Tuesday, 8 January 2019

MARRIAGE OF GAMELAN - by: Michael Gunadi (Staccato, January 2018)

MARRIAGE OF GAMELAN
By: Michael Gunadi
Staccato, January 2019


EAST MEET WEST
Hah? Gamelan menikah? Ma sapa? Judul nya memang agak lebay dan bombastis. Maklum lah, jaman now cicak jatuh saja di tafsir macam-macam. Sebetulnya sudah sejak lama Gamelan dipersandingkan. Dipersandingkan dalam sebuah konsepsi dan konteks EAST MEET WEST. Timur ketemu Barat. Hasil persandingan itu ternyata bermacam-macam. Ada kalanya Gamelan benar-benar dinikahkan dan ternikahkan. Bisa juga Gamelan hanya kawin saja. Pun bisa juga Gamelan bermesraan terus-menerus tanpa nikah dan kawin.

Kita tentu belum lupa. Sejak Tahun 80-an marak lagu Pop dan Dangdut yang bernuansa Gamelan. Seringkali, Gamelan nya hanya berupa KITSCH atau sekedar tempelan yang dilebay-lebay kan. Ada juga hasil karya Gamelan sebagaimana olahan komposisi dari Debussy, Ravel,dan Godowsky. Idiom dan lanskap serta Filosofi Gamelan yang dipakai. Sedangkan nuansa dan impressi bunyi Gamelan sama sekali tersamar. 

Ada juga yang seperti Lou Harrison. Gamelan diberi identitas yang sama sekali baru. Jodi Diamond dengan kelompok Gamelan The Son Of Lion USA, yang membuat Gamelan sebagai sebuah wahana tonal dalam kancah kontemporer pada jamannya. Jangan lupa juga Almarhum Jack Body dengan kelompok Gamelan Padhang Moncar dari Selandia Baru. Padhang Moncar menampilkan Gendhing Kreasi. Baru namun tetap bergelantungan pada akar tradisinya.


GAMELAN DAN GENRE MUSIK LAIN
Pemusik Indonesia sendiri teramat banyak yang mempersandingkan Gamelan dengan berbagai genre musik. Alm. Mas Sapto Raharjo yang mempersandingkan Gamelan dengan Rock dan bahkan ada Jazz Gamelan bersama pemusik Perancis Andree JaumeMas DR Rahayu Supanggah, Mas Sumarsam, Mas Slamet Abdul Syukur yang membuat Pianis Nikolas Stavy sampe nangis saat latihan karena demikian kompleksnya komposisi Gamelan dari Mas Slamet. Ada juga Almarhum Ki Dalang Slamet Gundono, dengan idiomatic Gendhing via ukulele dan vokalnya. Tentu masih banyak lagi dan teramat banyak, termasuk saudara Prasadja Budhi Dharmadan Dwiki Dharmawan.


Alm. Sapto Raharjo

Beliau beliau yang terpapar di atas semuanya mempersandingkan Gamelan JAWA. Ada banyak Gamelan, tapi artikel ini mengkhususkan perhatian pada Gamelan Jawa terutama gaya Surakarta. Pertanyaannya, apakah kemudian setelah dipersandingkan, Gamelan sudah melangsungkan PERNIKAHAN dengan genre musik yang menggaulinya. Mari terlebih dahulu kita telaah Taqlim atau Definisi dan juga konsep serta konteks peristilahan berikut ini.

Istilah KAWIN merujuk pada aktifitas persetubuhan Biologis. Jadi, jika dikatakan Gamelan itu kawin, konotasi nya adalah, bahwa Gamelan bersetubuh selama frase dan fase tertentu saja. Nikah adalah hidup bersama sepanjang hayat. Jadi jika dikatakan bahwa Gamelan itu MENIKAH, maka artinya telah terjadi sebuah ranah baru dalam musik. Dimana Gamelan (dan genre apapun) membentuk sebuah kesatuan yang tak dapat dipisahkan lagi. Apakah pembaca bingung? Harus bingung dong. Semakin bingung berarti Anda semakin……… Kadang kebingungan adalah tanda bahwa Anda hadir dalam sebuah kancah. Whatever it is and it was.


