Saturday, 10 December 2016

COLLABODIGI: KOLABORASI MUSIK DIGITAL - by: Michael Gunadi (Staccato, December 2016)

“COLLABODIGI: 
KOLABORASI MUSIK DIGITAL”
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, December 2016


SOLO DAN ENSEMBEL DALAM MUSIK
Sajian musik itu sangat beraneka ragam. Ada musik yang disajikan secara tunggal (solo). Ada yang main berdua, bertiga, berempat, dan terbentuklah ensembel. Ada juga yang main dengan jumlah pemain yang banyak, yang kemudian dikenal sebagai orkestra. Ada juga yang iseng dan karena energi kreatifnya luar biasa banyak, membuat sajian teatrikal interaktif. Bukan hanya pemain di panggung yang main musik, penontonnya juga diminta untuk main musik. Tentu dengan diberi pengarahan sederhana sebelumnya.

Selain ditilik dari jumlahnya, sajian musik juga memiliki keragaman ditilik dari alat atau piranti musiknya. Ada yang satu alat saja. Dua, tiga, empat alat, dan seterusnya sampai membentuk kesatuan organum yang lazim dikenal sebagai orkestra, simfoni, philharmoni, atau apapun itu namanya.

ENSEMBEL VS KOLABORASI MUSIK
Dengan demikian, kita pahami bahwa sebetulnya, sepanjang jalan peradabannya, manusia mengenal sajian musik sebagai sebuah wujud KERJASAMA. Bukan dalam artian kerja barengan, melainkan dengan tujuan yang sama. IDENTIFYING SAME MUSICAL GOAL ACHIEVEMENT. Begitu kata Professor saya semasa saya sekolah di negara kangguru. Kerjasama sedemikian itu, kemudian diistilahkan sebagai COLLABORATION ATAU DIINDONESIAKAN MENJADI KOLABORASI.


Namun ternyata, seiring berjalannya waktu dan peradaban itu sendiri, istilah Collaboration dimaknai agak sedikit berbeda. Jika kita memainkan musik berlima, kemudian alat musiknya gitar semua. Itu BUKAN kolaborasi, melainkan sebuah ensembel gitar. Demikian juga misalnya kita main musik dengan formasi: 1 piano, 2 biolin, 1 cello, 1 flute, dan 1 gitar. Lalu materi yang kita mainkan adalah karya nya Antonio Vivaldi untuk musik kamar. Ini juga BUKAN SEBUAH KOLABORASI, melainkan ensembel dalam format yang lebih beragam yang dikenal sebagai CHAMBER MUSIC atau orkes yang main dalam ukuran kamar (Musik Kamar). Lalu jika demikian halnya, apa dan bagaimana itu sebuah Collaboration?


MAKNA KOLABORASI MUSIK
Collaboration hanya terjadi jika dan hanya jika: MEDIUM NYA BERBEDA DAN/ATAU GENRE NYA BERBEDA.

Misalkan kita punya gitar kemudian mengiringi puisi. Itu Kolaborasi. Piano live mengiringi pencak silat, itu juga kolaborasi. Wayang kulit menggunakan piano solo, itu sebuah kolaborasi. Karena medium nya berbeda. Satu teater boneka bernama wayang, satunya lagi piano yang adalah alat musik. Contoh lain adalah saat pemusik Dang Dut main bareng dengan pemusik Jazz. Itu adalah kolaborasi, karena GENRE nya berbeda.

Namun ada juga hal yang membingungkan seputar istilah Collaboration atau Kolaborasi ini. Misalnya saja pada kasus seperti ini. Sebuah ensembles yang terdiri dari piano, gitar, perkusi, bass, dan accordeon. Diminta membuat musik iringan tari. Apakah ini sebuah kolaborasi antara musik dan tari??? Nanti dulu, Bung! Kita lehat dan dengar dulu bagaimana sajiannya. Jika sepanjang penampilan tarian itu musiknya hanya sebagai pengiring, jelas itu TIDAK DAPAT DIKATAKAN SEBAGAI kolaborasi. Namun jika ada dialog, ada saling respon antara musik dan tari, barulah dapat dikatakan bahwa itu adalah sebuah kolaborasi nan elok nan indah nan menawan nan mahal ongkosnya.


SEJARAH KOLABORASI MUSIK
Pada zaman dahulu kala, seperti halnya yang disitir dalam Kitab Suci beberapa agama, musik disajikan hanya dengan dua media. Media instrumental dan media menyanyi atau vocal. Biara-biara Benedictine pada abad kuno, senantiasa membawakan musik vokal secara tanpa iringan. Para rahib Benedictine tersebut menyanyi sebagai ritus ibadah di biara-biara dan kapel-kapel. Itulah kemudian mengapa kita mengenal istilah ACAPELLA atau A CAPELLA yang maksudnya adalah ITU LHO KAYAK YANG NYANYI DI KAPEL, alias tanpa iringan musik.

