitu menggunakan dua system kerja piranti.Digital dan analog.Jadi sebagai pengolah utamanya adalah sebuah DAW (digital Audio Workstation) dengan tambahan piranti yang bersistem analog.Hybrid studio dibuat orang karena ada rasa,yang sekian persennya adalah subyektif,bahwa bunyi olahan digital kurang hangat disbanding olahan analog.Pendapat ini tentu sah-sah saja adanya.

Tuesday, 8 January 2013

Mengenal MIDI Controller ( Majalah Audiopro Desember 2012 )


MENGENAL MIDI CONTROLLER



MIDI atau Musical Instrument (with) Digital Interface,dapatlah dikatakan sebagai sebuah revolusi dalam perkembangan musik.Sebuah revolusi yang menjadikan pembuatan musik sebagai sebuah ranah yang hamper-hampir tanpa batas.Dengan menggunakan MIDI,alat dan piranti musik bisa saling berkomunikasi.

Banyak pemusik yang masih keliru memaknai MIDI.MIDI bukanlah perangkat.MIDI adalah sebuah sistem.Sebuah sistem komunikasi yang mempergunakan interfasa secara digital.Bentuk komunikasi dengan MIDI pun tidak sepenuhnya sempurna tanpa kekurangan.Sebagaimana layaknya sebuah komunikasi antar person,diperlukan adanya pemahaman “bahasa” untuk sebuah ragam komunikasi yang efektif.Meskipun demikian,peran MIDI tak dapat dipungkiri sangatlah signifikan dalam memberikan paradigma dan cara pandang “baru” dalam produksi musik.


Hal lain,yang masih sering dipersepsikan oleh para pemula adalah bahwa MIDI bekerja bagaikan dua piranti musik yang saling berhadapan.MIDI tidak selamanya tampil dalam format yang sedemikian.Harap diingat kembali bahwa MIDI adalah sebuah sistem dan bukan alat.MIDI bisa tampil dalam bentuk software penulisan notasi musik.Seperti pada software Sibelius,Finale dan juga Capella yang sangat Jerman.Dengan MIDI,seorang komposer bisa secara relative sederhana mendengarkan hasil karyanya yang sudah dia tulis memakai software music notation di laptopnya.

Semesta pembicaraan MIDI dalam ranahnya sebagai sebuah sistem,menyertakan pula sebuah piranti yang fungsi dan peranannya sangat penting.Sebuah MIDI CONTROLLER.Midi controller adalah sebuah piranti pengontrol midi.Midi controller dapat berwujud :
  • Hardware : Dalam hal ini bentuknya menyerupai electronic keyboard lengkap dengan tombol dan tuts,bisa juga berupa mesin seperty tone generator,bisa juga berwujud gitar atau juga alat tiup.
  • Software : Bentuknya adalah piranti visual.
Secara sederhana,Midi Controller berfungsi sebagai pengatur transmisi data dalam sebuah sistem MIDI.

Untuk dapat mempergunakan Midi Controller dengan efisien,adalah baik jika kita secara sepintas mengenal jenis-jenis Midi Controller.

Tradisional Midi Controller
Yang termasuk dalam jenis ini adalah Keyboard Midi Controller.Keyboard MIDI Controller yang sejati,tidak dilengkapi dengan tone generator.Jadi jika sedang tidak melakukan fungsinya,keyboard ini tidak dapat berbunyi.Sebuah intelligent keyboard atau juga synthesizer dan bahkan guitar synthesizer,bisa saja melakukan fungsi sebagai midi controller.Hanya saja,kemudahan manipulasi parameter dan juga detail kemampuan edit bunyi,memiliki “keterbatasan”.jika dibandingkan dengan Midi Controller yang sejati.

Real Time Midi Controller
Yakni Drum Machine dan sampler.Piranti ini memungkinkan untuk dapat leluasa melakukan transmisi,control dan manipulasi data MIDI sembari perform on stage.Hal yang sangat rumit jika dilakukan dengan midi controller yang tradisional.

MIDI CONVERTER
Adalah sebuah piranti yang fungsinya mengkontrol transmisi dari signal analog ke digital untuk kemudian di interaksikan dalam sistem MIDI.Untuk mudahnya,sebuah midi converter,adalah midi controller yang
fungsinya mengubah instrument non elektrik seperti piano akustik misalnya,agar dapat berkomunikasi dalam sistem MIDI.

Sequencer
Sebuah sequencer sebetulnya juga sebuah midi controller.Hanya saja sequencer mengkontrol transmisi data Midi sebagai sebuah sekuens atau pola-pola musik,sebagai sebuah kumpulan data yang sudah tersusun.

Dalam produksi musik,midi controller dibebani dengan fungsi pengaturan parameter yang bisa sangat rumit.Midi controller tidak sekedar berurusan dengan bunyi,melainkan dengan parameter editing bunyi.Pitch bend,modulation wheel,kadar sustain dalam injakan pedal,merupakan hal yang cukup rumit dan kesemuanya harus dapat diatur dengan detail oleh sebuah midi controller.

