Sunday 18 August 2013

"DAWAI CINTA" - by: Michael Gunadi Widjaja

"DAWAI CINTA"
Oleh: Michael Gunadi Widjaja



Disini saya ingin menghantar pembaca untuk sejenak menikmati alunan biola yang cukup menghanyutkan emosi kita. Kita digiring pada rasa sedih, tetapi juga ada perasaan tenang yg menyentuh setiap relung terdalam hati kita. Satu kelembutan yg begitu lembut, satu keanggunan yg elegan... Inilah kesejatian alunan DAWAI-DAWAI BIOLA.

Ada satu ungkapan yang terkenal tentang cinta: “Love is a  many splendored things.” Cinta memang satu kata berjuta makna. Tak habis-habisnya orang berbicara tentang cinta. Tak bosan-bosannya cinta itu diobral. Dan seolah tak lekang dan tak pupus upaya orang untuk mencari lesejatian cinta. Tak jengah pula orang berulang-ulang mencoba memaknai cinta. Maka tak mengherankan, jika cinta kemudian memperoleh takhtanya dalam ranah yang merupakan pengejawantahan kulminasi cipta dan karsa manusia: SENI.

Sudah terlampau banyak seni bicara tentang cinta. Meski demikian makna cinta yang disemburatkan ranah seni seolah malah menjadi penyegar aroma cinta setiap insan di muka bumi ini. Tak terkecuali yang disemburatkan seni musik. Diantara beragam pengungkap cinta dalam ranah musik, salah satunya adalah dawai. Dawai yang senantiasa sarat permenungan. Dawai yang kadang banyak memunculkan kontroversi. Dan dawai yang adalah titian sanubari dalam memaknai sebuah karunia Ilahi yang agung - CINTA.


KARAKTER BIOLA
Saat bicara tentang dawai dalam ranah musik, orang tentu segera teruju pada gitar dan biola. Dalam beberapa hal, biola memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan gitar. Meski keduanya jelas sangat fasih memaparkan makna cinta. Bunyi biola memiliki karakter yang romantis. Sekaligus manja. Tak seperti gitar yang romantis namun hangat. Karakter bunyi biola adalah romantisme kemanjaan. Bunyi biola sexy dan sensual. Namun sexy dan sensual yang terbungkus kemanjaan dan kelembutan. Bukan sexy dan sensual yang hot, ganas, dan membara. Biola sama sekali tak memunculkan area libido sexuil yang liar. Biola adalah sang ratu merpati dalam segala subtilitas kemanjaannya.

 
DAVID GARRETT (Germany)


David Garrett "Carmen Fantasy, op. 25"

Sifat romantik dan manja itulah salah satu hal yang membuat biola abadi dalam hati umat manusia. Tentu bagi yang berkeinginan menafsir bunyi membangun hasrat. Dan bicara tentang biola adalah bicara tentang dawai cinta. Rentang asmara dalam tapak-tapak yang mencoba memaknai umur dunia.

Lazimnya biala dikenal dalam Musik Klasik. Tak pernah ada orkes simfoni yang tak memakai biola. Banyak legenda biola yang lahir dari kiprah Musik Klasik. Orang tentu sangat mengenal Yehudi Menuhin, sang maestro biola. Dengan presisi nada yang sangat tepat dan mampu menampilkan taksu melalui tiap gesekan pada dawai biola. Juga David Garrett, pemain biola berusia  belia yang menjadi ikon virtuositas di dekade millennium. Orang pun takkan lupa pada Helmut Zacharias, yang dengan biolanya membawakan musik Light Classic dan Pop yang diorkestrasikan. Di tangan Helmut Zacharias, biola seolah memunculkan dimensi baru bagi penghayatan sebuah kematangan filosofi tentang dawai yang menawarkan aroma cinta.

Noel Pointer "PHANTASIA"

BIOLA DALAM MUSIK JAZZ

Keberadaan sang dawai cinta, biola, juga merambah dalam ranah Musik Jazz. Jenis musik yang mengusung kebebasan, persamaan, dan senantiasa menyuarakan ketertindasan manusia dalam sublimasi dan subtilitas yang tinggi. Ranah Jazz mengenal legenda maestro biola. Ada Stephane Grappelli yang senior dan matang, ada Jean Luc Ponty yang progresif dan cenderung kontempo, dan juga Noel Pointer yang ajaib. Para maestro biola jazz ini menyiratkan juga pesan cinta. Dawai cinta yang menyirat pesan namun dalam tata gramatika musikal yang senantiasa menyuarakan universalitas.

Keberadaan biola juga tak luput dari karya-karya musik. Yang abadi dan menggetarkan. Hampir semua komposer hebat membuat karya untuk biola, namun yang paling tersohor dalam khasanah biola adalah Niccolo Paganini, biolis sekaligus komposer berkebangsaan Italia. Banyak orang yang mempercayai sebuah legenda yang mengatakan bahwa komposisi dan permainan biola Paganini mampu membuat setan-setan di neraka menari!

 WR. SUPRATMAN "INDONESIA RAYA"

Di Indonesia, biola memiliki makna yang khusus. Betapa tidak? Lagu kebangsaan “INDONESIA RAYA” pertama kali dikumandangkan bukan dalam bentuk paduan suara, melainkan dari sebuah alunan biola. Alunan biola dari komposernya, Wage Rudolph Supratman. Indonesia juga memiliki pemain biola yang baik, keluarga Suwandi, Yap Tjie Kien, dan juga Luluk Purwanto di jalur Jazz, serta Idris Sardi yang seakan mencoba menjadi Helmut Zacharias nya Indonesia.

Luluk Purwanto

Untuk sebuah piranti musikal, biola tergolong alat musik yang “aristokrat.” Tidak seperti gitar yang merakyat. Harga biola tergolong mahal. Baru lima tahun terakhir, sejak membanjirnya produk biola dari Cina, sebuah biola yang baik dapat diperoleh pada kisaran harga 2 juta-an. Dari segi material, dunia tetap mengagumi biola karya Antonio Stradivarius, yang tetap menyimpan banyak misteri hingga sekarang. Produksi biolanya benar-benar serupa dengan karakter suara seorang vokalis sejati.

Biola memang bukan merupakan alat musik yang akordis, tak seperti gitar atau piano. Biola tidak diperuntukkan untuk membunyikan paduan nada atau akor. Lazimnya biola hanya memainkan satu jalur melodi. Di sinilah justru kekuatan biola. Jalur tunggal, bagaikan cinta yang mestinya hanya satu dan selalu satu namun dengan berjuta makna. 

1 comment:

  1. tulisannya bagus sekali Pak Gunadi, membaca tulisan ini membuat saya ingin segera memainkan biola dengan lebih "berperasaan" :)

    ReplyDelete

Note: only a member of this blog may post a comment.