"J. EDU"
MENELISIK PENDIDIKAN MUSIK JAZZ (BAGIAN KE-1)
MENELISIK PENDIDIKAN MUSIK JAZZ (BAGIAN KE-1)
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato Article (August 2014)
“J. EDU” adalah singkatan dari Jazz
Education. Pendidikan dalam Musik Jazz. Sebetulnya, pokok bahasan semacam
ini adalah spesialisasi dari Ibu Jelia Megawati Heru, M.Mus.Edu. Dengan
demikian, Saya akan memberi telaahan dari sudut pandang Saya sebagai pekerja
musik semata. Dan bukan dimaksudkan sebagai paparan ilmiah edukasi musik. Semesta
pembicaraan ini Saya anggap menarik dikedepankan sehubungan dengan beberapa
fakta yang bertalian, berkenaan, dan bersinggungan dengan Musik Jazz itu
sendiri.
FAKTA TENTANG
MUSIK JAZZ
BERAWAL DARI
“KEKELIRUAN” HINGGA MENJADI SESUATU YANG CANGGIH
Jazz sejati sebetulnya adalah sebuah musik silang budaya. Bentuk sajian Jazz di awal masa pertumbuhannya banyak diwarnai oleh “kekeliruan.”
Dalam perkembangannya,yang semula
berpangkal tolak dari kekeliruan, malah menjadi sesuatu yang rumit dan canggih.
Sehingga untuk dapat mengakomodir hasrat main Musik Jazz dewasa ini, sangat
mustahil jika seseorang tidak dibekali dengan teknik permainan instrumen musik
yang mumpuni. Logikanya, jika kita ingin main Jazz ya tentu teknik main
instrumennya mengarah pada Musik Jazz dong. Kenyataan dalam ranah praktek
metode musik, Saya simpulkan sangat
sulit untuk mengatakan bahwa ada pelajaran teknik bermain Jazz. Mengapa? Ya
karena hal-hal seperti fingering, pengkalimatan
(phrasing,) tone color sampai pada geografi instrumen, DALAM TAKDIRNYA SUDAH MENJADI MILIK MUSIK KLASIK YANG KARENA TAKDIR
PULA sudah jauh lebih dahulu tumbuh dan berkembang.
FANATISME TERHADAP MUSIK JAZZ
Beberapa Master Jazz, bahkan
sampai jam ini, masih tetap mengandalkan belajar Jazz dengan MENDENGAR
permainan para pakar Jazz. Seperti pernah bermilyar kali Saya tulis, Saya pun
mengalami hal sedemikian sewaktu Saya belajar Jazz. Bahkan di negara “maju”
seperti Australia pun cara ini masih tetap sakti diterapkan. Semasa Saya studi
Jazz, malahan Saya sempat berpuasa dan berpantang untuk TIDAK MENDENGARKAN MUSIK SELAIN JAZZ. Hal tersebut sebagai bentuk
ekstrem agar soul and passion kita betul-betul betul bersenyawa dengan esensi Musik
Jazz. Pertanyaannya adalah apa yang mau dijadikan bahan pembelajaran didaktik,
jika pendekatannya saja sudah berupa hal yang instingtif seperti demikian?
Di sisi yang lain, kita tidak
boleh pernah lupa bahwa Jazz dalam pertumbuhan dan perkembangannya diwarnai juga
dengan telaah musik secara ilmiah. Benny
Goodman adalah pelopor penelaahan Jazz secara metodologi skolastik. Juga Duke Ellington yang menerapkan disiplin
bermain Jazz sebagaimana keteraturan dalam orkestra Musik Klasik.
KONSEP EDUKASI MUSIK JAZZ
Dari sekumpulan fakta
tersebut, nampak ada gap yang perlu dijembatani. Jazz yang secara esensial adalah instingtif spontan dan Jazz yang
dengan kekenyalan dan keterbukaannya mampu menjadi subyek telaah secara ilmiah.
