Wednesday, 2 September 2015

MICROPHONE UNTUK INSTRUMEN AKUSTIK - by: Michael Gunadi Widjaja (Audiopro, Agustus 2015)

"MICROPHONE UNTUK 
INSTRUMEN AKUSTIK"
by: Michael Gunadi Widjaja
Audiopro, August 2015

Sumber: Audiopro, Agustus 2015

Instrumen akustik, seperti gitar klasik dan piano misalnya, memiliki kemampuan untuk memperkaya TIMBRE atau “warna” bunyinya. Perubahan timbre ini bisa dilakukan melalui instrumen itu sendiri. Misalnya perubahan sudut dan titik eksekusi petikan pada dawai gitar klasik nilon. Atau bisa juga dilakukan sehubungan dengan jarak dan posisi microphone

Pada saat pertunjukan panggung atau sesi rekaman, penting bagi penata bunyi atau sound engineer untuk memadukan antara image timbre yang dihasilkan instrument tersebut dengan keseluruhan image bunyi hasil reproduksinya. Jadi, sebetulnya sangat dibutuhkan sebuah microphone yang mampu bertindak juga sebagai EQUALIZER tingkat pertama terhadap sumber bunyi. Microphone demikian akan sangat membantu sound engineer dalam melakukan pengaturan balance antara treble, bass, dan middle, juga ketebalan bunyi serta seberapa besar kadar keakustikan yang ingin diekspos. Misalnya geseran jari pada fret gitar atau nuansa bunyi kayu pada piano akustik.

Sebelum kita menelaah lebih jauh tentang microphone dalam ranah keperluan instrument akustik, ada baiknya kita cermati lagi teori dasar untuk instrumen akustik, sebagai berikut: 

Sebuah instrument akustik, dalam kenyataannya tidak pernah sebagai sumber bunyi yang murni. Yang ditangkap oleh telinga kita sebetulnya adalah sebuah blending atau racikan dari berbagai bagian dalam instrumen. Jadi misalnya sebuah gitar dipetik, maka yang kita dengar sebetulnya BUKAN HANYA bunyi hasil getaran senar. Melainkan ada racikan juga dari frekuensi harmonic, getaran kayu body dan juga getaran dari kuku jari kita saat memetik. 

Jadi letak dan posisi microphone sangat menentukan. Jika terlalu dekat maka bisa saja ada unsur sumber bunyi yang tertangkap berlebihan. Namun bila letak dan jaraknya terlalu jauh dan menjauh, selain kerepotan dalam pengaturan gain, bisa saja hasil tangkapan bunyi dikotori dengan interaksi gelombang bunyi terhadap ruang secara menyeluruh.

Para sound engineer yang berpengalaman umumnya menggunakan microphone omni directional dengan diafragma yang lebar. Jenis microphone tersebut mampu melakukan penangkapan elemen sumber bunyi akustik dengan relative berimbang. Bisa juga ditambahkan jenis microphone cardioid untuk menangkap interaksi gelombang sumber bunyi dengan ruang saat bunyi berjalan.

Polar Pattern Microphone Omni Directional 

 Polar Pattern Microphone Cardioid
 
Ada baiknya jika kita sedikit melakukan perbandingan spesifikasi antara microphone omni directional dengan diafragma luas dibandingkan dengan yang berdiafragma kecil/sempit.

Tabel Perbandingan Small & Large Diaphragm

Data diambil berdasarkan rata-rata perilaku dua merk microphone terkemuka. Terlihat bahwa SD (small) memiliki self-noise lebih besar. Tentu ini akan sangat mengganggu purity capture atau tangkapan kemurnian sumber bunyi akustik. Namun dalam hal SPL/Sound Pressure Level, mic SD lebih memiliki kinerja tinggi. Namun hal tersebut tidak signifikan. Mengingat yang akan kita capture adalah unsur akustiknya dan bukan high transient capacity. Untuk dynamic range, SD memang lebih luas, namun sekali lagi, yang kita perlukan adalah detail elemen bunyi yang sudah tertentu. Jadi kita tidak memerlukan area cakupan capture yang luas.

Kemudian akan kita lihat sejenak peran microphone cardioid. Sesuai namanya, mic cardioid memiliki pola sensitivitas seperti gambar jantung (cardio). Pola sensitivitas ini cocok sebagai tapis untuk menepis kebocoran sinyal bunyi, misalnya dari monitor speaker. Penggunaan mic cardioid paling ideal memang untuk keperluan vocal manusia. Namun pola sensitivitas nya sangat pas untuk menangkap interaksi gelombang dengan ruang dari sebuah sumber bunyi akustik. Dengan kata lain, pola seperti gambar jantung tersebut sekaligus adalah tapis agar capture ruang tidak malah menurunkan kadar puritas dan detail dari sumber bunyi akustik.

Persoalan yang lebih mendasar adalah bagaimana mengkombinasi antara Large Diaphragm Omni dan Cardioid yang uni dan bukan omni. Penguasaan teknik dasar miking dan kepekaan terhadap ruang saat penangkapan bunyi sungguh sangat diperlukan. Dan hal semacam ini mau tidak mau membutuhkan pengalaman. Namun setidaknya sudah sedikit terpapar akan pilihan yang layak jika kita akan menggumuli instrumen akustik dalam hal reproduksi bunyinya.

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.