"SIZE: IT DOESN'T MATTER!"
Oleh: Michael Gunadi Widjaja
Kecil, acapkali dikonotasikan sebagai sesuatu yang
inferior. Lemah, sangat remeh, kurang bermakna, dan bahkan sering pula dikonotasikan
sebagai hal yang “merendahkan” dan bahkan “memalukan” serta memilukan. Simak saja
ujaran seperti berikut ini: ”Ah, badannya
terlalu kecil untuk menjadi bintang bola basket…” atau juga ”wah, payah, anu suamiku ukurannya kecil…”
Di sisi yang
lain ada semacam rhetorika yang merupakan penghiburan bagi konotasi inferior
tentang kecil. Kita sering mendengar ungkapan seperti: “Kecil-kecil cabe rawit” atau juga celotehan semacam: “Biar
kecil, yang penting goyangannya.” Jadi rupanya, tepat juga adagium yang mengatakan “SIZE: IT DOESN’T MATTER!”
Konotasi
makna bukan sekedar persepsi individual. Sampai batas tertentu persepsi
individual dapat menjadi persepsi komunal. Dengan demikian, sangat mungkin
terjadi adanya persepsi publik bahwa yang kecil pasti inferior. Ini tentu tidak
sejalan dengan realita yang dihadapi orang jaman sekarang. Sebuah realita yang
sangat fatal jika hanya ditelaah secara dikotomis belaka. Nampaknya perlu ada
upaya menyemburtkan persepsi yang lebih baik dari sekedar dikotomi. Dan pencerahan
semacam ini dapat dimulai dengan memberi persepsi yang seimbang terhadap makna
sebuah kata.
Persepsi
makna kata yang seimbang, dapat dimulai dari ranah SENI. Sebuah ranah yang
mampu mensublimasi sampai pada tingkat subtilitasnya, dari semua kebutuhan dan
kehausan rasa dan karsa manusia. Musik sebagai cabang seni juga menjadi media
yang layak untuk menyeimbangkan persepsi guna mendapatkan pandangan menyeluruh
akan makna kata. Dengan daya afeksinya yang luar biasa, musik mampu mencerahkan
makna. Sebab jika sebuah kata hanya dimaknai secara picik, maka akan banyak akibat
yang ditanggung khalayak - khususnya mengenai kebijakan dalam tatanan hidup
bermasyarakat.
Jake Shimabukuro
Adalah JAKE SHIMABUKURO. Pria berperawakan
kecil. Jake Shimabukuro adalah seorang pemusik. Bahkan seorang virtuoso musik
yang lebih dari sekedar artis musik. Nama Jake Shimabukuro mengisyaratkan
adanya darah campuran Jepang – Amerika dalam diri Jake. Jake memulai kiprah
musiknya dari tempat tinggalnya di Hawaii. Dan yang di lakukan Jake sangat
tidak biasa. Jake tidak menyanyi, tidak bermain gitar ataupun piano. Melainkan
mengeksplorasi total sebuah…..UKULELE!
Ukulele
adalah alat musik yang berasal dari Portugis namun berkembang pesat di Hawaii. Ukulele
termasuk dalam alat musik chordophone karena
sumber bunyinya dari getaran dawai. Ukulele juga merupakan keluarga lute dan
keturunan langsung dari gitar. Di Indonesia, ukulele dikenal sebagai salah satu
alat musik dalam Musik Keroncong. Tanpa perlu memperbandingkan dengan sesuatu, orang
normal pasti mengatakan bahwa secara fisik, ukulele tergolong kecil. Dawainya
pun hanya empat. Lehernya juga pendek dan berdiameter kecil. Peranannya pun
tidak seperti gitar yang sampai pada tingkat virtuositas tinggi. Ukulele lazim
dipakai sebagai pengiring. Itupun lazimnya hanya berupa akor yang dibunyikan
secara strumming. Orang Jakarta
bilang, “digenjreng” hehehehe…
Di tangan
Jake Shimabukuro, yang berperawakan kecil, ukulele yang juga kecil, secara luar
biasa menjadi besar. Hehehehe… tentu
bukan fisiknya yang tiba-tiba menggelembung ya. Dengan ukulele, Jake
Shimabukuro tak hanya menyajikan lagu, namun memainkan score orkestra yang rumit dan sangat kompleks. Berbekal penguasaan
teknik petik dan strum dari gitar, ditambah intuisi dan kepekaannya terhadap
harmoni, Jake Shimabukuro mengubah ukulele, si kecil, menjadi sebuah piranti
yang menakjubkan!
Jake Shimabukuro "Bohemian Rhapsody"
Jake
Shimabukuro dan ukulelenya mengajarkan banyak makna permenungan bagi kita, bahwa
tak selamanya kecil itu inferior. Kecil
dapat menakjubkan sejauh diberdayakan. Pemaknaan ini dapat kita sikapi sebagai
jangan meremehkan pihak yang kecil atau dikecilkan dan bahkan terkecilkan dalam
masyarakat. Jika ada upaya pemberdayaan, golongan kecil malah dapat menjadi
penopang. Sebagaimana ukulele menjadi penopang pencaharian Jake Shimabukuro.
Terdapat
juga semburat makna bahwa dengan kematangan eksplorasi total, sesuatu yang
tradisionil dan fungsinya bersahaja dapat menjadi sebuah masterpiece. Ini nampaknya layak dipakai sebahgai pijakan sikap
kita terhadap sesuatu yang tradisional. Yang tradisional tidak selamanya harus
dipandang sebagai primitif dan remeh. Dengan pengolahan dan terobosan yang
matang, sesuatu yang tradisionil mampu juga berbicara banyak dan lantang.
Tidak
berlebihan jika kita kemudian berujar dengan agak lantang bahwa KECIL ITU
SHIMABUKURO. Karena dengan upaya nyata, Jake Shimabukuro dan ukulele telah
memberi pelajaran bagi kita bagaimana memperlakukan “yang kecil“ dan yang
terpenting adalah memberdayakannya.
My Guitalele and Ukulele
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.