GITAR KLASIK:
“LUWES NAN TAJIR”
by: Michael Gunadi Widjaja
KEINDAHAN GITAR SPANYOL
Sepertinya
sudah membudaya, bahwa kecantikan dan keindahan perempuan diidentikkan dengan
hal-hal yang bersifat alamiah. Kita tentu masih belum lupa, bahwa pernah ada
ungkapan seperi ini: “Wah, wajahmu seelok
bulan.” Tentu untuk zaman sebelum Indonesia merdeka, istilah rayuan semacam
itu sangat laris manis dan membuat perempuan tersipu-sipu, seperti kucing
terpleset kulit pisang.
Zaman terus
berjalan. Manusia mampu menginjakkan kakinya di bulan. Dan ternyata wajah bulan
TIDAK MULUS dan malahan penuh dengan bopeng-bopeng. Jadi jika zaman sekarang
anda masih merayu perempuan dengan mengatakan bahwa wajahnya seindah bulan, siap-siap
saja untuk ditampar sambil disiram kopi panas. Hmm…
Selain bulan,
keindahan perempuan juga sering diidentikkan dengan GITAR SPANYOL. Kita tentu masih ingat dan masih terngiang akan
adanya ungkapan seperti ini: “WAAAAAAAH BODY
NYA AMBOI CING… GITAR SPANYOL!” atau “WUUUUIHHHHH
PINGGANG DAN PINGGULNYA GITAR SPANYOL BINGITZ DEH!” Terus terang, jujur
saja saya agak bingung dengan ungkapan seperti itu.
ANALOGI GITAR DAN PEREMPUAN
Kebingungan
saya yang pertama adalah: Kenapa sih harus menyebut Gitar Spanyol? Kok tidak
gitar saja ya? Ya karena gitar tuh kan aslinya Spanyol. Iya, he eh... betul. Sejarah mencatat bahwa
gitar yang memainkan peran dalam napak tilas perkembangannya, tidak harus
buatan Spanyol. Andres Segovia, sang
Maestro, empu dari segala empu gitar, memakai HERMANN HAUSER yang adalah bikinan Jerman. John Christopher William, sang pujangga gitar, memakai gitar
bikinan Greg Smallman yang adalah
Australia. Zaman modern sekarang ini, bahkan teknologi pembuatan gitar klasik
berdawai nylon, lebih banyak dieksplorasi oleh negara-negara di luar Spanyol, seperti
Korea, Jepang, Jerman, Perancis, Australia, dan bahkan Thailand serta Filipina.