Bagi yang beragama Kristen, tentu tidak asing dengan kisah Nabi Daud yang kecapinya sangat sakti mandraguna. Dan ditulis bahwa Daud memainkan kecapinya. Alias Daud menyajikan sebuah sajian musik dengan cara instrumentalia. Kemudian entah bagaimana, mulailah orang menyanyi diiringi musik. Sebetulnya NYANYIAN YANG DIIRINGI MUSIK adalah bentuk awal dan paling primitif dari kolaborasi.

Namun seiring berjalannya peradaban, menyanyi yang diiringi musik TIDAK LAGI disebut sebagai kolaborasi. Malahan menyanyi dengan disertai musik sudah menjadi sebuah entitas seni yang mandiri, yang dikenal sebagai SENI VOKAL.


MUSIKALISASI PUISI
Setelah vokal melakukan upaya kolaborasi, giliran seni sastra melakukan kolaborasi dengan musik. Dalam alam Indonesia, kolaborasi demikian dikenal sebagai MUSIKALISASI PUISI. Bentuk nya bisa macam-macam. Ada yang puisinya dibaca kemudian diiringi musik. Ada yang teks puisinya dijadikan lirik lagu.

Ada juga yang berupa dialog antara kata dan musik. Seperti yang pernah saya lakukan bersama sastrawan SOSIAWAN LEAK dan CD karya kami berdua di dokumentasi dengan prestisius di DEUTSCH INDONESISCHE GESELLSCHAFT UNIVERSITAS HAMBURG DEPARTEMEN AUSTRONESISTIK. Dalam perkembangannya, bentuk kolaborasi kemudian dapat menjadi sangat binal dan ekstrem. Melukis dan musik. Teater Sex dan Musik. Slide panorama dan musik, serta banyak lagi yang binal dan weird.

Collaboration atau kolaborasi dalam esensinya adalah sebuah pengejawantahan sosialisasi seni. Dalam musik, tentu dalam rangka dan koridor saling berbagi materi estetis dala ranah dan rona yang beraneka ragam. Sejak zaman dahulu kala, KOLABORASI DILAKUKAN DENGAN CARA BERTEMU LANGSUNG. Bertatap muka. Bertemu pandang. Mengendus bau dan melebarkan telinga. Nilai silatiurahmi nya memang sangat besar.



KOLABORASI MUSIK SECARA DIGITAL
Dalam era modern sekarang, esensi silaturahmi budaya, tidaklah sakral hanya dengan bertandang dan bertemu. MUSICAL PASSION tampak lebih dominan di era modern sekarang. Ekonomi semakin tidak menentu, meski trasportasi bukanlah masalah. Akhirnya muncullah COLLABODIGI atau KOLABORASI DIGITAL.

HAND PHONE
Bentuk kolaborasi digital yang pertama dan paling tua adalah PEMANFAATAN HANDPHONE. Zaman saya sekolah di habitat kangguru, penggunaan handphone belumlah marak. Saat itu Hanya dikenal telepon portabel yang dipasang dalam mobil lux milik Om dan Tante kaya bermerk DANCALL bikinan Motorolla. Saat itu di Perth, jika ingin berkolaborasi dengan teman India saya yang main Tabla ataupun teman Mesir saya yang berada di Melbourne, saya harus naik bus berjam-jam dengan membawa perbekalan dan gitar dalam hardcase yang tidak ringan.

Saat hand phone mulai marak, ada kemudahan yang bisa kami dapatkan. Saya tinggal menelpon via hand phone (HP) ke kawan saya. Kemudian HP nya saya dekatkan ke gitar, saya bermain, kawan saya diseberang sana menghubungkan HP nya dengan tape recorder dan merekam. Kemudian dia akan membuat irama perkusi nya. Dengan cara sama dia akan menelpon saya. Kami tinggal menggabungkan data rekaman via HP ke dalam multi track recorder dan diedit. Jadi deh. Hemat waktu dan hemat ongkos.



SMS DAN MMS
Selain suara melalui hand phone, seorang seniman sastra bisa dengan mudah dilakukan kolaborasi. Fitur yang digunakan tentu saja adalah SMS (Short Message Service). Berikut diagram alur yang bertalian dengan pemanfaatan hand phone dalam ranah kolaborasi musik. Hal ini saya tampilkan karena sampai saat ini, bahkan di kota besar sekalipun, cara demikian masih tetap dipergunakan.

