DISIPLIN BERMUSIK
by:
Michael Gunadi
(Staccato,
April 2017)
MODAL
UTAMA BELAJAR MUSIK
Mungkin suatu saat anda akan ditanya begini: “Apa sih MODAL utama belajar musik?”.
Bisa saja dengan spontan anda menjawab: “BAKAT,
brooo.” Atau kawan anda bisa saja dengan setengah bersungut-sungut akan
berkomentar: “Bakat? Bakat apaan? Yang
penting tuh DUIT!”. Les piano emang bisa dibayar es cendol? Terus beli
piano, beli gitar, emang bisa dituker ama beras ketan?!
Semua jawaban tersebut sah-sah saja adanya.
Namun kurang tepat. Memang BAKAT dan UANG adalah moda penting untuk belajar
musik. Tetapi, bakat dan uang BUKAN MODAL UTAMA dalam belajar musik. Modal
utamanya adalah DISIPLIN.
DEFINISI
DISIPLIN
Disiplin memang memiliki banyak batasan leksikografi.
Salah satunya adalah seperti yang tertera dalam KBBI atau Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Disiplin berarti TATA TERTIB.
Jelas musik memiliki TATA TERTIB. Anda tidak bisa mulai lesson dengan berbusana
daster atau swimpack.
Anda tidak bisa konser tanpa ada tata tertib
dalam persiapan penyelenggaraannya. Anda tidak bisa membuat komposisi musik,
jika Anda tak mengerti tata tertib dan aturannya. Dan sebetulnya Anda pun tidak
bisa mendengarkan musik yang Anda suka tanpa mengindahkan tata tertib lingkungan
Anda.
Disiplin berarti KETAATAN. Les musik bukan ajang demokrasi. Anda dituntut taat
aturan dan petunjuk guru dan/atau instrukturnya. Konser musik akan berurusan
dengan polisi dan hukum jika penyelenggaranya tidak disiplin alias taat
peraturan.
Anda akan jadi bahan ejekan dan dibully habis-habisan, jika membuat
komposisi musik tanpa taat aturan. Dan jangan kaget jika anda dilempar ke Truck
SatPol Pamong Praja gara-gara tetangga anda buat laporan dikarenakan anda
mendengarkan musik dengan seenak puser anda.
DISIPLIN:
CABANG KEILMUAN
Pengertian lain dari disiplin adalah, bahwa
disipiln merupakan predikat bagi cabang keilmuan. Yang punya obyek dan tujuan,
sistematis, dan logis. Musik memiliki semua unsur tersebut. Objek pada musik
adalah bunyi. Bunyi yang diolah dan diwujudkan melalui batasan estetika
tertentu. Musik memiliki sistem. Baik sistem organum maupun sistem
pendidikannya.
Anda tidak bisa dengan terbata-bata belajar
gitar melalui video tutorial di youtube.
Mengapa? Karena anda tidak paham sistemnya. Musik juga bersifat sangat logis.
Musik bukanlah sesuatu yang instingtif. Memberi akor pada lagu MANDI MADU dari
Elvy Sukaesih, Ratu Dangdut asal Brebes, tidak bisa hanya berdasar semau gue
dan suka-suka. Ada logikanya. Meski mungkin bukan berupa telaah ilmiah.
SUMBER
DISIPLIN
Dalam musikologi dikenal dua sumber disiplin.
Yakni internal dan eksternal. Dua
duanya harus seiring jalan jika seseorang ingin “bisa” main musik. Disiplin
internal sangat dipengaruhi oleh angan dan tekad. Bagi seorang siswa musik,
role model dari gurunya sangatlah penting untuk membangun dan mengokohkan
disiplin internalnya.
Disiplin eksternal merupakan disiplin yang
ditampilkan oleh faktor lingkungan. Sangat perlu perjuangan dan usaha luar
biasa keras bagi seorang yang belajar musik, manakala ia berada dalam
lingkungan keluarga yang sembrono dan tidak taat aturan.
Pengaruh dari gaya hidup dan kebutuhan akan
tambahan nafkah juga memerlukan perjuangan ekstra keras. Mengingat misalnya di
sekolah kampung, disiplin waktu siswa acapkali terganggu dengan kebutuhan
membantu mencari nafkah yang seringkali datang secara mendadak.
MUSIK
ADALAH SEBUAH DISIPLIN
Sejak dari awal dicetuskannya ide, sampai
dengan bunyi nada terakhir saat diperdengarkan, musik adalah disiplin. Banyak
orang mengira bahwa seorang komposer tidak perlu disiplin berlatih dan hanya
menunggu atau mencari sumber inspirasi ide. Anggapan ini sangat tidak benar.
Sejak zaman Bach, Beethoven dan bahkan Ennio
Morricone, komposer selalu disiplin berlatih. Beethoven selalu membawa
gulungan kertas kecil, termasuk saat ia berada diwarung kopi. Bukan saja untuk
merekam ide ide musikal yang bisa mendadak muncul, melainkan untuk berlatih
mengolah, bergulat, dan memaknai harmoni beserta variasi dan derivatnya.
Tanpa latihan, mungkin Anda bisa membuat satu
dua karya yang bermutu. Namun setelah itu Anda akan menemui kebuntuan ide yang
membuat anda frustrasi. Dalam komposisi, semakin jam terbang anda tinggi, semakin
akrab Anda dalam persetubuhan cinta bersama organum bunyi dan materi musikal.
Hal ini terjadi dengan alami. Tinggal bagaimana selera Anda terhadap seni bunyi
sajalah yang menentukan bentuk akhir karya komposisi Anda.
