Kita akan mengawali artikel ini dengan meninjau sejenak ranah SENI LUKIS. Karena di ranah seni lukis lah istilah tekstur mendapat batasan yang paling representatif. Jika kita ditanya, apa yang membuat sebuah lukisan dikatakan dan dinyatakan sebagai lukisan seni yang bermutu. Tentu jawabnya dapat bermacam-macam dan memang banyak sekali parameter dan variabel untuk menentukan satu mutu lukisan. Namun dari semua variabel tersebut, salah satunya adalah TEKSTUR atau Texture. Herbert Reed, seorang pengamat dan kritikus seni yang hebat, dalam bukunya THE MEANING OF ART, menuliskan bahwa teksturlah salah satu elemen terpenting dalam menentukan mutu lukisan.
Secara teknisnya, Tekstur diberi batasan sebagai the feel, appearance, or consistency of a surface or substance. Sederhananya, Tekstur adalah kehalusan permukaan lukisan, baik yang mungkin teraba (karena tidak semua lukisan boleh diraba) maupun yang penampakannya tertangkap mata. Dalam perkembangannya, Tekstur bisa menjadi sarana untuk menimbulkan kesan dimensi sebuah lukisan.
Gambar adalah lukisan karya Maestro AWIKI dari Bali. Jika kita cermati, Awiki bermain dengan tekstur, yakni goresan cat minyak yang sangat tebal di atas kanvas untuk menimbulkan efek 3D.
Permainan Tekstur ternyata tak hanya pada seni lukis. Musik pun memiliki tekstur. Dalam musik, tekstur diberi pengertian sebagai interaksi susunan (struktural) antara materi tempo, melodi, dan harmonik dalam satu kesatuan komposisi musik. Dan tentu interaksi struktural akan sangat menentukan kualitas bunyi secara keseluruhan dalam sebuah karya.
DENSITAS
Tekstur sering dijelaskan sehubungan dengan kerapatan, atau ketebalan lazim disebut densitas. Juga berkaitan dengan jangkauan, atau range, antara nada terendah dan tertinggi. Dalam musik, tekstur secara relatif serta lebih khusus dibedakan menurut jumlah bunyinya, dan hal inilah yang membentuk struktur musikal. Misalnya, tekstur yang kental mengandung banyak 'lapisan' bunyi instrumen. Salah satu lapisan ini bisa berupa STRING SECTION atau seksi gesek dan lapisan lainnya mungkin saja berupa BRASS SECTION atau seksi tiup logam.
Ketebalan atau densitas musikal yang merupakan unsur Tekstur, juga ditentukan oleh jumlah dan kekayaan warna bunyi instrumen yang memainkan karya tersebut. Tekstur sebuah karya musik juga dapat diperkaya oleh harmoni, tempo, dan ritme yang digunakan.
MONOPHONIC & POLYPHONIC
Score di atas adalah contoh tekstur musik yang MONOPHONIC. Musik tersebut hanya melulu satu jalur melodi saja dan tanpa disertai dengan iringan. Dan memang dimaksudkan sebagai musik tanpa iringan.
Gambar di atas adalah karya Bach dalam buku WTK jilid 1. Tekstur musik nya adalah BIPHONIC. Nampak jelas terutama di bar pertama: Baskan hanya membunyikan DRONA atau DRONE dari satu nada, sementara jalur bunyi di atasnya aktif melakukan perluasan atau Elaborasi dari nada Drone nya.
Yang terhampar di hadapan anda adalah contoh dari POLYPHONIC. Dalam hal ini adalah teknik komposisi yang dikenal sebagai KONTRAPUNKT atau Counterpoint. Ketika bunyi satu arah naik, bunyi 2 arah turun. Begitupun bunyi 3 dan 4 bergerak secara BERLAWANAN. Itulah mengapa teknik yang sangat populer di Era Baroque dan dirajai oleh Bach, disebut KONTRApunkt.
Contoh-contoh tersebut adalah beberapa jenis tekstur musik yang sangat populer. Masih terdapat beberapa macam tekstur dalam musik, terutama yang bertalian dengan interaksi ritmik nya. Dalam pelaksanaannya, komposisi musik hadir tidak selalu dalam keteraturan satu macam tekstur saja. Musik dapat hadir dalam beberapa tekstur sekaligus.
MANFAAT MENGETAHUI TEKSTUR MUSIK
Setelah menatap sejenak tentu anda bertanya, apa gunanya tahu hal semacam ini. Mempelajari tekstur musik sejatinya memberikan banyak keuntungan. Bagi siapa saja yang membuat musik dan/atau melakukan kegiatan bermain musik.
Yang pertama kali harus difahami adalah: Apa sebetulnya efek tekstur dalam musik bagi pendengarnya?Musik monophonic misalnya. Hanya terdiri dari satu jalur melodi saja. Komposisi semacam ini bertujuan agar pendengar fokus pada pengkalimatan melodi semata. Tidak terasosiasi dengan efek harmoni yang menyertai. Maka bentuk ini paling tepat dipakai sebagai musik bagi ritus-ritus keagamaan. Seringkali bentuknya yang sederhana, memudahkan Jemaat untuk menyanyikan sambil tetap fokus pada syairnya.
Untuk komposisi seperti musik kontrapunkt tentu bagi pendengar efeknya adalah sebuah sajian musik seni. Musik seni yang dalam batas tertentu tak bisa hanya dinikmati dengan cara mendengar namun adakalanya dengan cara mendengar(kan). Efek ini bisa menimbulkan daya afeksi bagi pendengar. Namun tentu bagi yang tidak memiliki pemahaman akan memperlakukan komposisi tersebut sebagai sesuatu “yang aneh”, yang tak lazim. Efek psikologisnya, mungkin saja seseorang akan jatuh hati pada misterinya, namun tentu bisa saja tanpa telaah nalar, ia menjadi sangat antipati. Apapun nanti kejadiannya, semua itu sah-sah saja. Karena jangan lupa, musik senantiasa membahasakan dirinya sendiri, dan tekstur adalah salah satu wahananya.
