Thursday, 31 July 2025

Chopin Melanglang Buana - by: Michael Gunadi | Staccato, August 2025

CHOPIN MELANGLANG BUANA
By: Michael Gunadi
Staccato, August 2025


Ketika anda mendengar nama Chopin, salah satu hal yang terlintas di benak anda adalah POLANDIA. Tanah yang sangat dicintai dan dibanggakan Chopin. Lalu Anda akan bertanya, ngapain Chopin ke Inggris yang pada jaman itu tergolong jauh? Kisah kujungan Chopin ke Inggris merasa perlu diketengahkan karena sangat mirip dengan fenomena yang terjadi pada para guru musik terutama piano di tanah air. Mencermati kisah Chopin mungkin anda bisa menarik sedikit benang dari semburat realita salah seorang legenda Musik Klasik. Bahan dari kumpulan lecturer saya dan saya usahakan dengan bahasa yang formil, namun mudah dicerna.

 

Pada tanggal 16 Februari 1848, Chopin menggelar konser di Paris, tepatnya di Salle Pleyel bersama temannya,seorang pemain cello, Franchomme, dan pemain biola, Alard. Konser tersebut sukses besar dan ada rencana untuk konser berikutnya pada bulan Maret. Kemudian pada tanggal 23 Februari, revolusi meletus di jalan-jalan Paris. Monarki Juli yang dipimpin Raja Louis Philippe digulingkan, dan keluarga Kerajaan Perancis melarikan diri ke Inggris. Dunia Chopin hancur. Sebagian besar murid bangsawannya meninggalkan kota, acara musik terhenti, dan ia mendapati dirinya tanpa mata pencaharian. Tidak ada lagi yang bisa diselamatkan, dan dengan kesehatan yang terus menurun karena tuberkulosis stadium lanjut, situasi Chopin menjadi sangat menyedihkan.

Monday, 30 June 2025

SUMBER - by: Michael Gunadi | Staccato, July 2025

“SUMBER”
By: Michael Gunadi
Staccato, July 2025

 

Siapapun yang belajar Musik Klasik, mengajar Musik Klasik atau mencintai Musik Klasik, mestinya, atau setidaknya sangat diharapkan, untuk memiliki pemahaman. Bahwa Musik Klasik adalah BUDAYA LITERER. Yakni kebudayaan, yang berwujud seni dan bersifat literatif atau menggunakan literasi atau bahan bacaan, dengan demikian harus tertulis. Ini yang membedakan Musik Klasik dengan Genre lainnya, Pop, Jazz, Rock, Traditional atau apapun genrenya. Di ranah tertulis inilah, para pelaku Musik Klasik, akan bergumul, bergelut dan berkutat dengan SUMBER. Sumber tertulis. Sumber ini menjadi penting mengingat dalam performansi Musik Klasik pertaruhannya adalah PRESISI. Ketepatan yang tak kenal kompromi, meski tetap ada ruang untuk kebebasan berekspresi.

 

Sumber, dalam batas tertentu, sangat menentukan kelayakan permainan seorang siswa Musik Klasik dan/atau para pemusik professional. Dalam ranah Pustaka Musik Klasik, dikenal tentu, sumber secara fisik dan Digital. Sumber fisik dan Digital ini memiliki editio typica atau sumber induk dan para musikolog biasa membaginya menjadi:

 

Edisi faksimili adalah salinan persis dari naskah asli komposer atau edisi awal sebuah karya. Edisi Faksimili sering kali merupakan reproduksi fotografi yang meniru ukuran, kertas, warna, penjilidan, dan kondisi fisik aslinya. Edisi Faksimili berguna bagi siswa, guru, dan peneliti yang mungkin tidak memiliki akses terhadap materi aslinya. Mereka dapat memperoleh gambaran tentang tempat kerja dan suasana kerja sang komposer, menunjukkan nuansa seperti penghapusan, koreksi, dan tempelan material. Istilah "faksimili" berasal dari frasa Latin fac simile yang berarti "membuat serupa". Penutur bahasa Inggris mulai menggunakan kata tersebut pada akhir tahun 1600-an. 

Saturday, 31 May 2025

Menggagas Ruang Dialogis - by: Michael Gunadi | Staccato, June 2025

MENGGAGAS RUANG DIALOGIS
By: Michael Gunadi
Staccato, June 2025


Kita sama-sama tahu bahwa jika musik dianggap sebagai produk budaya dan bentuk simbolik, maka musik tersebut merupakan bagian dari kehidupan bermasyarakat. “Sebagai bunyi yang terorganisir, ia mengekspresikan aspek-aspek pengalaman individu dalam masyarakat.”  Sebagai satu bentuk sajian pengalaman bersama atau komunal, musik memobilisasi dan menyatukan kelompok, berkontribusi pada gerakan mereka, khususnya saat musik dipakai untuk mengiringi perayaan dan ritual. Hal ini meletupkan gairah pada kekerasan dan pertarungan kehidupan itu sendiri, begitu juga dengan semangat dan emosi yang meluap-luap. 