Pada prinsipnya,pekerjaan midi controller adalah melakukan encoding dan decoding data midi.Dan untuk urusan seperti parameter pitch bend misalnya.Encoding dan decoding data nya dapat mencapai 16.000 steps secara simultan.



Midi controller dapat dikatakan sebuah piranti esensial dalam sebuah sistem.Dan efisiensi penggunaannya hanya memungkinkan jika pemakainya memiliki pengetahuan.Dan langkah awalnya adalah mengenalnya,meski secara sepintas.

Michael Gunadi Widjaja

Sunday, 29 July 2012

Artikel Audio Pro Juli 2012 "BASS MIXING"

"BASS MIXING"
Artikel Audio Pro Juli 2012 
by Michael Gunadi Widjaja

 


Dalam ranah audio pro, mixing dapat dikatakan sebagai sebuah upaya memberi nyawa pada hasil reproduksi bunyi. Dalam rantai proses rekaman maupun real time perfomance, mixing menjadi sebuah hal yang sangat esensial.

Untuk dapat melakukan mixing dengan layak, seorang sound engineer mengawalinya dengan menanamkan visi pada benaknya. Visi tentang bagaimana kehadiran bunyi hasil reproduksi. Apakah dengan puritas yang sangat presisi atau sepenuhnya berupa artifisial. Pada pelaksanaannya, mixing diberlakukan bagi semua elemen yang akan direproduksi. Tentu dalam hal ini termasuk juga bass atau bass guitar (elektrik).

Keberadaan bass dalam ranah musik modern kian hari kian menjadi sangat esensial. Bass bukan saja sebagi thesis pemberat dalam beat, namun juga dapat mengambil fungsi sebagi cantus firmus (lagu pokok); dan juga dapat memberi nuansa dan warna bagi komposisi musik secara utuh. Dari kenyataan ini, dapatlah dikatakan bahwa bass menuntut perlakuan yang lebih seksama jika ingin direproduksi. Tentu upaya ini akan melibatkan proses mixing, sebuah proses yang bertumpu pada visi dan skill.

Proses bass mixing akan sangat efektif jika didahului dengan sebuah pemahaman bahwa bass (bersama drums) adalah dasar pokok dalam rhythm section. Idealnya bunyi bass adalah punchy atau "nendang", biasanya dirasakan sebagai getaran di dada pendengar. Namun bunyi bass tidak boleh tambun. Bass harus tetap groovy agar dapat  melaksanakan fungsinya memperkaya irama. Dan yang sangat penting adalah bass dalam gelegarnya tidak menutupi bunyi piranti musik lainnya. Untuk menjaga agar bass tetap sebagai bass, dalam mixing kita membutuhkan piranti pembantu, yakni equalizer dan compressor. Proses ekualisasi bertujuan untuk menonjolkan karakter bass dan proses kompresi untuk menjaga rentang dinamika bass yang kadang bisa sangat luas.

PANORAMA

Hal esensial sebelum memixing bass adalah menentukan terlebih dahulu staging bunyi bass. Lazimnya bass menempati panorama sentral. Dalam artian, knob pan pot tetap di tengah. Memposisikan bass pada kanal kiri atau kanal saja, dalam beberapa kasus sangat mengganggu keberadaan hasil reproduksi secara keseluruhan. Faktor lain adalah panorama bunyi bass dalam hubungannya dengan equalizer dan compressor. Apakah akan diekualisasi dahulu ataukah dikompres baru kemudian diekualisasi. Ini bergantung pada visi sang sound engineer.

EKUALISASI

Hal penting dalam ekualisasi bass adalah filtering. Penyisiran dapat dilakukan pada frekuensi rendah terutama kisaran 40 Hz, karena dalam realitanya jarang sekali bass berdentum dalam jangkau frekuensi sedemikian rendahnya. Langkah berikutnya adalah sweeping terhadap frekuensi yang kita rasakan menghambat visi kita akan bunyi bass.

Pada gambar nampak sweeping pada frekuensi 128 Hz dan kisaran 185 Hz yang dipangkas. Dalam kasus tertentu, tidak selalu cut off pada kisaran frekuensi ini dapat menambah kejernihan dan punchy bunyi bass. Tentu hal ini sangat subyektif sifatnya dan sangat bergantung oada visi sang sound engineer.

KOMPRESI

Gambar mengilustrasikan status kompresi. Yang penting adalah memilih ratio kompresi, lazimnya untuk bass adalah 8:1. Jika pemain bass memiliki teknik yang baik, kompresi sangat tidak diperlukan. Karena hanya dengan jarinya, si pemain bass sudah mampu menghadirkan bunyi bass yang stabil dan rata. Termasuk mulus dalam gradasi dinamika.

Memixing bass pada hakikatnya sama seperti bermain bass itu sendiri. Beberapa sound engineer malah berlaku ekstrem dengan hanya memunculkan frekuensi rendah saja. Dan nyatanya dalam music industry belakangan ini, situasi ekstrem tsb. menjadi marak dan malah dapat menjadi semacam warna musikal yang baru.