Thursday 25 June 2020

Merajut Makna untuk Debussy's Clair de Lune - by: Michael Gunadi | Staccato, July 2020

MERAJUT MAKNA UNTUK CLAIR DE LUNE KARYA DEBUSSY
by: Michael Gunadi
Staccato, July 2020


Debussy, tentu dikenal dan terkenal sebagai Komposer Perancis papan atas. Pencinta musik piano, tidak asing dengan Clair de Lune. Karya ini sudah sering, bahkan dapat dikatakan terlalu sering dimainkan, sehingga dengan sendirinya memperoleh popularitas yang luar biasa. Clair de Lune sebetulnya adalah sebuah karya komposisi rumit dan canggih. 
Karya ini mendapat pengaruh dari Puisi, Musik Baroque di era 1600 – 1750, dan ini yang sering mengundang kontroversi tafsir, yakni Impressionisme. Debussy sendiri dengan tegas dan serius, acapkali menolak predikat Impressionisme untuk genre karyanya. Meski demikian, kelatah publik tetap saja mengasosiasikan musik yang dikonotasikan dengan penggambaran visual sebagai Impressionisme.
Debussy dan Chouchou
Terjemahan judul karya ini adalah SINAR BULAN. Judul ini ditambahkan segera sebelum dipublikasikan pada 1905 sebagai gerakan ke-3 dari 4 buah gerakan karya yang diberi judul SUITE BERGAMASQUE. Tahun nya sama dengan kelahiran putri Debussy, Emma Claude, yang punya nama panggilan Chouchou.


Judul SINAR BULAN, diambil dari puisi berjudul sama, yang dipublikasi pada 1869. Sastrawannya adalah Paul Verlaine. Seorang pujangga yang banyak menggunakan simbolisme atau lambang dan pralambang dalam puisinya. Sebetulnya, sebelum Clair de Lune, Debussy pernah melakukan musikalisasi puisi terhadap 18 karya Paul Verlaine. Formatnya adalah untuk Penyanyi dan pemain piano.Dalam esensinya, puisi tersebut bertutur tentang au calme clair de lune triste et beau” atau kira-kira arti terjemahannya: “Sinar Bulan tuh meski nampak sedih, tetep saja memancarkan asmara”.
Dalam puisi tersebut juga dijabarkan tentang “charmante masques et bergamasques” atau keanggunan pada acara Bergamasque. Keanggunan Bergamasque inilah yang diekspose dalam 4 gerakan dalam Suita. Bergamasque sendiri adalah sebuah festival topeng yang adalah tradisi teater Itali kuno. Sedemikian popularnya festival ini, imbasnya sampai juga ke Perancis. Di Perancis, festival ini menghadirkan karakter tokoh yang melegenda di Perancis. Yakni Harlequin, Columbine, Scaramouche, yang konon dalam hikayatnya, para tokoh ini juga berasal dari Bergamo, Italia.
Sejatinya, musik Debussy adalah sebuah “titik balik” dari hiruk pikuk musik Romantik yang mendominasi abad ke-19. Hiruk pikuk Era Romantik memperoleh turning point menuju pada Mazhab musik abad ke-20 melalui karya Debussy. Ada hal yang agak “aneh dan nyeleneh” dari Debussy ini. Jika ia ditanya, aturan komposisi dan harmoni macam apa yang dia anut. Jawabnya adalah MON PLAISIR atau SUKA SUKA GUE.....

Bersama dengan Maurice Ravel, Debussy dinobatkan sebagai tonggak aliran Impressionistik. Tetep saja Debussy protes istilah itu. Namun, para budayawan juga tetep kukuh memakai istilah tersebut, sehubungan dengan penggunaan harmoni dan tekstur kompositoris yang mendapat imbas dari seni lukis nan penuh warna.
Selain Clair de Lune, Debussy dikenal pula melalui karya orkestralnya yang sangat ikonik, berjudul La Mer (Samudra). Karya ini dipubhlikasi pada 1905. Dan cover karya ini memakai lukisan OMBAK BESAR KANAGAWA atau yang terkenal sebagai HOKUSAI GREAT WAVE. Nyata benar pengaruh Impressionisme. Ombak besar Hokusai juga mengilhami Refleksi Air, sebuah lukisan karya Vincent Van Gogh. Hal hal yang lebih mengutamakan aura naturalistik daripada persepsi inderawi manusia, sebagaimana lukisan Monet.

Dari aspek puitika, Clair de Lune lebih bersifat sebuah penjelajahan yang sentimentil. Sangat berbeda dari puisi karya Verlaine di koleksinya seputaran tahun 1866 yang lebih mengekspos lanskap duka. Puisi nya diawali dengan bait sebagai berikut: “Le couchant dardait ses rayons suprêmes et le vent berçait les nénuphars blêmes” Jika diterjemahkan bebas, kira-kira maknanya demikian: tatanan sang mentari membuncah cahaya puncaknya dan angin sepoi mengguncang kubangan air yang memucat.
Sisi keheningan dan aroma meditatif dari bait awal puisi, tercurahkan dengan sangat indah pada frase pembukaan musik Clair de Lune.
Angin sepoi-sepoi yang mengusap lembut, direpresentasikan dengan frase musikal berpetunjuk “Tempo Rubato”. Tempo Rubato memungkinkan si pemusik untuk mengubah cepat lambat tempo sesuai kebutuhan dengan relatif leluasa.Keadaan ini membangun sebuah nuansa, yang bisa jadi juga sebagai pengantar untuk bait-bait puisi berikutnya.
Where the vague mist conjured up some vast
Despairing milky ghost
With the voice of teals crying
As they called to each other, beating their wings.

Sebetulnya sangat bersahaja. Bahkan kerenggangan tekstur, diselimuti dengan passage yang berkelok dan di tandai untuk dimainkan secara Un Poco Mosso. Bagian yang berkelok tersebut, secara subtil memindahkan aroma meditasi yang melankolis menjadi momen yang memuncak. Debussy melakukannya dengan cara mengolah materi melodi pada daerah Diskan pada piano. Yang terasa adalah bahwa transformasi kesan tersebut seolah memiliki sayap yang menerbangkan kita ke sesuatu. Kemudian, rangkaian melodi yang menjadi ide bagi pembukaan, muncul lagi. Namun kali ini dengan harmoni yang lebih “keruh” secara berangsur-angsur, yang diperjelas dengan penambahan note pada melodi ide pokok tersebut.

Clair de Lune sesungguhnya menyimpan beberapa hal yang masih “misteri” dan sangat mengasyikkan untuk didiskusikan, bahkan hingga saat ini. Bentuk lanskap kompositorisnya adalah Musik baroque abad ke-17. Namun ide dan penggarapannya berpadu padan dengan musik Impressionisme yang memang menjadi populer di Perancis sejak abad ke-19 akhir.
Banyak hal yang bisa kita petik sebagai “hikmah” dari setiap karya Debussy. Debussy bukan saja seorang genius. Namun juga maestro misteri dan pembaharu.

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.