Sunday 11 August 2013

"OASE BATHIN" - by Michael Gunadi Widjaja

"OASE BATHIN"
Oleh: Michael Gunadi Widjaja


Dalam kajian filosofi, banyak digagas bahwa kehidupan manusia adakah sebuah pengembaraan. Pengembaraan dalam blantika kehidupan. Pengembaraan yang berupa sebuah perjalanan. Perjalanan dalam menapaki umur dunia. Dalam ungkapan yang berbeda, dapatlah disebut bahwa kehidupan manusia adalah sebuah perjalanan musafir. Sebagai musafir, yang melakukan perjalanan menapaki umur dunia dengan aneka ragam fenomena yang dihadapi, manusia tentu dapat merasakan kekeringan, juga mengalami kehausan. Bukan saja haus dalam artian fisik, yang memang merupakan sebuah proses faal, namun juga kehausan makna dan gagasan serta nuansa bathiniahnya.

Di sisi lain, alam sebagai karunia Sang Ilahi menyediakan bermacam manfaat. Tentu diandaikan manusia dapat memanfaatkan semua yang ada di alam untuk penyelesaian “misi” musafirnya. Salah satu karunia Sang Ilahi yang berupa kekayaan alam, dan berperan besar bagi suksesnya misa peziarahan manusia di dunia adalah AIR.


Secara fisiologis, kajian tentang faal tubuh manusia, air memiliki peran yang luar biasa. Air menempati porsi bagian yang besar dalam tubuh manusia. Sistem faal tubuh, termasuk darah, takkan berjalan jika tak ada air. Aktifitas kehidupan pun mutlak memerlukan air. Dari mulai memasak, mandi, buang hajat sampai kebersihan kenyamanan mobil kita. Santapan rohani pun senantiasa mengikutsertakan air. Dalam ranah rohani, air adalah lambang dan perlambang pewahyuan sabda Sang Ilahi. Ritus Paskah Gereja Katolik dipenuhi simbolisme air sebagai media pewahyuan, juga bagaimana kebesaran Tuhan dinyatakan dalam AIR ZAM ZAM. Ritus dan air sebagai lambang bahkan lebih tua dari keberadaan manusia itu sendiri. Kisah penciptaan dalam buku suci keagamaan banyak menorehkan kesaksian bahwa air terlebih dahulu ada di bumi.

Itulah air - zat, materi fisik yang memiliki dimensi dan semburat makna dan nuansa yang sangat kaya. Tidak mengherankan jika kemudian ranah musik pun melakukan upaya estetis terhadap air. Air dalam ranah seni yang adalah seni tentang bunyi. Dengan mengambil lingkup semesta pembicaraan tentang tatanan sosial sekarang ini, tak ada ruginya jika kita mulai mencari secercah cahaya tentang “yang hakiki” untuk mendapatkan sedikit semburat pencerahan. Tentu saja muara akhirnya adalah penyadaran kita sebagai ciptaan Sang Ilahi dalam tatanan dan kepatutan untuk senantiasa bersujud padaNya.


AIR SEBAGAI PIRANTI MUSIK
Air memiliki peran sebagai bagian yang tak terpisahkan dari bekerjanya sebuah alat musik. Pada organ pipa, air memiliki fungsi sebagai turbin untuk menggerakkan udara. Udara ini kemudian dipompakan ke pipa organum sehingga saat tuts organ ditekan akan timbul bunyi. 


Organ Pipa Air (Water Organ)
Rangkaian pipa di bagian atas, dialiri angin dari turbin air

Hydraulophone (water pipe organ) 
in Ontario Science Center, Canada

watch the video:
 

Juga pada glasswork music, musik yang dihasilkan dari tabuhan gelas berisi air. Dalam glasswork music, air berfungsi sebagai penala. Volume air yang tertuang dalam gelas menentukan frekuensi nada yang dibunyikan. Untuk alat musik harp glass & glass harmonica - harpa yang terdiri dari susunan gelas, air dipergunakan sebagai “pelicin” agar tangan si pemain terkondisi untuk melakukan friksi pada gelasnya. Fenomena ini dapatlah dimaknai bahwa musik, yang adalah pengejawantahan karsa melalui karya bersublimasi dengan unsur alam. Hal yang agaknya mulai pudar dalam kehidupan kita dewasa ini, yang justru lebih banyak mengeksploitasi unsur alam untuk keuntungan yang seringkali absurd pertanggung jawabannya.