 

Singkatnya, hal ini mengungkapkan proses sosial dan politik yang, seperti pengamatan Jean Jacques Rousseau, seorang Filsuf Perancis, “mampu bertindak secara fisik pada tubuh.”  Namun ciri-ciri ini juga terkadang menghadirkan satu teka-teki dalam ranah musik itu sendiri, yang seolah-olah tidak mau dan tidak mampu mengatakan apa pun. Hal ini tentu bertautan dengan Simbolisme dalam musik itu sendiri. 


 

Meskipun semua aktivitas sosial dan budaya terdiri dari makna-makna yang menjadikan bahasa sebagai kode dan norma, yang dianggap sejak eranya Humboldt, kemudian Sapir dan Whorf sebagai penyebab utama terbentuknya masyarakat; musik, meskipun secara nyata bersifat sosial dan ekspresif, tampaknya tidak memiliki makna yang nyata akan kapasitas semantik untuk memenuhi dimensi aktif dan informasional dari sebuah pernyataan. Inilah paradoks dalam ekspresi musik: tanpa mengacu pada gambaran dunia yang terlihat, musik tetap mengungkapkan sesuatu tentang dunia, dan bebas dari ikatan referensial apa pun, bahasanya bergantung pada sesuatu selain dirinya sendiri, meski musik senantiasa mampu membahasakan dirinya sendiri.

Wednesday, 7 May 2025

"TAKUT AH!": SUARA HOROR - by: Michael Gunadi | Staccato, May 2025

“TAKUT AH!”
SUARA HOROR
By: Michael Gunadi
Staccato, May 2025


Dalam dunia perfilman, hanya sedikit genre musik yang memiliki kekuatan untuk memikat penonton dan sekaligus membuat mereka gemetar. Salah satunya adalah musik film horor. Terlebih dahulu ada baiknya kita menelisik dengan sedikit agak cermat, apa sih yang membuat rasa takut itu muncul saat kita menonton film horor? Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap pengalaman ini, salah satu elemen yang sering diabaikan namun sangat diperlukan adalah musiknya.

 

Dalam dunia pembuatan film, tujuan utamanya adalah untuk melibatkan penonton pada tingkat emosional, dan untuk tujuan ini, tidak ada genre yang mencapai hal tersebut secara lebih intens daripada horor. Film horor dirancang untuk membangkitkan ketakutan dan ketegangan, yang bertujuan untuk meninggalkan dampak jangka panjang pada penonton, lama setelah kredit filmnya sudah diputar. Untuk mencapai hal ini, pembuat film harus mendalami psikologi ketakutan. Jadi, mari kita lihat apa itu psikologi rasa takut dan bagaimana musik horor memainkan peran penting di dalamnya.

Monday, 31 March 2025

"BUNUH": Menguak Misteri Kematian Para Musisi - by: Michael Gunadi | Staccato, April 2025

"BUNUH"
MENGUAK MISTERI KEMATIAN PARA MUSISI
By: Michael Gunadi
Staccato, April 2025

Mozart's Death

Waduuuh kok ngeri amat nih.. mosok kita bicara tentang bunuh sih?! Mosok kita bicara tentang bunuh bunuhan?! Ngeri serem takuut. Bunuh itu bisa sebagai istilah. Bisa sebagai perintah. Kegiatannya disebut membunuh. Bentuk pasifnya adalah dibunuh. Pelakunya disebut pembunuh. Memang, BUNUH terkesan mengerikan. Namun, kali ini kita akan menelisik kata tersebut. Bukankah: Music is Beyond The Words. Jadi mestinya musik memang mampu menguak dan menyeruak apapun. Tentu, termasuk BUNUH ini. Kita akan menelisik BUNUH dalam ranah musik untuk kemudian mengambil pelajaran. Siapa tahu bisa menjadikan hidup anda bertambah stress dan pusing serta tak happy. 