Pemanfaatan hand phone memang terbukti sangat efektif dalam kolaborasi musik. Namun jelas terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan. Mutu audio dan keterbatasan person yang berkolaborasi, merupakan kendala utama pemanfaatan hand phone untuk keperluan sedemikian itu. Pada tahun 2001, dunia mengenal MMS (Multi Media Message). Melalui MMS ini kolaborasi antar pemusik dapat dilakukan, dengan MUTU DATA yang relatif lebih baik, karena MMS bisa mengirim audio format MP3, yang tentunya sudah dapat diedit terlebih dahulu, dibandingkan dengan langsung play and record dengan ditodong hand phone.



EMAIL DAN INTERNET
Sejak maraknya penggunaan INTERNET, kolaborasi musik sudah seolah resmi menjadi anjangsana maya. Bahkan Silaturahmi maya. Hal ini dimungkinkan dengan adanya dua penemuan ajaib, yakni ELECTRONIC MAIL ATAU SURAT ELEKTRONIK DAN SOFTWARE KOLABORASI ONLINE.

Electronic mail atau email memungkinkan pertukaran data audio dengan mutu lebih baik dan durasi yang juga lebih panjang. Email juga memungkinkan pengiriman data visual, sehingga seorang pemain pantomim dapat mengirimkan potongan video kepada seorang pemusik untuk dikolaborasi.


SOFTWARE DAN SMARTPHONE
Yang lebih mencengangkan adalah kehadiran software Kolaborasi Online. Yang paling terkenal dan banyak dipakai adalah GARAGE BAND dari APPLE untuk MACBOOK dan sekarang bisa juga untuk iPad dan bahkan iPhone. Software ini sudah beredar sejak tahun 2004. Bagi pengguna Windows terdapat software legendaris, yakni OHM STUDIO.

Jika kita simak tampilannya, maka Garage Band dan Ohm Studio sama-sama terdiri dari beberapa track (Multi Track Layer). Track-track tersebut dapat anda isi dengan permainan pemusik lain dimanapun berada di seantero dunia. Syaratnya cuma satu, ADA FASILITAS INTERNET dengan kecepatan tinggi yang sambungannya nggak mati-mati. Hehehe… Dengan menambah software video streaming, bisa dilakukan sebuah ONLINE CONCERT atau konser maya. Tidak ada panggung maupun gedung pertunjukan. Pemusiknya berada di lain negara dan berdiam dalam tempat nyamannya. Penontonnya melihat melalui jejaring sosial seperti Facebook dan Youtube Music Stream.


SCORING ORCHESTRA
Zaman sekarang ini, banyak orkestra yang tutup karena bangkrut kurang biaya. Pertunjukan orkestra bahkan di Eropa juga sudah dapat dikatakan sangat kritis. Nah, para anggota orkestra ini masih tetap butuh penghasilan untuk hidup sehari-hari. Dengan Collabodigi atau kolaborasi digital, mereka membuat proyek yang dinamakan SCORING ORCHESTRA.

Jadi zaman sekarang, kalau kita butuh orkestra untuk musik kita, tak perlu lagi merogoh kocek sampai jual mobil. Cukup kirim score dan contoh secuil via email. Selanjutnya ORCHESTRA lah yang akan memainkan scoring tsb. Ingat mereka adalah pemain orkestra kaliber dunia, lho!? Hanya saja nasibnya buruk gara-gara ekonomi global. Hasil permainannya juga bisa dipilih. Kalau hanya untuk keperluan perempuan nyanyi yang tidak bagus ya cukup dalam format MP3. Kalau ingin yang detail dan presisi bisa dikirim dengan ekstensi .wav melalui drive mailbox.

Terus mungkin saja ada orang sok pintar yang belagu dan akan bilang begini: “NGAPAIN SUSAH SUSAH KIRIM CATETAN UNTUK DIMAININ ORKESTRA? PAKE MIDI SAJA KAN JUGA BAGUS!” Itu orang macam begitu sebaiknya tidur beralaskan bara api dan paku saja!!! MIDI dibuat BUKAN UNTUK MENGGANTIKAN ORANG MAIN MUSIK melainkan untuk memudahkan dan memperkaya karya musik.


Sebagai kata akhir, saya ingin mengutip sebuah pendapat yang bagus sekali: 
“Zaman sekarang, jadi pemusik itu mudah karena semua serba ada. 
Zaman sekarang jadi pemusik itu sulit juga, karena semua serba ada.”

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.