"OASE BATHIN"
Oleh: Michael Gunadi Widjaja
Dalam kajian
filosofi, banyak digagas bahwa kehidupan manusia adakah sebuah pengembaraan. Pengembaraan
dalam blantika kehidupan. Pengembaraan yang berupa sebuah perjalanan. Perjalanan
dalam menapaki umur dunia. Dalam ungkapan yang berbeda, dapatlah disebut bahwa
kehidupan manusia adalah sebuah perjalanan musafir. Sebagai musafir, yang melakukan
perjalanan menapaki umur dunia dengan aneka ragam fenomena yang dihadapi, manusia
tentu dapat merasakan kekeringan, juga mengalami kehausan. Bukan saja haus
dalam artian fisik, yang memang merupakan sebuah proses faal, namun juga
kehausan makna dan gagasan serta nuansa bathiniahnya.
Di sisi
lain, alam sebagai karunia Sang Ilahi menyediakan bermacam manfaat. Tentu
diandaikan manusia dapat memanfaatkan semua yang ada di alam untuk penyelesaian
“misi” musafirnya. Salah satu karunia Sang Ilahi yang berupa kekayaan alam, dan
berperan besar bagi suksesnya misa peziarahan manusia di dunia adalah AIR.
Secara
fisiologis, kajian tentang faal tubuh manusia, air memiliki peran yang luar
biasa. Air menempati porsi bagian yang besar dalam tubuh manusia. Sistem faal
tubuh, termasuk darah, takkan berjalan jika tak ada air. Aktifitas kehidupan
pun mutlak memerlukan air. Dari mulai memasak, mandi, buang hajat sampai kebersihan
kenyamanan mobil kita. Santapan rohani pun senantiasa mengikutsertakan air. Dalam
ranah rohani, air adalah lambang dan perlambang pewahyuan sabda Sang Ilahi. Ritus
Paskah Gereja Katolik dipenuhi simbolisme air sebagai media pewahyuan, juga
bagaimana kebesaran Tuhan dinyatakan dalam AIR ZAM ZAM. Ritus dan air sebagai lambang bahkan lebih tua dari keberadaan
manusia itu sendiri. Kisah penciptaan dalam buku suci keagamaan banyak
menorehkan kesaksian bahwa air terlebih dahulu ada di bumi.
Itulah air -
zat, materi fisik yang memiliki dimensi dan semburat makna dan nuansa yang
sangat kaya. Tidak mengherankan jika kemudian ranah musik pun melakukan upaya
estetis terhadap air. Air dalam ranah seni yang adalah seni tentang bunyi. Dengan
mengambil lingkup semesta pembicaraan tentang tatanan sosial sekarang ini, tak
ada ruginya jika kita mulai mencari secercah cahaya tentang “yang hakiki” untuk
mendapatkan sedikit semburat pencerahan. Tentu saja muara akhirnya adalah
penyadaran kita sebagai ciptaan Sang Ilahi dalam tatanan dan kepatutan untuk
senantiasa bersujud padaNya.
AIR SEBAGAI PIRANTI MUSIK
Air memiliki
peran sebagai bagian yang tak terpisahkan dari bekerjanya sebuah alat musik. Pada
organ pipa, air memiliki fungsi sebagai turbin untuk menggerakkan udara.
Udara ini kemudian dipompakan ke pipa organum sehingga saat tuts organ ditekan
akan timbul bunyi.
Organ Pipa Air (Water Organ)
Rangkaian pipa di bagian atas, dialiri angin dari
turbin air
Hydraulophone (water pipe organ)
in Ontario Science Center, Canada
watch the video:
Juga pada glasswork
music, musik yang dihasilkan dari tabuhan gelas berisi air. Dalam glasswork music, air berfungsi sebagai
penala. Volume air yang tertuang dalam gelas menentukan frekuensi nada yang
dibunyikan. Untuk alat musik harp glass & glass harmonica - harpa yang terdiri
dari susunan gelas, air dipergunakan sebagai “pelicin” agar tangan si pemain
terkondisi untuk melakukan friksi pada gelasnya. Fenomena ini dapatlah dimaknai bahwa musik, yang
adalah pengejawantahan karsa melalui karya bersublimasi dengan unsur alam. Hal
yang agaknya mulai pudar dalam kehidupan kita dewasa ini, yang justru lebih
banyak mengeksploitasi unsur alam untuk keuntungan yang seringkali absurd
pertanggung jawabannya.
