Saturday, 17 August 2013

"FENOMENA POPEYE" - by: Michael Gunadi Widjaja

"FENOMENA POPEYE"
by: Michael Gunadi Widjaja


Hampir dapat dipastikan banyak, bahkan teramat banyak orang telah mengenal POPEYE - tokoh animasi yang memang telah mendunia. Berpuluh tahun lamanya tokoh Popeye menghibur dan menyampaikan pesan moral. Penggemarnya beragam dari anak-anak, remaja, dewasa hingga lansia. Di Indonesia, Popeye sudah hadir dalam bentuk film kartun semenjak TVRI masih menjadi satu-satunya stasiun televisi. Saat itu Popeye masih ditayangkan dalam rupa film hitam putih. Sampai hari ini Popeye tetap digemari dan Popeye hadir juga dalam aneka rupa: stiker, pola bordir, gambar cap pada gelas, kaos, tromol makan, kaos kaki, dan aneka pernak-pernik lainnya. Bahkan di Texas, terdapat monumen Popeye.


Tokoh Popeye pertama kali muncul dalam bentuk komik pada sebuah harian di Amerika pada 17 Januari 1929 adalah pemunculan perdana Popeye. Jauh sebelum Perang Dunia II berlangsung. Popeye merupakan hasil kreasi dari Elzie Cisler Segar. Semenjak pemunculannya yang pertama tokoh Popeye segera mengawali debutnya, orang tertarik dengan karakter Popeye - sosok pelaut dengan bentuk mulut yang khas, bentuk tangan dengan “muscle” menonjol yang tidak proporsional yang dilengkapi tattoo jangkar, serta pipa cangklong yang dikepulkan dan dapat mengeluarkan bunyi seperti peluit kapal. Ditambah pula dengan gaya bicara Popeye yang aneh namun khas, yang hanya seperti orang bergumam. Karakter Popeye memang didesain dengan konsep dan ide untuk sebuah ikon animasi yang cepat menarik perhatian publik.


Kekuatan karakter Popeye inilah yang nampaknya membuat tokoh Popeye berhasil melewati rentang waktu yang panjang dalam debutnya. Telah beberapa dekade Popye terpopulerkan. Sangat banyak sudah serial animasi tokoh Popeye. Yang unik adalah, bahwa setiap film animasi Popeye selalu hanya melibatkan tiga tokoh utama saja: Popeye, Olive yang adalah kekasih Popeye, dalam beberapa sequel juga menjadi istri Popeye, dan Bluto, musuh bebuyutan Popeye. SENANTIASA MEMILIKI PLOTLINE ATAU ALUR PEMBABAKAN YANG SELALU SAMA. Penonton selalu saja disuguhi dengan alur pembabakan demikian: POPEYE BERAKTIFITAS - DIGANGGU BLUTO - POPEYE MAKAN BAYAM (Spinach) - MASALAH SELESAI. Tidak seperti film animasi karya Walt Disney, Hanna Barbara, dan animasi Jepang yang memiliki plotline beragam. Popeye selama beberapa dekade, dalam ribuan filmnya, tetap saja memiliki plotline yang sama. Anehnya, dan memang aneh, orang tidak pernah bosan dengan Popeye The Sailorman. Orang tak pernah jenuh menonton serial Popeye The Sailorman. Dan meski hanya mengusung satu jenis alur babakan kisah, Popeye tetap memiliki popularitas yang tinggi.


Menanggapi keanehan yang membayangi kepopuleran Popeye The Sailorman, orang tentu memiliki banyak opini dan sikap akan telaahnya masing-masing. Namun yang pasti, plotline tunggal yang bisa bertahan kepopulerannya telah menjadi sebuah fenomena. Fenomena Popeye. Dan disadari atau tidak, banyak sisi kehidupan kita yang alurnya mirip atau bahkan adalah sebuah Fenomena Popeye.

Dalam kehidupan rumah tangga misalnya. Seorang istri beraktifitas. Bentuk aktifitasnya adalah ber-facebook ria dan ber-chat ria. Aktifitas ini “diganggu” dengan keinginan sang suami untuk lebih diperhatikan. Persis seperti Popeye yang asyik masyuk dengan Olive yang kemudian diganggu Bluto yang ingin mengedepankan keinginannya juga. Masalah suami istri semacam ini hanya bisa selesai jika salah satunya “memakan bayam atau spinach.” Dalam konflik rumah tangga bayam ini bisa berupa stimulan saling pengertian. Pokoknya sesuatu yang natural, alami sebagaimana bayam. Konflik demikian akan selalu berulang dalam kehidupan rumah tangga. Tentu saja jenis aktifitasnya jelas berbeda dari waktu ke waktu, tetapi alurnya senantiasa sama, dan terselesaikan pun dengan cara yang senantiasa sama “Fenomena Popeye.”


Fenomena Popeye pun merambah kehidupan sexual. Aktifitas sexual sendiri disadari atau tidak, mengikuti juga fenomena Popeye. Sebagaimana Kisah Popeye, aktifitas sexual juga hanya memiliki single plotline, alur tunggal: Rangsang - Penetrasi - Klimaks. Meski alurnya hanya itu dan itu saja, orang tidak pernah bosan melakukan aktifitas suxual, persis dengan rasa tak pernah bosan menikmati kisah animasi Popeye. Kehidupan sexual memang bisa menjadi hambar dan jika ini terjadi, ada baiknya kita menengok kembali kisah animasi Popeye. Meski hanya beralur tunggal, namun setting kisah Popeye senantiasa bervariasi. Agaknya hal ini pas juga jika kehidupan sexual kita mulai hambar. Mengambil saripati Fenomena Popeye, alur tunggal namun dengan semarak nuansa situasi yang berbeda.

Jika kita amati dan mau mengambil jarak untuk sekedar mempermenungkan, Fenomena Popeye terdapat juga dalam kehidupan bermasyarakat. Simak saja di seputar kebijakan pemerintah. Pemerintah beraktifitas, misalnya dalam bentuk dikeluarkannya sebuah kebijakan publik. Kegiatan pemerintah “diganggu” oleh kepentingan publik, terlepas dari baik-buruk maupun tepat tidaknya sikap publik. Konflik ini akan selesai jika pemerintah berhasil “makan bayam (spinach).” Pengejawantahan bayam dapat bermacam-macam. Intinya menyangkut hal yang alami, termasuk lobi dengan wakil rakyat, yang adalah sebuah kegiatan alami karena merupakan komunikasi antar personal. Sifat alaminya sama seperti bayam. Rangkai kejadian ini akan selalu berulang dan alurnya senantiasa sama. Orang pun sebetulnya paham bahwa selalu saja berhadapan dengan alur  yang sama jika menyikapi kebijakan pemerintah, namun sebagaimana Fenomena Popeye orang tak pernah bosan untuk menyikapi kebijakan pemerintah, terlepas dari atas nama siapa sikap itu dikedepankan.

Fenomena Popeye setidaknya memberi beberapa pesan, bahwa sesuatu yang tunggal dan selalu sama belum tentu membosankan. Juga sebuah konflik seringkali terselesaikan saat kita memanfaatkan yang ada secara alami. Dalam fenomena Popeye adalah bayam. Dan konflik dengan alur tunggal tidak pernah sirna. Selalu berulang terus dan terus menerus, sebagaimana kisah animasi Popeye, dimana tokoh antagonis Bluto tidak pernah mati. Masalahnya adalah bagaimana kita pandai-pandai mengatur nuansa dalam kehidupan, agar hidup kita benar-benar memiliki warna. “IT’S POPEYE THE SAILORMAN!”
 

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.