"DAWAI CINTA"
Oleh: Michael Gunadi Widjaja
Disini saya ingin menghantar pembaca untuk sejenak menikmati alunan biola yang cukup menghanyutkan emosi kita. Kita digiring pada rasa sedih, tetapi juga ada perasaan tenang yg menyentuh setiap relung terdalam hati kita. Satu kelembutan yg begitu lembut, satu keanggunan yg elegan... Inilah kesejatian alunan DAWAI-DAWAI BIOLA.
Ada satu
ungkapan yang terkenal tentang cinta: “Love is a many splendored things.”
Cinta memang satu kata berjuta makna. Tak habis-habisnya orang berbicara
tentang cinta. Tak bosan-bosannya cinta itu diobral. Dan seolah tak lekang dan
tak pupus upaya orang untuk mencari lesejatian cinta. Tak jengah pula orang
berulang-ulang mencoba memaknai cinta. Maka tak mengherankan, jika cinta
kemudian memperoleh takhtanya dalam ranah yang merupakan pengejawantahan
kulminasi cipta dan karsa manusia: SENI.
Sudah
terlampau banyak seni bicara tentang cinta. Meski demikian makna cinta yang
disemburatkan ranah seni seolah malah menjadi penyegar aroma cinta setiap insan
di muka bumi ini. Tak terkecuali yang disemburatkan seni musik. Diantara
beragam pengungkap cinta dalam ranah musik, salah satunya adalah dawai. Dawai
yang senantiasa sarat permenungan. Dawai yang kadang banyak memunculkan
kontroversi. Dan dawai yang adalah titian sanubari dalam memaknai sebuah
karunia Ilahi yang agung - CINTA.
KARAKTER BIOLA
Saat bicara
tentang dawai dalam ranah musik, orang tentu segera teruju pada gitar dan
biola. Dalam beberapa hal, biola memiliki karakteristik yang sangat berbeda
dengan gitar. Meski keduanya jelas sangat fasih memaparkan makna cinta. Bunyi
biola memiliki karakter yang romantis. Sekaligus manja. Tak seperti gitar yang
romantis namun hangat. Karakter bunyi biola adalah romantisme kemanjaan. Bunyi
biola sexy dan sensual. Namun sexy dan sensual yang terbungkus kemanjaan dan
kelembutan. Bukan sexy dan sensual yang hot, ganas, dan membara. Biola sama
sekali tak memunculkan area libido sexuil yang liar. Biola adalah sang ratu
merpati dalam segala subtilitas kemanjaannya.
DAVID GARRETT (Germany)
Sifat
romantik dan manja itulah salah satu hal yang membuat biola abadi dalam hati
umat manusia. Tentu bagi yang berkeinginan menafsir bunyi membangun hasrat. Dan
bicara tentang biola adalah bicara tentang dawai cinta. Rentang asmara dalam
tapak-tapak yang mencoba memaknai umur dunia.
Lazimnya
biala dikenal dalam Musik Klasik. Tak pernah ada orkes simfoni yang tak memakai
biola. Banyak legenda biola yang lahir dari kiprah Musik Klasik. Orang tentu
sangat mengenal Yehudi Menuhin, sang
maestro biola. Dengan presisi nada yang sangat tepat dan mampu menampilkan taksu
melalui tiap gesekan pada dawai biola. Juga David Garrett, pemain biola berusia belia yang menjadi ikon
virtuositas di dekade millennium. Orang pun takkan lupa pada Helmut Zacharias, yang dengan biolanya
membawakan musik Light Classic dan Pop yang diorkestrasikan. Di tangan Helmut
Zacharias, biola seolah memunculkan dimensi baru bagi penghayatan sebuah
kematangan filosofi tentang dawai yang menawarkan aroma cinta.
Noel Pointer "PHANTASIA"
BIOLA DALAM MUSIK JAZZ
Keberadaan
sang dawai cinta, biola, juga merambah dalam ranah Musik Jazz. Jenis musik yang
mengusung kebebasan, persamaan, dan senantiasa menyuarakan ketertindasan
manusia dalam sublimasi dan subtilitas yang tinggi. Ranah Jazz mengenal legenda
maestro biola. Ada Stephane Grappelli
yang senior dan matang, ada Jean Luc
Ponty yang progresif dan cenderung kontempo, dan juga Noel Pointer yang ajaib. Para maestro biola jazz ini menyiratkan
juga pesan cinta. Dawai cinta yang menyirat pesan namun dalam tata gramatika
musikal yang senantiasa menyuarakan universalitas.
Keberadaan
biola juga tak luput dari karya-karya musik. Yang abadi dan menggetarkan. Hampir
semua komposer hebat membuat karya untuk biola, namun yang paling tersohor
dalam khasanah biola adalah Niccolo
Paganini, biolis sekaligus komposer berkebangsaan Italia. Banyak orang yang
mempercayai sebuah legenda yang mengatakan bahwa komposisi dan permainan biola
Paganini mampu membuat setan-setan di neraka menari!
WR. SUPRATMAN "INDONESIA RAYA"
Di
Indonesia, biola memiliki makna yang khusus. Betapa tidak? Lagu kebangsaan “INDONESIA RAYA” pertama kali dikumandangkan bukan dalam bentuk paduan suara, melainkan
dari sebuah alunan biola. Alunan biola dari komposernya, Wage Rudolph Supratman. Indonesia juga memiliki pemain biola yang
baik, keluarga Suwandi, Yap Tjie Kien, dan juga Luluk Purwanto di jalur Jazz, serta Idris Sardi yang seakan mencoba menjadi
Helmut Zacharias nya Indonesia.
Luluk Purwanto
Untuk sebuah
piranti musikal, biola tergolong alat musik yang “aristokrat.” Tidak seperti
gitar yang merakyat. Harga biola tergolong mahal. Baru lima tahun terakhir, sejak
membanjirnya produk biola dari Cina, sebuah biola yang baik dapat diperoleh
pada kisaran harga 2 juta-an. Dari segi material, dunia tetap mengagumi biola
karya Antonio Stradivarius, yang
tetap menyimpan banyak misteri hingga sekarang. Produksi biolanya benar-benar
serupa dengan karakter suara seorang vokalis sejati.
Biola memang
bukan merupakan alat musik yang akordis, tak seperti gitar atau piano. Biola
tidak diperuntukkan untuk membunyikan paduan nada atau akor. Lazimnya biola
hanya memainkan satu jalur melodi. Di sinilah justru kekuatan biola. Jalur
tunggal, bagaikan cinta yang mestinya hanya satu dan selalu satu namun dengan
berjuta makna.
tulisannya bagus sekali Pak Gunadi, membaca tulisan ini membuat saya ingin segera memainkan biola dengan lebih "berperasaan" :)
ReplyDelete