MASALAH PERKAWINAN GAMELAN
Baik Kawin maupun Nikah membutuhkan prasyarat dan syarat tertentu. Sebagaimana manusia yang adalah makhluk berbudaya, Gamelan sebagai produk budaya, jika akan menikah dan/atau kawin juga membutuhkannya. Prasyarat dan syarat nikah dan kawin adalah ADANYA PERSAMAAN. Cinta itu urutan ke-619. Cinta nya boleh segambreng. Tapi jika persamaannya sangat minim, perbedaan mendominasi, waaaah untuk bisa kawin saja akan sangat sulit. Hal yang sudah menjadi klasik dan bahkan usang serta membosankan adalah begini: pernikahan dan perkawinan Gamelan, senantiasa dihadapkan pada masalah yang sama. TUNING SYSTEM. SISTEM LARAS. 


TUNING SYSTEM GAMELAN
Sistem Laras musik Barat, dinamai WELL TEMPERED atau TEMPERAMEN YANG SEHAT. Kok sehat sih? Iya. Sehat. Karena dalam Tuning System atau Sistem Tala Musik Barat, ada jangkarnya. Ada patokannya, yakni nada A itu harus berfrekuensi 440 getaran per detik. Atau A = 440 Hz (Hertz). Belakangan, jangkar ini diubah. Menjadi A = 432 Hz. Karena 432 dianggap lebih sesuai dengan getaran alam. Termasuk irama gerak planet, dan ritme fisiologis organ tubuh makhluk hidup.

Sistem Laras pada Gamelan (Jawa) selalu dinamai ILL TEMPEREDApa? Ill? Iya. Ill alias SAKIT. Kok sakit sih? Ya sakit. Karena sistem laras Gamelan gak punya jangkar. Para empu pembuat Gamelan, melaras instrumennya dengan: tradisi.



Gamelan Jawa dengan kedalaman filosofisnya tentang laras, memiliki konsep yang sangat berbeda dengan tuning system Musik Barat. Hal ini mutlak perlu dipahami dengan seksama. Berikut adalah kutipan dari diktat fotokopi oleh Mas Sumarsam yang diperuntukkan mahasiswa etnomusikologi Universitas Wesleyan USA:

Each tuning system is characterized by its intervallic patterns. In sléndro, the five intervals consist of short and medium steps. The difference between the two intervals in sléndro is so small that they are often inaccurately described as equal or nearly equal intervals.


Dari uraian tersebut, kiranya jelas. Bahwa titi laras yang adalah scale atau tangganada dalam perspektif musik barat, juga memiliki pola interval. Esensinya sama hanya manifestasinya berbeda. Menjadi menarik kiranya jika kita mencari ekivalen dengan mempersandingkan tuning system antara Musik Barat dan Gamelan Jawa.

Gambar adalah ekuivalen tuning system. Nada 3 pada Gamelan, ekuivalen dengan F# yang “kurang sedikit” frekuensinya, dinyatakan dalam satuan CENT. Kemudian untuk PELOG ekuivalennya dapat dilihat sebagai berikut: 

Dengan adanya daftar ekuivalen seperti itu setidaknya satu perbedaan antara Gamelan Jawa dan musik barat, sudah teratasi. Masih tersisa beberapa persoalan yang harus disikapi dengan cerdik dan bahkan sangat bijak oleh para komposer untuk dapat mempersandingkan Gamelan dan Musik Barat melalui jalur Pernikahan. Salah satu diantaranya adalah bentuk komposisi.

LASKAP KOMPOSITORIS GENDHING
Karya komposisi untuk Gamelan Jawa, disebut Gendhing. Lanskap kompositoris Gendhing adalah instrumentasi yang bersifat COLOTOMY. Apa itu Colotomy? Yakni Lanskap kompositoris atau paparan bentuk komposisi yang bersifak Siklik. Tiap berganti satu siklus selalu disertai dengan “perubahan“. Baik secara makro maupun micro.


Cara membaca gambar tersebut adalah demikian: N adalah T adalah ketuk dan P adalah kempul. (P) adalah kempyang. Perhatikan bahwa darimanapun mulainya, pasti akan berputar siklis. Tidak harus melaju berupa lingkaran. Bisa menurut garus diagonal maupun vertikal. Namun sekali kagi, darimanapun dan jalur apapun yang dipilih pasti akan berputar. Satu putaran ditandai dengan GONG. Itulah mengapa satu siklik dalam Gendhing biasa disebut sebagai GONGAN. Almarhum Mas Slamet Abdul Syukur pernah secara bergurau berkata begini: musik gamelan itu berputar putar terus, seperti orang gila.