Glass Harmonica & Harp Glass
watch the video:
JS.Bach "Toccata in D minor"
Tschaikovsky "Sugar Plum Fairies"
(from: Nutcracker Suite)
AIR SEBAGAI IDE MUSIKAL
Sebagai
unsur alam dengan fungsi dan pemaknaan yang luas. Air dapat menjadi sumber ide
bagi sebuah karya musik. Johann Strauss, sang raja Waltz melukiskan air
sebagai sebuah kumpulan pada sungai yang indah dalam “The Blue Danube.” Camille
Saint-Saƫns (baca: Kamil Sen San) mengedepankan kehidupan ikan pada
air di akuarium melalui karyanya “The
Carnival of Animal.” Juga
Antonio Vivaldi, komposer yang banyak membuat komposisi tentang alam, yang
terkenal dengan “The Four Seasons.” Dan “La
Tempeste di Mare” - Sebuah ode tentang laut. Di
tanah air, tentu kita tak akan pernah lupa pada karya Gesang tentang air yakni lagu “Bengawan Solo.”
Gesang
Martohartono
AIR SEBAGAI MATERI MUSIKAL
Beberapa
komposer mengimitasi bunyi air melalui nada-nada musik. Dalam hal ini, tata
gramatika musik berbaur dengan daya afeksi musikal dipergunakan untuk
menghadirkan sifat-sifat air. Dan tentu saja juga makna filosofis yang
terkandung dalam air. Seperti kejernihan, senantiasa mengalir, juga
penggambaran saat air menjafi “murka” seperti dalam wujud banjir. Penggambaran
tersebut mempergunakan nada musik sebagai gambaran sublimasi dua filosofis
dalam dua ranah - ranah estetis dan ranah filosofis dalam materi alam. Hal ini
dapat ditelisik pada karya Beethoven “Symphony No. 6” bagian
ke-4, juga Jonathan Green, seorang profesor dalam musikologi, melalui
karyanya “Symphony No. 3” bagian ke-4.
Para
komposer yang menjadikan air sebagai sumber ide karyanya, tak semata-mata
bicara tentang sebuah persepsi tentang keindahan. Banyak juga nuansa moralitas
dan pesan yang tersaji. Ada pesan yang tersirat untuk belajar dari alam. Seperti
karya Vivaldi, yang menyemburatkan
pesan bahwa laut adalah muara dari sungai. Sungai yang adalah kumpulan air. Air sebagai
oase bathiniah pengembaraan manusia. Seringkali kita terlalu sibuk dengan
gagasan-gagasan untuk mengkritisi keadaan politik, hingga terkadang kita lupa
bermuara pada Sang Ilahi yang adalah oase bathin kita dengan air penyejuk jiwa
dengan sabdaNya.
“Bengawan
Solo” karya Gesang juga memiliki nuansa pemaknaan yang unik. Dalam bengawan
Solo, almarhum Pak Gesang tak hanya bercerita tentang keindahan Bengawan Solo
sebagai jalur perdagangan. Dengan berbalut estetika yang halus, Gesang juga
memperingatkan bahwa sungai yang adalah kumpulan air, juga dapat menyebabkan
bencana banjir.
Air memang
adalah oase bathin. Dalam ranah musik, air tak sekedar materi estetik. Karya
musik dari para komposer yang menjadikan air sebagai sumber gagasan musikalnya,
senantiasa mengedepankan juga sebuah adagium yang terkenal, PANTA REI. Biarlah
segala sesuatunya mengalir. Oase bathin dengan air sebagai materi esensialnya
setidaknya memberikan permenungan:
“Dapatkah kita mengupayakan agar semua sendi kehidupan
bermasyarakat
mengalami ‘aliran alamiah’ dalam kesekitaran, sesuai
dengan keberadaannya?
- tanpa dihambat dan dinodai ide apapun atas nama
kemajuan, pembangunan yang kadang terlalu banyak dimuati gagasan yang absurd pertanggung
jawabannya.”
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.