"MIXING GITAR KLASIK"
(Artikel AudioPro Juli 2013)
by: Michael Gunadi Widjaja
Semesta pembicaraan dalam tulisan ini adalah dua istilah, yakni
MIXING dan GITAR KLASIK. Yang dimaksud gitar klasik dalam tulisan ini adalah
gitar akustik dengan dawai nylon.
Gitar semacam ini ada yang akustik sejati, adapula yang akustik elektrik. Dalam
arti terdapat sirkuit elektronik dalam body gitar - baik yang berfungsi sebagai
pre amplifikasi, maupun yang berupa embedded microphone.
Bunyi gitar klasik memiliki tantangan tersendiri dalam
rangkaian proses mixing. Sebagaimana piranti akustik pada umumnya, gitar klasik
memiliki kemungkinan bagi eksplorasi bunyi. Hasil eksplorasi bunyi tersebut berupa TONE COLOR atau warna bunyi. Tone
color ini sangat berbeda dengan TIMBRE yang adalah bunyi asli si piranti. Tone
color inilah yang nantinya dalam proses mixing, semestinya bisa terdengar
dengan semestinya. Selain tone color, piranti akustik senantiasa menyertakan frekuensi harmonic dari sebuah
nada yang dihasilkan. Frekuensi harmonic ini lah yang membuat bunyi piranti
akustik terkesan lebih hidup. Lebih hidup dalam artian warm and thick, lebih hangat dan tebal. Parameter semacam ini
memang bisa sangat subyektif. Namun seberapa pun subyektifitas membayangi, warm and thick pada akustik tetap akan
terasa, apalagi jika dipersandingkan dengan piranti elektronik. Selain dua hal
tersebut, yang membuat piranti akustik menjadi khas adalah bunyi material
piranti itu sendiri. Misalnya gesekan jari pada dawai dan getaran body gitar
saat dawai terpetik saat dipetik.
Hal-hal semacam itulah yang nantinya menjadi dasar dalam
mixing. Mixing sendiri adalah salah satu proses dalam mata rantai proses
rekaman atau RECORDING PROCESS. Dalam mixing bunyi bunyi dalam track yang
terpisah, di mix. Bukan hanya dicampur, melainkan DICAMPUR PADU kan - Tercampur
dan menjadi padu. Mixing adalah seni yang sekaligus science. Untuk dapat
melakukan mixing dengan layak, seseorang perlu memiliki pengetahuan audio. Pengenalan
dan fasih terhadap mixer nya, memiliki pengetahuan, dan rasa musikal. Jika
salah satu saja terabaikan, hasil mixing akan hanya berupa campuran bunyi
editan saja.
Hal penting yang selalu mengawali proses mixing adalah VISI. Visi ini sebetulnya sebuah
pertanyaan, akan seperti apakah hasil akhir mixing. Apakah akan terfokus pada
kemurnian bunyi asli piranti musik nya atau sepenuhnya berupa bunyi superfisial
hasil kreasi? Apapun itu, proses mixing dilayakkan oleh faktor piranti musiknya
juga microphone nya.
Saat akan memixing gitar klasik, ada baiknya dipastikan
terlebih dahulu bahwa proses capturing audio memang telah berlangsung secara
layak. Piranti gitar merupakan hal mutlak. Gitar klasik nya memang tidak harus
berupa concert gitar seharga puluhan juta. Cukup bila gitar memiliki
kemungkinan untuk dieksplor bunyinya. Sebab jika piranti gitarnya sudah sangat
loyo, sebaik apapun teknik mixing nya, akan menghasilkan bunyi yang tumpul. Hal
lain adalah microphone nya. Gitar memiliki rentang
frekuensi yang luas. Dan jangan dilupakan, selalu ada bunyi dalam frekuensi
harmonik nya. Di sisi lain, volume gitar sangat kecil dan akan menjadi
tantangan tersendiri saat proses capturing. Microphone yang uni directional
sudah cukup bisa diandalkan. Hanya saja respon frekuensi mic nya perlu
dicermati dalam kurva Munson yang tertera dalam leaflet mic nya.
Sampai disini dapatlah dikatakan kita sudah memasuki langkah
pertama proses mixing. Langkah berikutnya adalah menegaskan visi. Misalnya visi
kita adalah hasil mixing yang murni reproduksi bunyi aslinya, maka perletakan
mic menjadi faktor penting. Tentu kita membutuhkan lebih dari satu mic. Dalam
sesi rekaman gitar klasik professional malahan dibutuhkan sampai enam mic. Pasangan
mic ini untuk capturing nada, ambience ruang, dan detail permainan seperti
gesekan jari dan getaran kayu body gitar. Pada recording software nya, keenam
mic ini diletakkan dalam track-track yang terpisah. Satu hal yang sekilas remeh
namun perlu dicermati adalah TRACK
MANAGEMENT. Track harus diberi judul yang tegas namun singkat dan cepat
diingat. Jika tidak, mixing kita akan membuang waktu hanya untuk menelisik
kembali data capturing.
Proses mixing untuk gitar klasik sebetulnya sudah dimulai
saat capturing. Berbeda misalnya dengan mixing untuk gitar listrik. Gitar
listrik bisa dimixing setelah raw datanya, di capturing terlebih dahulu. Baru
setelah termuat dalam track-track kita mix dari track-track tersebut. Berbeda
dengan gitar klasik. Purity yang kita dapat diawali dengan sesi capturing. Karena
hal-hal seperti ambience dan pernik-pernik lainnya seperti gesekan jari pada
dawai, hanya optimal jika sejak awal kita proses.
Saat capturing, balance contour volume juga layak
diperhatikan senantiasa. Gitar klasik dalam memainkan repertoire klasik, memiliki
trancient dinamika yang tinggi. Jika tidak sejak capturing di antisipasi, maka
proses mixing akan sangat tidak efisien dan lama.
Setalah proses capturing selesai, data yang tersimpan dalam
tracks mulai diedit. Pada mixing gitar klasik, problem utama adalah saat bunyi
gitar di-capture, pasti akan
mensisakan harmonic yang tidak semuanya diperlukan. Bunyi gitar bisa menjadi
tumpul atau dull, bisa juga menjadi
sangat crispy, dan bisa juga bass nya
sangat boomy. Tentu hal ini sangat
tidak dikehendaki jika visi mixing kita adalah menghadirkan “kemurnian” bunyi gitar klasik. Upaya yang
lazim dilakukan para sound engineering papan atas adalah memanipulasi equalizer
dan sesedikit mungkin memanipulasi efek.
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.