Berikut adalah sebuah ilustrasi yang sangat
sering dipaparkan tentang siklus aktivitas Beethoven. Dari gambar tersebut
dapat kita ketahui bahwa Beethoven adalah seorang yang berdisiplin tinggi.
Bukan saja dalam hal musik melainkan hampir seluruh aktifitas hidupnya dipenuhi
dengan keteraturan yang selalu berulang. Bagi sebagian dari Anda, mungkin hal
semacam ini adalah sebuah kebisanan yang luar biasa. Namun itulah “harga yang harus dibayar” untuk sebuah
totalitas dalam bermusik.
Selain keteraturan alla Beethoven, dalam sebuah
orkestra kerap kali juga terjadi aplikasi disiplin. Bahkan juga bentuk disiplin
yang menjurus pada hal ekstrem.
Gambar adalah schedule latihan dari sebuah
orkestra sekolah SMA di New York beberapa TAHUN YANG LALU. Kita dapat membaca
bahwa ada hukuman bagi yang terlambat dengan cara diisolasi di sebuah ruangan.
Cara demikian memang sangat ekstrem dan belum tentu mendidik. Namun sekali
lagi, itulah harga yang harus dibayar untuk sebuah kualitas bermusik.
DISIPLIN:
MODAL UTAMA DALAM BERKESENIAN
Disiplin sebetulnya adalah modal utama bagi
semua cabang kesenian. Seorang Ballerina harus rela mengorbankan kakinya hingga
luka luka dan mengalami amorfisaai anatomi hanya demi disiplin latihan. Seorang
pemain gitar harus rela mengorbankan waktunya untuk melakukan kegiatan konyol membentuk
kuku jemari secara teratur, demi sebuah disiplin mendapatkan bunyi yang ia
kehendaki. Seorang pebiolin harus rela dan ikhlas meninggalkan callus dan perih
pada jari jarinya.
Yang paling mencengangkan adalah apa yang
dilakukan oleh para pianis hebat demi sebuah disiplin. LANG LANG kehilangan masa bermain dan masa mudanya. Yuja Wang menemukan dunia baru antah
berantah bersama musik yang ia geluti. Banyak dari mereka yang menjadi sosok
makhluk aneh dan bahkan bersifat anti sosial. Semua karena DISIPLIN yang harus
dibayar dengan mahal.
ETIKA
KONSER
Ada satu disiplin dalam musik, yang nampaknya
kurang dan belum familiar untuk dilakukan. Yakni DISIPLIN BAGI PENONTON PERTUNJUKAN MUSIK. Dalam konser musik yang
terorganisir dengan semestinya selalu terdapat ETIKA KONSER. Etika Konser ini sebetulnya adalah panduan kepatutan attitude bagi pengunjung.
Sebuah konser musik, terutama Musik klasik,
sangat membutuhkan dukungan penonton yang disiplin dalam mentaati etika konser.
Grigory Sokolov dalam penampilannya
di Jerman setahun lalu, sampai menggebrak piano dan pergi meninggalkan panggung
gara-gara ada seorang penonton yang lalai men-silent-kan
handphone nya. Herbert von Karajan,
sang Dirigen legendaris, sempat beberapa kali berbalik menghadap penonton,
untuk mengingatkan penonton akan etika konser.
Ada satu kisah nyata yang kiranya bisa memberi
penandasan pada makna disiplin bagi penonton konser. Di Tegal, Jawa Tengah, ada
seorang pengusaha sukses. Ia tidak tamat SMP karena sebagian besar hidupnya dia
pake untuk berjualan kain di pasar sampai akhirnya sukses. Suatu saat, ia pergi
berlibur ke Jerman. Dalam acara tour nya terdapat program MENONTON KARYA WAGNER
di sebuah kastil yang dikenal sebagai NEUSCHWANSTEIN.
Saat sampai di tempat, ia begitu terpesona.
Terpesona bukan pada musiknya melainkan pada bangunan dan suasananya. Mulailah
ia memotret memotret dan memotret serta terus memotret. Bahkan toilet pun ia potret.
Begitu asyik dengan memotret, sampai ia tidak tahu lagi sedang mendengarkan
musik macam apa.
Sesampainya di Tegal, ia menceritakan
pengalamannya dan dengan bangga menunjukkan hasil jepretan camera nya. Salah
seorang kawannya, mengatakan bahwa ia sangat beruntung, karena Si kawan
bercerita tentang karya Wagner. Begitu mendengar cerita kawannya, si oengusaha
ini langsung berkata: “Astaghfirullah aladzim! Ya Allah, ternyata bagus dan
hebat to musiknya. Aduh lah kok saya gak ndengirin ya? Lah, payah. Gak ada satu pun yang memberitahu saya. Coba
saya diomongin, pasti saya akan DISIPLIN ndengerin musiknya” Tak berapa lama
kemudian, pengusaha ini berangkat lagi ke Jerman khusus ke Neuschwanstein, dan
kali ini dengan bekal buku, bacaan, brosur serta DISIPLIN YANG TINGGI.
Seringkali memang, disiplin diidentikkan dengan
REWARD and PUNISHMENT. Dan acapkali diasosiasikan dengan militerisme. Hal
tersebut boleh dan sah saja. Yang penging, penerapan disiplin khususnya dalam
ranah musik, senantiasa harus beradaptasi dengan kultur lokal. Standar disiplin
untuk Eropa jelas tidak cocok diterapkan mentah-mentah pada kuktur Asia.
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.