Sunday 1 March 2020

DIAKUI - by: Michael Gunadi | Staccato, March 2020

“DIAKUI”
By: Michael Gunadi
(STACCATO, March 2020)



STATUS “DIAKUI”
Jika anda sempat membaca sejarah musik, maka anda akan dengan mudah menemukan serangkaian paparan catatan sejarah. Yang menunjukkan, mendokumentasi, dan memaparkan ambisi dan keinginan manusia, untuk memperoleh status DIAKUI dalam bidang musik. Ayah Beethoven, sengaja memalsukan usia Beethoven. Menjadi lebih muda beberapa tahun. Agar dapat diakui sebagai “ANAK AJAIB” yang sebanding dengan ketenaran Mozart kala itu. 


Para Raja, bangsawan dan pejabat negara, di zaman Bach, di zaman Mozart, banyak yang berlomba-lomba mempelajari alat musik. Sekedar untuk memperoleh status “DIAKUI”. Kala itu, seseorang yang mendapat status DIAKUI dalam bidang seni, termasuk musik, dianggap memiliki cita rasa dan kehalusan budi yang rupawan. Dengan sendirinya, akhlak dan perangainya pun dianggap luhur. Muaranya adalah jenjang karir dan harta yang bergelimang. Hal semacam ini terus berlangsung. Bahkan menjadi lebih marak setelah revolusi industri. Saat instrumen musik, khususnya piano sudah menjadi sebuah sarana pokok dalam rumah tangga masyarakat kebanyakan.


MUSIK ADALAH IBADAH DAN ASUPAN BATHIN
Sebetulnya, tidak semua pemusik hebat mengejar status untuk diakui. Johannes Sebastian Bach sendiri termasuk pemusik yang tidak pusing akan statusnya. Bagi Bach, musik adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan rohaninya. Kegiatan Bach dalam bermusik seluruhnya tercurah pada pelayanan dalam hal rohani. Bach cukup puas jika mendapat ruang untuk beribadah melalui musiknya. Tak ada ketenaran yang dikejar. 

Bermusik adalah asupan bathin. Sampai tatkala musiknya mulai dicemooh khalayak. Orang mulai merasa aneh dengan musik Bach yang mengalir nyaris tanpa henti bagai sungai. Lambat laun Bach pun tenggelam tanpa pernah merasakan status sebagai diakui, untuk manusia dengan kejeniusan yang luar biasa dan dapat dikatakan sebagai God’s given. Tanpa jasa Felix Mendelssohn, Bach akan tetap tenggelam dan terlupakan dan dunia kita takkan pernah mengenal Johann Sebastian Bach.


Francisco Tarrega

GITAR YANG MENDUNIA
Begitu pula dengan Francisco Tarrega. Yang pernah belajar gitar klasik tentu mengenalnya. Tarrega sebetulnya adalah seorang pianis hebat. Namun, guru komposisinya menganjurkan agar ia berkiprah dalam ranah gitar. Di zaman Tarrega, gitar adalah musik yang dianggap rendah dan hanya cocok sebagai pengiring nyanyian di kedai minum murahan dan rumah bordil. 

Ketekunan Tarrega dalam mengeksplorasi teknik bermain gitar dan membuat komposisi serta transkripsi sungguh luar biasa. Dunia gitar klasik selamanya berhutang budi pada Tarrega. Meski demikian, di era nya, Tarrega sangat tidak populer. Tak banyak pengakuan. Paling paling hanya dari beberapa gelintir kawan akrabnya. Karya karyanya pun terbilang tidak laku. Hingga berserakan tidak karuan juntrungannya. Murid muridnyalah, termasuk Miguel Llobet, yang mengumpulkan karya Tarrega dan memperkenalkannya pada dunia.



MENGEJAR STATUS
Sampai disini, kisah kita memiliki dua simpulan. Satu simpulan adalah bahwa status sebagai yang diakui, dikejar dan menjadi ambisi. Simpulan lain adalah fakta bahwa komposer dan pemusik top ada juga yang sama sekali tak melirik status diakui. Lalu, bagaimana keadaan di zaman sekarang? Apakah status diakui masih penting? Dan apa pula pengaruhnya dalam perkembangan bermusik seseorang? Satu hal yang penting untuk digaris bawahi dengan warna merah, adalah bahwa status diakui SAMA SEKALI bukan dalam ranah seseorang untuk menjadi artis terkenal. Sama sekali bukan dan memang bukan dalam semesta demikian.



TUJUAN BELAJAR MUSIK
Jika ditanya, untuk apa Anda belajar musik? Jawabannya secara eksplisit bisa macam-macam. Namun jika anda mencoba jujur, dalam lubuk hati sanubari Anda di relungnya yang paling dalam, ada satu keinginan. Keinginan bahwa Anda dapat mengambil bagian secara aktif dan membagikannya untuk yang lain. Entah itu kekasih Anda, kerabat, teman akrab, atau siapapun. Keinginan ini sebetulnya adalah kodrati. Berupa needs. Kebutuhan. Self actualization needs. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Sesuai dengan hirarki kebutuhan dalam Teori Maslow. 

Begitupun jika Anda ditanya, untuk apa Anda mengikutsertakan anak Anda dalam kelas musik. Muara semuanya adalah untuk menjadi diakui. Menjadi diakui bukan berarti narsis tidak ketulungan. Menjadi diakui bukan berarti hedonis yang suka pamer. Menjadi diakui dalam ranah musik juga sama sekali bukan sesuatu yang sifatnya artifisial atau semu. Dalam musik, menjadi “Diakui” adalah sebuah keniscayaan yang harus diraih. Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana agar upaya Anda, anak Anda dalam bidang musik mendapat status diakui.



