“MASTERCLASS”
by: Michael Gunadi
(Staccato, February 2020)
Oliver Kern in one of his Masterclass
FENOMENA MASTERCLASS
Di tanah air kita tercinta, istilah MASTERCLASS, khususnya untuk musik, sudah menjadi istilah yang sangat lazim. Dekade belakangan ini, banyak dan bahkan marak diadakan masterclass musik. Yang terbanyak, tentu saja piano. Wajar, karena piano adalah The King of All Instrument, punya gengsi tinggi karena pirantinya mahal, jadi penggemarnya dan siswanya tentu saja banyak. Ada pula, dan cukup sering, yakni masterclass untuk biolin, gitar klasik dan menyusul alat musik lainnya.
MERAUP UNTUNG DARI MASTERCLASS
Kemarakan dan meriahnya masterclass tentu adalah sebuah peristiwa yang baik adanya bagi perkembangan musik itu sendiri. Seperti lazimnya hiruk pikuk kehidupan, jika ada sebuah peristiwa yang laris manis, disitu akan mulai beraksi para petualang pencari keuntungan uang.
Sebetulnya, tidak ada yang salah dengan orang mempergunakan acara untuk meraup keuntungan. Hanya saja ada hal yang senantiasa harus dicermati dan “dikawal”. Sebab bisa saja, petualang ini melakukan hal ikhwal yang akhirnya menyesatkan. Bahkan membangun opini publik yang sesat. Mungkin anda akan rame rame menghardik begini: “ Ah, biarin aja lah. Musik juga. Sesat salah juga kagak bikin mati.”.
Ya, benar. Sangat benar. Tapi jangan pernah lupa. Musik itu adalah salah satu bentuk budaya. Penyesatan dan kesesatan dalam budaya, akan mempengaruhi persepsi generasi mendatang akan segala hal ikhwal kehidupan ini. Termasuk menyikapi sikap loyalitas sebagai sebuah bangsa. Jadi, jika Anda masih waras, tolong sisakan sedikit kepedulian untuk hal-hal semacam ini.
TRADISI MASTERCLASS DALAM MUSIK KLASIK
Keberadaan Masterclass, sejatinya tak dapat dipisahkan dari tradisi dalam Musik Klasik. Dokumentasi sejarah mencatat, bahwa Franz Liszt lah yang mengawali diadakannya Masterclass. Zaman itu, Franz Liszt adalah pemain piano dan komposer dengan ketenaran yang teramat masyhur. Sampai mampu membuat fans nya bergetar histeris. Sisa rokok nya, rontokan rambutnya, dikoleksi dan membuat banyak perempuan jaman itu tergila-gila, gila dan gila.
Dengan ketenaran semacam itu, tentu banyak orang yang ingin seperti Liszt. Ada juga yang hanya penasaran dengan resep kemahiran bermain piano dan kharismanya. Franz Liszt menanggapi keinginan pemujanya dengan mengadakan sebuah pertemuan. Dalam pertemuan itu ia memberi petunjuk bagi para pianis yang ingin menirunya sembari membuka sedikit rahasia kharismanya. Itulah Masterclass yang menjadi cikal bakal dari Masterclass yang kita kenal hari ini.
LANG LANG
DEFINISI MASTERCLASS
Secara definitif, Masterclass dimaknai sebagai: A master class is a class given to students of a particular discipline by an expert of that discipline — usually music, but also painting, drama, any of the arts, or on any other occasion where skills are being developed.
Ada beberapa hal yang akan dijabarkan untuk sedikit memberi pengertian yang lebih utuh tentang Masterclass. Hal pertama adalah CLASS. Jadi, Masterclass ini lazimnya diberikan dalam format Class atau KELAS. Bukan one-to-one lesson dalam music room khusus. Kalo one-to-one lesson dalam ruang tertutup tanpa hadirin, namanya bukan masterclass. Melainkan Private Lesson.
Apapun dan bagaimanapun materi pembahasannya. Format KELAS itu, membawa konsekuensi yang tidak ringan bagi penyelenggara dan pemberi Masterclass. Dia harus MAMPU BERBICARA secara KELAS. Artinya, segala komentar, contoh demonstrasi, kritik, harus juga bisa minimal dicerna oleh hadirin. Bukan masterclass seandainya pemberi/pembicaranya akhirnya memberi lesson khusus pada peserta tanpa mempedulikan hadirin.
STUDENTS OF A PARTICULAR DISCIPLINE
Para siswa dari disiplin ilmu tertentu. Mohon dicermati bahwa klausul kalimatnya TIDAK berwujud: Music Students. Tidak juga berwujud: Students of music course/lesson. Melainkan ada kata PARTICULAR. Kata Particular ini merujuk pada dua pengertian: Particular dalam makna sebagai pembeda dari disiplin ilmu yang lain. Misal: Music Masterclass ya tentu particular of music discipline. Bukan untuk painting atau Drama discipline. Particular dalam tautan makna tingkat pencapaian tertentu. Misalnya siswa skala menengah dan siswa skala tingkat lanjut dan/atau mahir.
