Thursday, 22 August 2013

"GAMELAN MENEMBUS MILENIUM" - by: Michael Gunadi Widjaja

"GAMELAN MENEMBUS MILLENIUM"
by: Michael Gunadi Widjaja


Seperangkat perkusi yang terbuat dari metal. Membentuk sebuah orkestrasi bunyi yang lengkap, kompleks, dan khas. Itulah Gamelan. Orkestra perkusi metal sebetulnya dikenal juga di Cina, Vietnam, Kamboja, dan juga Thailand. Daerah di Indonesia pun tak cuma satu yang mengenal orkes perkusi metal. Jawa barat, Jawa tengah, dan Bali. Namun istilah gamelan khusus diperuntukkan bagi orkes perkusi metal di Jawa Tengah dan Yogyakarta. 

Sejak abad ke-8 dan abad ke-9 gamelan telah ada dan dikenal. Seiring berjalannya waktu, gamelan seolah terpinggirkan oleh ekspansi Musik Barat. Gamelan menjadi orkestra bunyi yang asing bahkan di daerah asalnya. Generasi anak jaman lebih terpukau dengan Musik Barat yang kental oleh nuansa gemerlap industri musik. Dan gamelan pun tercitrakan hanya sebagai bentuk seni yang kuno, antik, asing, aneh, dan ketinggalan jaman. Tentu saja fenomena ini sangat menyedihkan, memilukan, dan memprihatinkan. Sebagai salah satu NATIONAL HERITAGE, gamelan mestinya dapat lebih banyak berbicara di kalangan generasi anak bangsa.



Ada ironi yang terjadi pada gamelan. Di daerah dan tanah airnya, gamelan kurang mendapat tempat. Sementara di negara lain gamelan justru dianggap sebagai bentuk seni auditif yang sangat bermutu. Di Tokyo, gamelan menjadi cabang seni ketrampilan bagi siswa sekolah dasar. Di jurusan etno musikologi di Amerika Serikat gamelan merupakan mata kuliah mayor. Dari sanalah lahir musikolog seperti Lou Harrison (USA) dan Jody Diamond (USA), yang mengusung gamelan pada citra mendunia. Demikian juga di Selandia baru, di Wellington, ada Jack Body (New Zealand) dengan gamelan Padhang Moncar. Jack Body juga membuat gamelan mendunia dengan gubahan gendhing-gending baru.

LOU HARRISON (USA)
Peralatan gamelan dibuat di Amerika

 
JODY DIAMOND (USA)

JACK BODY (New Zealand)

Upaya melestarikan gamelan dan mencitrakannya hingga mendunia, dilakukan juga di tanah air, Almarhum Sapto Rahardjo adalah pionir dalam upaya ini. Dimulai gagasannya dengan Yogyakarta International Gamelan Festival, konsep musiknya tentang “gamelan meets synthesizer” sampai kolaborasinya dengan pemusik Perancis, Andre Jaumee dalam CD Suita Borobudur.
Alm. SAPTO RAHARDJO

Upaya para pionir gamelan dan musikolog untuk mengusung gamelan untuk mendunia, bukanlah tanpa alasan. Gamelan tradisional memiliki konsep musik yang luar biasa kompleks. Tidak seperti Musik Barat, gamelan bukan Musik Tonal melainkan musik modal Laras. Apapun dalam gamelan bisa menjadi awalan titi laras baru. Konsep modal jauh lebih dahulu dimiliki gamelan dibanding tangga nada Gregorian Musik Barat. Belum lagi sifat gamelan yang sensual, eksotik, dan jernih.

Dengan kekayaan jati dirinya, gamelan siap untuk menembus abad Millennium. Persoalannya adalah, gamelan harus ”bersaing” dengan gemerlapnya industri musik dengan produk musik budaya barat yang sangat menggiurkan. Upaya yang dapat dilakukan adalah revitalisasi - menjadikan gamelan sebagai musik baru, new musik. Hal ini dilakukan dengan:
  • Membuat gubahan yang menonjolkan fungsi tiap piranti gamelan Jadi tidak harus gamelan tampil dengan performa penuh. Ada komposisi untuk dua gender saja, gender,  dan saron saja. Ataupun format ensemble yang ringkas. Ini sesuai dengan tuntutan jaman yang menghendaki portabilitas tinggi.  
  • Melakukan mixed cultural Misalnya: gamelan berfusi dengan jazz atau jenis musik lainnya. 
  • Mengemas tampilan seni gamelan dengan performa panggung yang lebih menarik
Upaya tersebut masih terus gencar dilakukan. Agar gamelan benar-benar siap menembus abad Millennium yang dapat dimaknai sebagai siap pula menghantar generasi anak bangsa menuju modernisasi tanpa kehilangan akar budayanya.

Berikut ini dapat kita saksikan bentuk revitalisasi gamelan. 
Ditampilkan oleh GAMELAN X (baca: gamelan crosover) dari USA.

GAMELAN X "Lightning in the Bottle"

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.