Monday 9 July 2012

GLADIATOR MUSIK


GLADIATOR MUSIK




Entah karena apa,sebulan terakhir ini kompetisi piano menjadi sangat marak di tanah air kita.Jika kita sempat menengok majalah music terkemuka yakni STACCATO,di situ banyak sekali pemberitahuan tentang kompetisi piano.Bahkan hamper 35% dari advertensi Staccato adalah pengumuman kompetisi piano.

Saya tergelitik untuk mensikapi,dan mengkritisi fenomena marfaknya kompetisi piano ini.Tentu saya usahakan tanpa tendensi,pretense,apalagi dugaan busuk.Semata hanya karena fenomena marfaknya kompetisi piano tersebut begitu menggebu dan membabi yang buta.

Apa yang salah dengan kompetisi piano ?? oooppsss…sama sekali tidak ada yang salah.Musik,tidak pernah salah !Kalo anda tidak suka musiknya A atau permainan music si B,ya jangan dengerin,habis perkara.Yang jadi masalah adalah,kompetisi piano menjadi marak di tengah-tengah “perjuangan” beberapa laskar music klasik Indonesia untuk membumikan music klasik.Teguh Sukaryo dengan gagah berani mengkampanyekan sebuah forum music klasik yang sangat kekeluargaan.Jelia Megawati Heru dengan gigih mengumandangkan pendidikan music  yang baik.Sudirman Leman juga tanpa kenal lelah  memperjuangkan sekolah music yang  “berbeda”.Lalu apa dampak maraknya kompetisi piano bagi semua gerakan mulia tersebut.

Maraknya kompetisi piano di tanah air menunjukkan bahwa dunia music piano di Indonesia sedang dihinggapi euphoria lomba.Bahkan sekolah music yang baru berdiri dan terletak di sudut kota secara terpencil pun ikut-ikutan latah menggelar kompetisi piano.Rupanya,sedang ada trend bahwa SEKOLAH MUSIC BERUBAH FUNGSI MENJADI EVENT ORGANIZER LOMBA.Ini kacau dan memprihatinkan.

Hal kedua adalah,dengan maraknya kompetisi piano,beberapa orang penggagas secara tanpa sadar telah merajut sebuah keaadaan MENCETAK PARA GLADIATOR MUSIK.Remaja bahkan anak usia 6 tahun sudah diiming imingi dan diseret ke dalam ajang perlombaan bagai gladiator.Musik dijadikan ajang aduan,persis seperti arena gladiator.Secara tanpa sadar ada stigma bahwa pemenang lomba adalah anak atau remaja yang sangat musical.Music bukan lagi diukur dari passion melainkan aduan secara nyata dalam kompetisi.

Orang yang sok tahu dan sok pintar bisa saja berujar begini : “ lho kan hidup itu sendiri pada hakekatnya adalah sebuah kompetisi…jadi ya  dari kecil anak  dibiasakan menghadapi kenyataan dong,bahwa hidup itu kompetisi…dan music kan bagian dari kehidupan…” Mereka lupa bahwa music itu adalah seni yang kontribusinya membangun jiwa,Kalaupun jiwa ini diwarnai sikap kompetitif,ya mestinya bisa direduksi semua efek negatifnya.Dengan maraknya kompetisi piano,saya tidak yakin bahwa kompetisinya akan fair dan mengedepankan passion for music.Karena dengan semakin maraknya sebuah trend,semakin besar pula distorsi dan kekotorannya.

Orang bisa saja mengatakan bahwa acara kompetisinya menghadirkan juri-juri yang maha pianis.Jurinya mungkin maha pianis.Tapi ingat,maha pianis pun tetap manusia yang bisa salah,bisa jenuh oleh kebosanan dan situasi.Belum lagi jika panitianya hanya berorientasi cari masukan uang semata.Dan…fatalnya,frekuensi event kompetisi piano ini banyak jumlahnya.Jadi ya…susah mengkontrol…dan memang rupanya tak perlu dikontrol ya.Biarkan saja.Toh hanya music.Salah pun,kotor pun,tengik pun tak membuat nyawa melayang kan.

Bagaimana dengan Chopin Piano Competition ? Yang membedakan ajang tersebut adalah bahwa ajang semacam kompetisi piano Chopin,tumbuh berkembang dan dijaga dengan tradisi yang ketat.Lalu bagaimana mungkin sih jika penyelenggaranya hanya sekolah music yang baru berdiri 5 tahunan dan tempatnya sangat terpencil,gelap dan kumuh.Tradisi macam apa yang mereka bisa tawarkan.Lha membangun dirinya saja gelap kok.



Satu hal yang nampaknya layak kita renungkan adalah : Stefan Janis,anak dari legenda piano Byron Janis,yang mana Stefan adalah kawan saya,berujar demikian : “Ayah saya adalah salah satu pianis kelas dunia yang sama sekali tak pernah ikut kompetisi piano “


No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.