Sering dijumpai peristiwa begini: Anak usia 6 tahun baru belajar piano 1 tahun, ikut Masterclass. Tidak ada yang salah dengan hal semacam itu. Lagipula orang tuanya bayar kok. Apa yang diributin? Begini duduk persolannya. Apa gunanya bagi anak usia 6 tahun baru belajar 1 tahun ikut Masterclass? Nyaris tidak ada. Kenapa. Ya karena dia BELUM memenuhi standar PARTICULAR. “Oh, ada Pak gunanya. Saya bisa foto anak saya bersama Maestro lagi main piano, trus saya share ke teman-teman”. “Oh, Ok. Baiklah. Lalu kenapa Anda tidak sekalian set piano Anda di tepi kolam renang, trus Maestronya anda bayar mahal untuk pakai baju renang sambil makan Ice Cream berdua dengan anak anda di piano tepi kolam renang?”.
BY AN EXPERT OF THAT DISCIPLINE
Apa sih ukurannya expert? Apakah orang yang lulus Magna Summa Cum Laude dari sebuah Konservatori musik terkenal di dunia, bisa serta merta disebut expert? TIDAK. Lulus Magna Summa Cum Laude itu hanya sebuah pengakuan formal, bahwa seseorang sudah menamatkan satu paket program belajar/ perkuliahan, secara sangat baik.
Kemudian, apakah seorang Dosen Konservatori musik terkenal di dunia,kemudian otomatis bisa disebut Expert? TIDAK. Pertarungan pendidikan tinggi, termasuk Konservatori adalah KARYA ILMIAH. Dosen yang tidak pernah membuat Research Paper atau bahkan Term Paper, sama sekali bukanlah seorang expert. Ia hanyalah tenaga edukatif biasa.
Waduh terus kalo gitu yang expert itu yang kayak gimana dong dong? Sebetulnya mudah saja mengidentifikasi expertise seseorang. Daniel Barenboim adalah expert. Karena hanya dalam 5 menit mampu membawa orang sampai pada pemahaman tentang karya Debussy. Martha Argerich adalah expert. Karena ia mengolah keluwesan dan teknbik eksekusi oktaf yang teramat sangat luar biasa. Seorang music educator yang membuat buku dalam Bahasa Lokal, dan membagi pengalaman estetisnya secara rutin tak henti tanpa kenal lelah, adalah jelas seorang expert.
Di tanah air tercinta, pernah ada peristiwa begini. Ada seorang yang sangat expert dalam memainkan seni perkusi tradisional. Sayangnya, ia tak lulus Sekolah Dasar. Tapi keahlian bermusiknya tak diragukan. Bagaimana jika ia diminta untuk Masterclass. TENTU SANGAT TIDAK PAS. Kenapa? Ingat bahwa dalam Masterclass, ada unsur KELAS. Yang artinya adalah sebuah presentasi akademik. Padahal si pakar tak lulus SD. Untuk yang begini ini, pasnya adalah memberikan WORKSHOP dan bukan Masterclass.
Daniel Barenboim on Beethoven
PESERTA PASIF DAN AKTIF
Ada baiknya kita tengok sejenak, bagaimana skenario sebuah Masterclass. Pesertanya dibagi dua golongan. Yakni peserta PASIF dan peserta AKTIF. Peserta Pasif sama saja dengan hadirin atau audience. Sedangkan peserta Aktif adalah seorang partisipan. Partisipan ini memainkan satu buah musik. Kemudian si Master memberi komentar professional tentang bagaimana lazimnya musik itu harus diperdengarkan.
Pembahasannya dari mulai teknis, tone color, penghayatan, rentang dan gradasi dinamika sampai pada pesan filosofis dan berbagai aspek dari si komposer. Setelah itu, partisipan memulai lagi, umumnya bagian per bagian, dari musik yang sudah ia mainkan, namun permainan kali ini diupayakan menuruti komentar si Master.
Melihat skenario Masterclass, ada hal yang menggelitik. Seringkali si Master berlaku “playing GOD” alias menjadi Dewa yang menentukan segalanya. Di titik ini, arogansi profesional akan terjadi. Dan seringkali, hal demikian menjadikan jalannya Masterclass tidak terasa mulus lancar bagi sebagian partisipan.Penting sekali disadari oleh penyelenggara dan si Master, bahwa yang dibutuhkan adalah opini professional. Bukan peran menjadi hakim atau Dewa yang otoriter.
Dalam sebuah video yang dirilis pada 9 April 2012, Daniel Barenboim memberikan contoh yang bagus sekali bagaimana seharusnya sebuah Masterclass berlangsung. Setiap ada partisipan yang memainkan frase “berbeda” dari kelaziman, Barenboim selalu menanyakan terlebih dahulu. Apa alasan, dasar dan argumen si partisipan untuk bermain dengan cara demikian. Tidak serta merta menghakimi dengan arogan.
Andrés Segovia in his Masterclass (1965)
Lain Barenboim, lain pula Maestro Gitar Andres Segovia. Dalam sebuah video yang dipublikasi pada 2007, Segovia mengusir seorang partisipan. Gara-gara si partisipan menggunakan buku transkripsi Segovia tapi fingeringnya tidak seperti yang tertulis di buku tersebut.
Dalam esensinya, Masterclass adalah area profesional. Muaranya tentu agar musik senantiasa membahasakan dirinya sesuai tata norma dan kelaziman yang mentradisi. Masterclass bukan sebuah kulminasi pengolahan seseorang untuk menjadi pemusik yang “baik”. Namun setidaknya, Masterclass adalah salah satu jalan agar musik tak sekedar menghibur namun juga mampu mengisi setiap relung jiwa sanubari dengan bahasanya.
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.