Friday 9 August 2019

THINK POLYPHONY, by: Michael Gunadi | Staccato, August 2019

“THINK POLYPHONY”
by: Michael Gunadi
(Staccato, Agustus 2019)



PENGANTAR POLIFONI
Sebetulnya Polifoni tidak hanya terdapat dalam musik. Banyak bidang yang juga mengenal polifoni. Namun, tak dapat dipungkiri, Polifoni dalam batasan musik, adalah yang paling lazim dan paling popular. Saat mendengar istilah Polifoni, beberapa diantara Anda yang pernah belajar musik, sedang belajar musik, suka dan bahkan cinta musik, khususnya Musik Klasik, akan langsung menyebut BACH. Dan memang, Johann Sebastian Bach adalah Raja Polifoni. Dengan puncak karyanya pada FUGUE. Bentuk komposisi polifoni yang ketat aturan, bahkan sangat normatif, namun tetap menyisakan ruang luas untuk kebebasan.


TEKSTUR POLIFONI
Sebelum kita menatap batasan istilah polifoni, terlebih dahulu kita tengok istilah TEKSTUR atau Texture. Dalam musik, pengertian tekstur sangat berbeda dengan misalnya pengertian tekstur pada seni lukis atau seni rupa. Tektur sebuah lukisan adalah permukaan lukisan itu. Semakin halus permukaannya, dikatakan bahwa tekstur lukisannya semakin halus. Yang berarti si pelukis sudah sangat mehir meramu dan menuangkan material lukisan. 

Begitu pun dengan seni rupa. Karya patung yang dikatakan baik, tentu adalah yang bertekstur halus. Berbeda dengan musik. Dalam ranah musik, tekstur bukan urusan halus tidaknya permukaan. Melainkan cara bagaimana unsur-unsur musik disusun dan dikombinasikan. Polifoni berbicara tentang tekstur. Polifoni adalah tekstur musik, dimana melodi, irama dan harmoni disusun sebagai sebuah entitas yang mandiri.


POLIFONI DALAM MUSIK KLASIK
Nampak dalam contoh bahwa melodi yang dimainkan tangan kanan, berupa nada-nada linear saja. Terdapat double notes, namun bergerak sejajar dan searah. Tangan kiri selalu berupa iringan dalam rupa akor. Contoh lain dari karya Chopin, yakni Fantasie Impromptu yang sangat terkenal.

Prinsipnya sama saja dengan Nocturne. Hanya saja pada Fantasie Impromptu, iringan tangan kiri hadir secara ARPEGGIATED berupa akor yang dipecah atau Broken Chord. Dua contoh yang terdapat dalam artikel ini memang menunjukkan bahwa musik Chopin tidaklah Polifoni. Namun, mohon anda jangan cepat juga menghakimi. Dalam beberapa hal, Chopin sebetulnya sangat berpikir polifoni.


Chopin Fantasie Impromptu 

Sebetulnya, berpikir polifoni, dapat disejajarkan dengan berbagai ranah berpikir dalam kehidupan ini. Bahkan untuk hal-hal keseharian. Satu hal yang pertama semestinya kita semua camkan adalah, bahwa berpikir polifoni, terutama dalam musik, bukan satu-satunya hal yang terhebat. 


POLIFONI DALAM MUSIK AFRIKA
Tanpa berpikir polifoni pun, orang dapat menggubah dan mengarang musik dengan layak dan indah, sebagaimana beberapa karya Chopin. Polifoni itu sendiri, sudah latah dan selalu diidentikkan dengan Bach dan Baroque. Padahal, di luar Eropa, bahkan jauh sebelum Era Baroque berjaya dengan polifoni, suku-suku Afrika sudah mempraktekkan gaya polifoni dalam lagu nyanyian tradisionil nya. Tanpa mereka harus sekolah ini itu dan belajar sampai termehek-mehek.


Contoh di atas adalah gaya polifoni nyanyian tradisionil salah satu suku di Afrika. Perhatikan bahwa nyanyian tersebut terdiri dari 5 jalur. Bandingkan dengan polifoni zaman Baroque yang hanya empat jalur vocal. Vocal Bass melakukan gerakan yang sangat kontras dengan vocal pertama. Saat vocal pertama bergerak meninggi, jalur Bass mengimbanginya dengan gerakan arah turun.


PEMAHAMAN TERHADAP TEKSTUR POLIFONI
Berpikir polifoni sebetulnya bisa diawali dengan pemahaman terhadap tekstur musik. Wallace Berry menyajikan diagramatis tekstur musik, yang banyak dipakai sebagai rujukan oleh mahasiswa musik.

1. Homoritmik 
Saat jalur jalur bunyi memiliki nilai nada yang semua sama. Sehingga hanya muncul satu saja kesan irama. Mirip tatanan masyarakat yang statis dan tidak berkembang.

2. Heteroritmik
Tiap jalur bunyi membentuk ritmik berlainan. Dengan cara memakai nilai not yang berbeda. Dinamika irama mulai terasa pada tektur seperti ini. Ibarat tatanan masyarakat yang tidak selalu harus seiring jalan.

3. Kontraritmik 
Sebetulnya ini adalah dua macam ritmik. Dengan nilai 1/4-an dan perdelapanan. Nampaknya dinamis namun sebetulnya sangat statis.


4. Homodireksional
Semua jalur bergerak ke arah yang sama. Tidak dinamis namun kesan penguatan tiap bunyi cukup kentara. Mirip keadaan masyarakat yang nampak konservatif namun sebetulnya memiliki keseragaman gerak 

5. Heterodireksional
Arah jalur bunyi sangat heterogen. Nyaris chaos. Yang menyatukannya hanya harmoni saja.

6. Kontradireksional
Tekstur ini sangat populer di era Baroque. Ini adalah apa yang dikenal sebagai counter point atau kontrapunkt. Bach adalah komposer yang sudah dinobatkan menjadi “Raja” untuk tekstur model begini.


Berpikir polifoni sebetulnya adalah sebuah seni mengkomposisi musik. Saat bunyi diberi identitas yang mandiri. Musik tidak terpenjara oleh kodrat alaminya saja. Bunyi bunyi memiliki kemandirian untuk membunyikan dirinya. Tidak sekedar konservatif dan bertahan pada fungsionalitas semata. 

Hasil akhirnya tentu saja adalah sebuah kreasi seni olah bunyi. Beberapa pendapat mengatakan, bahwa berpikir polifoni adalah murni produk budaya barat. Tentu anggapan ini sangat tidak tepat. Karena dalam kenyataannya, banyak budaya di dunia yang sudah berpikir polifoni jauh sebelum Eropa dengan tradisi Baroque nya mencengkeram ranah musik dengan hegemoninya.


No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.