Sunday 2 December 2012

Pengantar Interpretasi pada Karya Johann Sebastian Bach (BAGIAN 1)


Pengantar Interpretasi Karya
Johann Sebastian Bach 
(BAGIAN 1)


Tulisan ini sama sekali tidak dimaksudkan sebagai petunjuk baku bagi interpretasi pada karya Johann Sebastian Bach.Melainkan berupa tinjauan yang disajikan secara popular (bukan telaah ilmiah) tentang hal-hal sekaligus pernak-pernik,saat orang akan menginterpretasi karya Bach. Paparan ini merupakan pengolahan kata,kalimat dan pemikiran yang berdasar pada berbagai sumber telaah.

Yang membuat karya Bach perlu mendapat lingkup bahasan tersendiri dalam interpretasinya adalah karena Bach memang berbeda dengan komposer di eranya.Hal sangat mendasar dari perbedaan itu adalah,bahwa music Bach senantiasa memiliki “RETORIKA”.Jadi menginterpretasi music Bach,tidak cukup hanya memahami lanskap kompositoris, konteks budaya, tata gramatik, idiom musical. Melainkan perlu sebuah upaya menyeruak sampai kedalaman sebuah retorika.

Sejak lama, ranah interpretasi karya bach dihujani dan marak oleh pendapat. Ada yang saling mendukung, namun banyak pula yang terasa saling berlawanan atau kontradiktif.

“Musik Bach seperti bangunan Katedral yang megah. Untuk menafsirkannya kita tidak boileh terpaku hanya pada gaya kontrapunktal nya saja melainkan harus mengungkap detail“ (pendapat ini terasa kontradiktif.karena dengan mengungkap kontrapunkt Bach,sebetulnya kita sudah bicara dalam ranah detail itu sendiri)

“Karya Bach karena seperti jalinan renda yang halus,harus di interpretasi dalam ranah ilmiah“ (Persoalannya adalah telaah dalam ranah ilmiah sampai batas mana. Dan apakah sebuah eksplorasi seni dapat didekati secara mutlak dengan (jika) ranah ilmiahnya sebagaimana dalam bidang ilmu eksakta)

Jika Bach masih hidup saat ini, mungkin dia akan menjadi lebih emosional saat ia berkenalan dengan instrumen modern kita. Bach pasti akan memodifikasi banyak hal. Karena ia sudah mati, kita harus memberikan musiknya, suatu kegenapan kemerduan dan intensitas emosional temperamen dalam gaya modern kita. Harus ada lebih efek dramatis."

Persoalannya adalah bagaimana kita bisa membangun sebuah “jembatan”. Yang menghubungkan ranah cultural dengan ranah kultur modern kita.Karena bisa saja kita menjadi terjebak dengan keangkuhan interpretasi kita tanpa pernah menyentuh sedikitpun nuansa original karya Bach.

Ada lagi pendapat yang agak membingungkan: “Jaman Bach itu clavier gakda pedalnya.Jadi untuk mengerti music Bach,mohon piano tidak dimainkan pedalnya”. (Kita bicara soal interpretasi.Bukan semata ranah teknik,yang dalam beberapa hal juga tidak menjamin bahwa jika Bach dimainkan tanpa pedal maka esensi musiknya akan pas.Tak pernah ada jaminan kearah demikian).

Nampaknya sedikit bijak jika kita mengawali upaya interpretasi karya Bach, dengan mensitir tulisan dari Wanda Landowska bahwa, secara karakter personal BACH ADALAH CZERNY DI ABAD 17.Meskipun kita memiliki semacam acuan tentang personalitas Bach,kita masih “diganggu” oleh pendapat pianis-pianis besar dunia, yang oleh publik, ucapannya diperlakukan sebagai sebuah UCAPAN PARA DEWA di Kahyangan. Salah satunya adalah pendapat pianis legenda Arthur Rubinstein:  

Semua komponis besar hingga Haydn - telah meninggalkan kita di kegelapan sempurna. Tentang masalah kinerja karya mereka, dan tidak ada cara untuk mengetahui sesuatu yang pasti tentang hal itu Hari ini Anda tidak akan. menemukan dua musisi yang setuju bahkan untuk bagaimana embellishments harus dimainkan Philip Emanuel Bach menulis sebuah buku tentang topik ini,.. tetapi ia ada hanya dalam pemikiran tentang instrumen di jamannya saja. Sayangnya kita tidak bisa mendapatkan ide yang tepat dari harpsichord, clavichords, clavicembalos, dan spinets, karena kita tak pernah tahu dan melihat bagaimana pemusik saat itu memainkan instrumennya."


Hal senada, dikemukakan juga oleh Camille Saint Saens: yang menyarankan kita agar harus puas hanya dengan  membaca skor, dan kita hanya dapat memberikan hanya penafsiran palsu atau tidak efisien. Di sisi yang lain,tentu dengan sebuah niat baik, kita dapat mengupayakan  obat untuk kejahatan penafsiran karya”, dan mencoba  untuk mendapatkan sonoritas bunyi halus masa lalu sampai pada akhir  periode saat piano mulai berkembang. 


"Saya tidak bisa percaya," katanya, "bahwa piano Bach memiliki pengaturan khusus untuk menghasilkan efek yang berbeda dari sonoritas bunyi.. Saya (Saint Saens) selalu merasa tergoda untuk memvariasikan" efek dinamis melalui gaya yang berbeda dari efek pedal. Secara sederhana sebetulnya Saint Saens ingin menekankan bahwa bukan ada atau tidaknya pedal yang utama. Melainkan lebih kepada bagaimana menghasilkan bunyi yang sedapat mungkin memiliki sonoritas seperti jaman Bach.Upaya ini memang agak tak masuk akal. Tetapi Saint saens menganggap bahwa ini lebih bermanfaat daripada sebuah interpretasi palsu, tanpa dasar dan bersifat sok tahu.


No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.