Glass Harmonica & Harp Glass

watch the video:
JS.Bach "Toccata in D minor"

Tschaikovsky "Sugar Plum Fairies" 
(from: Nutcracker Suite)

AIR SEBAGAI IDE MUSIKAL
Sebagai unsur alam dengan fungsi dan pemaknaan yang luas. Air dapat menjadi sumber ide bagi sebuah karya musik. Johann Strauss, sang raja Waltz melukiskan air sebagai sebuah kumpulan pada sungai yang indah dalam The Blue Danube.” Camille Saint-SaĆ«ns (baca: Kamil Sen San) mengedepankan kehidupan ikan pada air di akuarium melalui karyanya The Carnival of Animal.” Juga Antonio Vivaldi, komposer yang banyak membuat komposisi tentang alam, yang terkenal dengan “The Four Seasons.” Dan “La Tempeste di Mare - Sebuah ode tentang laut. Di tanah air, tentu kita tak akan pernah lupa pada karya Gesang tentang air yakni lagu Bengawan Solo.”

Gesang Martohartono

AIR SEBAGAI MATERI MUSIKAL
Beberapa komposer mengimitasi bunyi air melalui nada-nada musik. Dalam hal ini, tata gramatika musik berbaur dengan daya afeksi musikal dipergunakan untuk menghadirkan sifat-sifat air. Dan tentu saja juga makna filosofis yang terkandung dalam air. Seperti kejernihan, senantiasa mengalir, juga penggambaran saat air menjafi “murka” seperti dalam wujud banjir. Penggambaran tersebut mempergunakan nada musik sebagai gambaran sublimasi dua filosofis dalam dua ranah - ranah estetis dan ranah filosofis dalam materi alam. Hal ini dapat ditelisik pada karya Beethoven “Symphony No. 6” bagian ke-4, juga Jonathan Green, seorang profesor dalam musikologi, melalui karyanya Symphony No. 3” bagian ke-4.

Para komposer yang menjadikan air sebagai sumber ide karyanya, tak semata-mata bicara tentang sebuah persepsi tentang keindahan. Banyak juga nuansa moralitas dan pesan yang tersaji. Ada pesan yang tersirat untuk belajar dari alam. Seperti karya Vivaldi, yang menyemburatkan pesan bahwa laut adalah muara dari sungai. Sungai yang adalah kumpulan air. Air sebagai oase bathiniah pengembaraan manusia. Seringkali kita terlalu sibuk dengan gagasan-gagasan untuk mengkritisi keadaan politik, hingga terkadang kita lupa bermuara pada Sang Ilahi yang adalah oase bathin kita dengan air penyejuk jiwa dengan sabdaNya.


“Bengawan Solo” karya Gesang juga memiliki nuansa pemaknaan yang unik. Dalam bengawan Solo, almarhum Pak Gesang tak hanya bercerita tentang keindahan Bengawan Solo sebagai jalur perdagangan. Dengan berbalut estetika yang halus, Gesang juga memperingatkan bahwa sungai yang adalah kumpulan air, juga dapat menyebabkan bencana banjir.

 
Air memang adalah oase bathin. Dalam ranah musik, air tak sekedar materi estetik. Karya musik dari para komposer yang menjadikan air sebagai sumber gagasan musikalnya, senantiasa mengedepankan juga sebuah adagium yang terkenal, PANTA REI. Biarlah segala sesuatunya mengalir. Oase bathin dengan air sebagai materi esensialnya setidaknya memberikan permenungan:

“Dapatkah kita mengupayakan agar semua sendi kehidupan bermasyarakat
mengalami ‘aliran alamiah’ dalam kesekitaran, sesuai dengan keberadaannya?
- tanpa dihambat dan dinodai ide apapun atas nama kemajuan, pembangunan yang kadang terlalu banyak dimuati gagasan yang absurd pertanggung jawabannya.”
 

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.