Lanskap kompositoris Gamelan, jelas merupakan sebuah tantangan tersendiri. Mengingat dalam budaya musik barat, khususnya sejak Baroque dan Romantik, tak pernah ada lanskap yang berupa Colotomic. Tantangannya kemudian, mau tidak mau, suka atau tidak suka menjadi begini: Gamelan Jawa mengabdi pada Musik Barat, atau musik baratnya yang mengabdi pada Gamelan Jawa. Tentu mengabdi dalam konotasi dan denotasi tanda petik.


Secara teknis komposisi, tantangan semacam itu jelas senantiasa “mengorbankan” salah satunya. Namun, jika kita masih mau memakai Marriage Philosophie, yaaaa…. Biasa kan. Dalam pernikahan gak akan pernah selalu win-win solution. Karena pernikahan bukan lomba. Pernikahan adalah perpaduan dalam peraduan yang sarat makna. 

Menjadi lebih menarik lagi, manakala diajukan pertamyaan semacam ini: Lhoooo kalo begitu, itu tuh yang bikin musik Jawa untuk piano solo, apa tuh yang dia kerjakan. Mengawinkan Gamelan atau gimana? Sebuah komposisi yang mengeksplor Gamelan Jawa tentu tidak serta merta adalah The Marriage of Gamelan. Saya ambil contoh, TEMBANG ALIT KARYA PAK JAYA SUPRANA. 

Dalam buku PIANOLICIOUS KARYA JELIA MEGAWATI HERU M. Mus. Edupernah saya singgung sedikit akan hal ini. Pada Tembang Alit, pak Jaya Suprana, saya tentu tidak tahu persisnya maksud beliau, dalam pencecapan saya, bukanlah sebuah “perkawinan” Gamelan Jawa. Tembang alit masih menggunakan musical Form Leid gaya Mendelsohn. Hanya materi nya adalah unsur Gamelan. Idiomatiknya disana sini terdengar idiom Gendhing. Meski tentu saja lanskap kompositorisnya bergaya Eropa.

Yang agak unik juga untuk disimak adalah Loe Harrison. Masterpiece nya adalah GENDHING PAK TJOKRO. Di KOMPASIANA, saya pernah menjabarkannya. Ada baiknya saya review sedikit sebagai referensi pemaknaan The Marriage of Gamelan. Ibaratnya begini: Lou Harrison ini tidak mau pusing urusan keselarasan dalam hal pernikahan. Jadi, ia benar benar memberikan “identitas, jati diri, dan baju baru” bagi Gendhing Gamelan Jawa. Lanskap kompositorisnya dia bikin dengan model baru. Bukan Colotomic, juga bukan “kebiasaan” budaya musik barat. Gamelan nya pun dia bikin sendiri. Konstruksi bentuknya, pemukulnya bahkan larasnya. Namun, dia tetap menuangkan dan meramu dengan sangat kental filosofi pembuatan Gamelan Jawa yang tradisional.

PENUTUP
Menutup artikel ini, adalah baik kiranya jika kita bersama sama mengingat akan beberapa hal. Bahwa The Marriage of Gamelan adalah salah satu upaya. Upaya yang penting. Bahkan sangat penting. 

Apa pentingnya? Sebagai upaya east meet west. Sebagai revitalisasi seni musik Gamelan Jawa agar tidak punah. Sebagai bentuk pengejawantahan baju baru bagi Gamelan Jawa agar lebih lantang lagi bicara dalam berbagai ranah pertemuan seni di seantero dunia. 

Tentu upaya ini, sejalan dengan berjalannya waktu, perlu terus dikaji dan diperbaharui. Sebagaimana halnya cinta dalam pernikahan.  Senantiasa harus dipupuk dan disirami dengan gelora api asmara.  

1 comment:

  1. permisi ya
    mau numpang promosi bo kelinci99
    menyediakan 18 live game dan 4 pasaran togel ya bos
    untuk cashback kami berikan sebesar 5% untuk permainan live casino ya bos
    BBM : 2B1E7B84

    ReplyDelete

Note: only a member of this blog may post a comment.