Memiliki pengetahuan tentang tekstur musik, jujur saja, sangat bermanfaat bagi pemain atau penyaji musik. Tak peduli seberapa mahir anda. Saya ambil contoh saja seri Invention dari Bach. Seri (terdapat beberapa) Invention dari Bach, semuanya bertekstur Biphonic. Hanya ada dua jalur bunyi. Uniknya, jalur bunyi yang hanya dua ini, bertumpang tindih, berkejar-kejaran, saling bersahutan dengan sangat ajaib dan indah. Itulah kehebatan keahlian komposisi seorang Johann Sebastian Bach. Bagi seorang siswa musik, memahami tekstur musik, bisa membuat ia tahu. Mana yang lagu pokok (cantus firmus) mana yang adalah counter part nya. Pengetahuan ini penting, mengingat dalam Invention karya Bach, cantus firmus dapat berganti ganti antara jalur satu dan jalur dua. Tidak seperti lagu nyanyian yang cantus firmus nya selalu di jalur satu.
TEKSTUR BAGI PIANIS, DIRIGEN, GITARIS, BIOLIN, SEKSI ALAT TIUP
Bagi pianis professional, pengetahuan tentang tekstur musik menjadikan ia mampu mengolah Invention Bach dengan sangat musikal. Jika ia paham teksturnya maka ia dapat menempatkan ARTIKULASI MUSIKNYA secara pas. Ingat, bahwa untuk Bach, ARTIKULASI DIPERDENGARKAN SECARA DETACHED. Dengan mengerti tekstur, seorang pianis professional bisa menentukan dengan artistik, mana yang detached dan mana yang harus dia mainkan secara legato.
Berbicara tentang tekstur dalam musik, kita tidak memisahkannya dari upaya untuk menafsir musik. Seorang Dirigen misalnya. Dituntut harus dapat menguasai tekstur beserta semua ragam implikasinya. Ini penting dalam fungsinya untuk memberi arahan organum-organum orkesnya.
Agak mengherankan jadinya, jika Dirigen, terutama Dirigen Paduan Suara, masih menggunakan NOTASI ANGKA untuk mendireksi. Ini bukan sekedar: “ahhh, ya itu kan cuma notasi, notasi itu kan catatan saja, simbol teemasuk angka boleh dong, yang penting bisa dijadikan patokan”. Yang jadi masalah sama sekali bukan begitu. Dengan notasi angka semua akan terlihat rata. Beda dengan notasi Balok. Dengan notasi balok, tekstur bisa lebih mudah ditengarai karena si dirigen melihat sebuah visualisasi yang menunjukkan mana yang arah naik dan mana yang turun, seberapa gejolak teksutnya, seberapa gejolak penurunannya. Dan ini semua hal mutlak untuk memberi daya hidup pada musik yang disajikannya.
Pengetahuan tentang tekstur musik, sebetulnya juga layak dipelajari dengan sesama oleh para pemain gitar klasik. Karena musik gitar klasik itu unik. Musiknya berbagai jalur bunyi, namun penotasiannya hanya dalam satu sistem Paranada. Ini seringkali membingungkan. Terutama untuk Musik Kontemporer atau juga musik disonan (Harmoninya terdengar... agak....). Gitarisnya seringkali mengernyitkan dahi membaca notasinya. Jika si gitaris paham tekstur maka ia akan dapat memilah. Mana yang sebagai apa. Sehingga musiknya akan terdengar beneran seperti musik, bukan seperti orang sedang kesulitan dalam latihan.
Kemudian, bagaimana dengan pemain biolin dan alat tiup? Mereka seumur hidup notasinya hanya satu jalur bunyi. Yaaaaa Biolin terkadang main akor sih, tapi itu sangat jarang untuk kandidat yang masih hijau. Begini, meski satu jalur, tidak berati bahwa score Biolin dan/atau Alat tiup itu sederhana. Tekstur sangat membantu dalam melakukan tafsiran dan relasi dengan musik pengiringnya. Jika tidak paham Tekstur maka si pemain akan kebingungan. Lhooo itu iringannya ganti pola, trus registernya juga meninggi, jadi... what can I must doing with my own score?
Jikalau pun ia bermain secara mutlak solo, misal unaccompaniment violin, pengetahuan tentang tekstur tetap sangat diperlukan. Ia bisa menggali pseudo harmony. Apa itu, Pak? Harmoni yang tersirat dan tidak nyata tertulis. Oh ada ya Pak. Ada. Pengetahuan tekstur memungkinkan si pemain biola untuk menggali. Apakah ini murni melodi, ataukah sebetulnya ini tekstur Biphonic yang tersembunyi dalam kalimat kalimat harmoni yang Arpeggiated. Waaaaaah pusing..... gak ngerti pak. Makanya....... Belajar Tekstur.
Sebagai pamuncak tentu adalah rasa keingintahuan tentang bagaimana mengenali tekstur musik. Ya ini hanya bisa dilakukan dengan cara mendengarkan secara seksama. Kemudian sejak awal, si guru menerangkan. Sejak awal belajar. Tentu dengan bahasa yang mudah dipahami menurut umur dan kedewasaan intelektual siswanya. Yang berusia kecil dan anak Millennium, parentnya Crazy Rich yang memang agak crazy beneran, mungkin bisa diperumpamakan dengan bercerita tentang WAFER TANGO. Brapa lapissss?? RATUSAN. That’s Texture.
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.