Status diakui, dalam bentuknya yang paling sederhana, dapat diperoleh dari guru musik. Guru musik sejati, bukan yang asal tang ting tung jrang jreng trus bayar ya. Akan memberi penilaian obyektif pada perkembangan siswanya. Baik siswa paedagogie maupun androgogie. Yang bagus katakan bagus. Jika jelek katakan jelek. Meski dengan imbuhan seperti: “yaaaaa gakpapa next time better yaaaaa”, yang jelek tetap harus dinyatakan dengan tegas bahwa itu jelek, buruk, dan tidak layak. 

Demikian juga saat siswa mencapai kegemilangan. Harus dinyatakan sebuah salute. Sebuah proud. Tentu tanpa harus lebay. Selain guru, orang tua juga mestinya memberi status diakui pada perkembangan musik anaknya. Ada orang tua yang tidak pernah memuji keberhasilan anaknya. Anaknya selalu dibandingkan dengan si A, B dan seterusnya. Maksudnya agar si anak tercambuk dan termotivasi untuk lebih lagi. Namun jika kadarnya sudah berlebihan, hal semacam ini menimbulkan efek buruk bagi kecintaan anak pada musik. Anak akan merasa mendapat pressure dan kegiatan bermusik menjadi ajang latihan atletik lebih dari pengisian bathin dengan materi estetis.



PENGHARGAAN DALAM SEBUAH KONSER DAN UJIAN MUSIK
Dalam konser sebetulnya juga terasa semburat status diakui. Bukan untuk narsis. Bukan untuk dipandang hebat. Melainkan dalam kapasitas diakui sebagai insan, pribadi, sosok yang mampu membagikan sesuatu sebagai asupan bathin. Zaman sekarang, venue konser sudah sangat mahal hampir tak terjangkau. Konser siswa malah dimanfaatkan sebagai ajang promosi bagi kursus musiknya. Selain konser, sebetulnya GRADE EXAMINATION adalah ajang untuk menjadi diakui. 

Ada yang sinis dan mengatakan begini: ahhhhhhh ijazah musik untuk apa lah. Mending ijazah Bahasa Inggris atau mandarin”. “Oooooppppsss hold on brother, sister, hold on.” Bukan ijazahnya yang penting. Sama sekali bukan ijazah. Bukan. Gini ya. Saat grade examination itu, anda, dan/atau anak Anda, bermusik di hadapan seorang penguji yang berkompetensi. Apalagi jika itu grade exam internasional. Dari situ Anda akan memperoleh catatan dari pengujinya. Catatan komentarnya ini yang penting. Bukan ijazahnya.

Dan jika Anda lulus, berarti kemampuan Anda mengapresiasi dan membagikan pengalaman estetis dalam bermusik, menjadi diakui secara institusional. Apalagi jika Anda sampai berhasil menyandang gelar DIPLOMA. Anda berhak mendapat pengakuan sebagai pemusik berkaliber professional, meski Anda misalnya mencari nafkah tidak dengan bermain musik. Suatu saat jika Anda tampil buruk dalam sebuah konser, maka hampir dipastikan orang orang yang mengenal Anda akan berujar begini: yaaaa kali persiapannya kurang, atau kali lagi ada problem tuh. Yang penting, gitu gitu juga dia tuh Diploma lho”.

Valentina Lisitsa

PERAN MEDIA DALAM MEMPEROLEH STATUS
Yang sempat menghebohkan adalah peranan media dalam upaya seseorang untuk memperoleh status diakui dalam bidang musik. Menyelenggarakan konser atau resital membutuhkan biaya besar dan persiapan yang ribet. Jadi orang beramai-ramai mengadakan “online recital”. Via youtube. Ataupun rekam Hp dan masuk instagram. Cara ini cukup efisien. Banyak megastar yang lahir dari cara demikian. Misalnya pianis Valentina Lisitsa. Dia dulu hanya main untuk kanal yuotube pribadinya. Makin lama subsciber nya makin banyak. Akhirnya ia diundang untuk mengadakan resital beneran. Jadilah ia megastar. 

Contoh lain lagi adalah pemain gitar fingerstyle dengan nama youtube Alip_Ba_Ta. Orang tidak banyak tahu siapa dia sebenarnya. Ada yang bilang ia adalah buruh bangunan. Lalu dimana dia belajar gitar sampai sehebat itu. Penampilannya membuat para gitaris manca negara tercengang dan jaw dropping.


Glenn Gould

Diakui dalam sisi lain, banyak juga mengundang komentar sinis. Banyak orang yang bertanya dengan sinis, begini: ya kalo sudah diakui trus mau apa? Apakah bisa jadi kaya? Apakah bisa jadi seperti Michael Jackson? Pendapat seperti ini wajar saja. Hanya agak sarkas dan mengada-ada. 

Gini ya. Harta itu sangat penting. Tapi sudah menjadi kodrat manusia, bahwa hidup itu tak semata diukur dengan harta. Hidup perlu aktualisasi diri. Agar dapat menjadi manusia yang datang menggenapi, pergi mengurangi. Bermakna bagi lingkungannya. Lalu untuk menjadi terkenal. Status diakui bukan memburu ketenaran. Diakui dalam bidang musik, cukup lah apabila bathin ini terpuaskan ketika main musik kemudian lingkungan meski dalam lingkup kecil, memberikan apresiasi. 

Musik itu bukan sekedar hiburan. Musik adalah asupan bathin. Agar manusia benar-benar manusiawi. Dan hal tersebut hanya bisa terajut, jika ada status diakui. Antar sesama, betapapun kecil lingkup dan lingkungannya.

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.