Benang merahnya adalah sebuah konsep edukasi Musik Jazz. Bukan semacam
metodologi bermain intrumen semata, melainkan sebuah alur yang masuk akal
dipijak untuk sampai pada Jazz yang memang dapat dididikkan. Menelisik semesta
pembicaraan tersebut, adalah baik, dan mungkin sedikit bijak, jika kita sekarang
menoleh dan menatap sejenak apa yang sudah teralami oleh Amerika Serikat dalam
semesta pendidikan Musik Jazz.
Tumbuh kembangnya pendidikan Musik
Jazz di Amerika Serikat, dapat dikelompokkan dalam tiga periode, yakni:
- Pandangan sosio-kultural di masa awal pertumbuhan Jazz
- Institusionalisasi Pendidikan Musik Jazz
- Keberadaan Pendidikan Musik Jazz masa sekarang
Awal pertumbuhan Musik Jazz
diwarnai dengan pandangan sosio-kultural yang bermuara pada hal-hal berikut:
1. Jazz sebagai Fenomena Auditif Semata
Nyaris tidak ada aransemen tertulis. Tak ada buku metode belajar dan cara belajar Jazz pun nyaris tak terpublikasi.
2. Belajar Mandiri yang Mulai Terstruktur
Beberapa pemusik Afro Amerika, seperti Buddy Bolden, Joe Oliver, Jelly Roll Morton, Bunk Johnson mengembangkan cara belajar mandiri. Masih terfokus pada upaya mendengar, hanya saja struktur arah kerangka pendidikannya mulai nampak.
3. Cutting Session dan Jam Session
Yakni bermain secara berkelompok, sehingga tiap pemusik dapat saling belajar dan berbagi. Meski saat itu tetap belum ada konsep yang tertulis. Jam session kemudian menjadi tradisi hingga kini meski konsep dan fungsinya sudah jauh berbeda.
4. Sajian di Kampus Sekolah Tinggi
Pada tahun 1920, mahasiswa di Alabama College memasukkan ensembles Jazz ke dalam aktifitas kampus mereka. Saat itu fungsinya masih sebatas musik pengiring dansa saja. Namun peristiwa ini adalah tonggak sejarah yang menandai masuknya Jazz ke dalam institusi pendidikan formal.
5. Kontribusi Dunia Rekaman
Rekaman Jazz pertama terjadi tahun 1917. Kemudian mulai maraklah siaran radio bermuatan Musik Jazz. Siaran radio waktu itulah yang menjadi semacam “buku metode” pembelajaran Musik Jazz.
6. Peristiwa 1930 – 1940
Jazz mulai diajarkan oleh para musisi alumnus konservatori Musik Klasik di New York, Boston, dan Los Angeles. Dalam rentang waktu tersebut juga terbit buku cara mengorkestrasi Jazz karya Norbert Bleihoof. Juga majalah seperti Down Beat mulai memasukkan kolom Jazz yang lebih bersifat teknis. Peristiwa paling penting dalam periode tersebut adalah upaya Heinrich Schilinger mengajarkan kursus improvisasi door-to-door dan di rumahnya. Upayanya ini dikemudian hari melahirkan apa yang kita kenal sekarang sebagai BERKELEE COLLEGE OF MUSIC yang sangat terkenal.
7. Upaya Len Bowden di Pangkalan Angkatan Laut Illinois 1942 -1945
Len Bowden melatih para kadet angkatan laut untuk sebuah korps musik. Metode pelatihannya adalah JAZZ. Dapat dikatakan inilah tonggak sejarah pertama kali Jazz memiliki metode tertulis dan formal. Yang diajarkan Bowden saat itu adalah: teknik Jazz dalam ensembles, aransemen ensembles Jazz sederhana, sedikit pengetahuan improvisasi, tata cara latihan Jazz untuk kelompok musik resmi.
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.