"MICROPHONE UNTUK
INSTRUMEN AKUSTIK"
by: Michael Gunadi Widjaja
Audiopro, August 2015
Sumber: Audiopro, Agustus 2015
Instrumen akustik, seperti gitar
klasik dan piano misalnya, memiliki kemampuan untuk memperkaya TIMBRE atau “warna” bunyinya. Perubahan
timbre ini bisa dilakukan melalui instrumen itu sendiri. Misalnya perubahan
sudut dan titik eksekusi petikan pada dawai gitar klasik nilon. Atau bisa juga
dilakukan sehubungan dengan jarak dan posisi microphone.
Pada saat pertunjukan panggung
atau sesi rekaman, penting bagi penata bunyi atau sound engineer untuk memadukan antara image timbre yang dihasilkan
instrument tersebut dengan keseluruhan image bunyi hasil reproduksinya. Jadi,
sebetulnya sangat dibutuhkan sebuah microphone yang mampu bertindak juga
sebagai EQUALIZER tingkat pertama terhadap sumber bunyi. Microphone demikian
akan sangat membantu sound engineer dalam melakukan pengaturan balance antara treble,
bass, dan middle, juga ketebalan bunyi serta seberapa besar kadar keakustikan yang
ingin diekspos. Misalnya geseran jari pada fret gitar atau nuansa bunyi kayu
pada piano akustik.
Sebelum kita menelaah lebih jauh
tentang microphone dalam ranah keperluan instrument akustik, ada baiknya kita
cermati lagi teori dasar untuk instrumen akustik, sebagai berikut:
Sebuah instrument akustik, dalam
kenyataannya tidak pernah sebagai sumber bunyi yang murni. Yang ditangkap oleh
telinga kita sebetulnya adalah sebuah blending atau racikan dari berbagai
bagian dalam instrumen. Jadi misalnya sebuah gitar dipetik, maka yang kita
dengar sebetulnya BUKAN HANYA bunyi hasil getaran senar. Melainkan ada racikan
juga dari frekuensi harmonic, getaran kayu body dan juga getaran dari kuku jari
kita saat memetik.
Jadi letak dan posisi microphone
sangat menentukan. Jika terlalu dekat maka bisa saja ada unsur sumber bunyi
yang tertangkap berlebihan. Namun bila letak dan jaraknya terlalu jauh dan
menjauh, selain kerepotan dalam pengaturan gain, bisa saja hasil tangkapan
bunyi dikotori dengan interaksi gelombang bunyi terhadap ruang secara
menyeluruh.
Para sound engineer yang berpengalaman umumnya menggunakan microphone omni directional dengan
diafragma yang lebar. Jenis microphone tersebut mampu melakukan penangkapan
elemen sumber bunyi akustik dengan relative berimbang. Bisa juga ditambahkan
jenis microphone cardioid untuk menangkap interaksi gelombang sumber bunyi
dengan ruang saat bunyi berjalan.
Polar Pattern Microphone Omni Directional
Polar Pattern Microphone Cardioid
Ada baiknya jika kita sedikit
melakukan perbandingan spesifikasi antara microphone
omni directional dengan diafragma luas dibandingkan dengan yang
berdiafragma kecil/sempit.
Tabel Perbandingan Small & Large Diaphragm
Data diambil berdasarkan
rata-rata perilaku dua merk microphone terkemuka. Terlihat bahwa SD (small)
memiliki self-noise lebih besar. Tentu
ini akan sangat mengganggu purity capture
atau tangkapan kemurnian sumber bunyi akustik. Namun dalam hal SPL/Sound Pressure Level, mic SD lebih
memiliki kinerja tinggi. Namun hal tersebut tidak signifikan. Mengingat yang
akan kita capture adalah unsur
akustiknya dan bukan high transient
capacity. Untuk dynamic range, SD
memang lebih luas, namun sekali lagi, yang kita perlukan adalah detail elemen
bunyi yang sudah tertentu. Jadi kita tidak memerlukan area cakupan capture yang luas.
Kemudian akan kita lihat sejenak
peran microphone cardioid. Sesuai
namanya, mic cardioid memiliki pola sensitivitas seperti gambar jantung (cardio).
Pola sensitivitas ini cocok sebagai tapis untuk menepis kebocoran sinyal bunyi, misalnya dari monitor speaker.
Penggunaan mic cardioid paling ideal memang untuk keperluan vocal manusia. Namun pola sensitivitas nya sangat pas
untuk menangkap interaksi gelombang dengan ruang dari sebuah sumber bunyi
akustik. Dengan kata lain, pola seperti gambar jantung tersebut sekaligus
adalah tapis agar capture ruang tidak
malah menurunkan kadar puritas dan detail dari sumber bunyi akustik.
Persoalan yang lebih mendasar
adalah bagaimana mengkombinasi antara Large
Diaphragm Omni dan Cardioid yang uni
dan bukan omni. Penguasaan teknik dasar miking dan kepekaan terhadap ruang
saat penangkapan bunyi sungguh sangat diperlukan. Dan hal semacam ini mau tidak
mau membutuhkan pengalaman. Namun setidaknya sudah sedikit terpapar akan
pilihan yang layak jika kita akan menggumuli instrumen akustik dalam hal
reproduksi bunyinya.
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.