 

5 Desember 1791. Si Genius Wolfgang Amadeus Mozart, meninggal. Kematiannya menimbulkan banyak spekulasi. Salah satu yang paling ramai adalah bahwa Mozart dibunuh. Siapa pembunuhnya? Kenapa pemusik, komposer jenius seperti dia dibunuh? Berbagai rumor beredar. Diantaranya adalah bahwa Mozart dibunuh oleh Salieri. Akibat persaingan “dagangan” komposisi. Tapi hal ini sangat tidak logis. Karena pada jaman Mozart pun, dagangan komposisi musik bukanlah sebuah profesi yang menjanjikan dan membuat seseorang menjadi tajir. Mungkin status sosial. Komposer dan pemusik yang luar biasa bisa sangat dekat dengan kekuasaan. Tapi, Mozart sejatinya tidak begitu suka dengan aristokrasi bau-bau penguasa. Mozart lebih khusyuk berasyik masyuk dengan kebebasan dan keeksentrikannya. Kematian Mozart memang misterius. Semisterius kejeniusannya. Ia meninggalkan beberapa karya yang belum selesai. Termasuk Fantasia dalam D minor. Karya ini kemudian diselesaikan dengan hasil rekayasa untuk keperluan publikasi oleh August Eberhard Müller.

Friday, 28 February 2025

HIKMAH BAGI SEORANG KOMPOSER - by: Michael Gunadi | Maret 2025

“HIKMAH BAGI SEORANG KOMPOSER”
By: Michael Gunadi
Staccato, Maret 2025


Kita akan bicara tentang HIKMAH dalam carut marutnya ranah musik. Hikmah ya. Bukan Hikmat. Ohhh beda ya,Pak? Ya. Sangat beda. Dalam KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA, hikmah diberi batasan leksikografi sebagai: hikmah/hik·mah/ n 1 kebijaksanaan (dari Allah): kita memohon -- dari Allah Swt.; 2 sakti; kesaktian: -- kata-kata; 3 arti atau makna yang dalam; manfaat: wejangan yang penuh --;berhikmah/ber·hik·mah/ v 1 berguna; bermanfaat; 2 memiliki kesaktian (kekuatan gaib dan sebagainya). Wah maknanya banyak dan luas banget yaaa. Gini lah. Kita ambil satu contoh mudah saja. Misal dalam kalimat: semua kejadian itu pasti ada hikmahnya. Dengan pemaknaan sebagaimana saripati kalimat semacam itulah kita akan menarik hikmah dalam ranah musik.

 

Perjalanan kita akan mulai dengan menjenguk JOHAN SEBASTIAN BACH. Seorang komposer yang sangat luar biasa. Lebih dari berbakat. Lebih dari Jenius. Bach mungkin adalah manusia penggubah musik paling hebat sepanjang napak tilas kehidupan manusia. Karya nya abadi karena memang begitu layak untuk diabadikan. Satu hal yang unik adalah, bahwa Bach semasa hidupnya bukanlah seorang Megastar. Hidupnya jauh dari Glamour. Jauh dari histeria puja puji massa seperti misalnya Franz Liszt. Bach sangat bersahaja. Profilnya juga tidak flamboyan sebagaimana misalnya Nicolo Paganini. Iya pun tidak elegante bergaya priyayi sebagaimana Mendelssohn. Bach juga bukan pemusik eksentrik sebagaimana Mozart. Bach biasa saja sebagai manusia.

 

Bach itu tidak macam-macam. Sepanjang hidupnya ia nyaris tak pernah jalan-jalan, healing-healing ke luar kota. Pakaiannya juga itu itu saja. Makanannya juga bolak-balik Apple Struddle dan makanan Jerman ndeso yang sederhana. Hidupnya dapat dikatakan tertib. Selain, tentu saja ini yang menarik, anaknya banyak. Benar-benar bukan Keluarga Berencana. Banyak orang yang heran dan tak habis pikir. Bagaimana bisa dengan anak segitu banyaknya, seorang Bach masih bisa menghasilkan komposisi musik yang luar biasa. Jawabannya: Gereja. Ya. Bach ini penggereja yang setia. Ia bukan Katolik namun seorang Kristen Protestan. Ya sebetulnya fakta semacam itu tidaklah penting. Namun ya, faktual hal hal semacam itu masih sering disebut dan dinyatakan. Gereja itulah yang berfungsi sebagai living studio bagi Bach. Ia bisa menyepi dan berkonsentrasi serta bereksperimen dengan ide musikalnya. Bebas merdeka dari gangguan hiruk pikuk kikuk anak–anaknya.

Saturday, 1 February 2025

MENJADI MODERN ITU HARUS - by: Michael Gunadi | Staccato, February 2025

MENJADI MODERN ITU HARUS
By: Michael Gunadi
Staccato, Februari 2025

 


Artikel kali ini, akan mebahas tentang keadaan Musik Klasik yang kian buruk dan menyedihkan saat kita sebetulnya sudah memulai masuk pada dekade ketiga abad ke-21. Sebetulnya bahkan sejak tahun 1940-an dan 1950-an, para kritikus musik sudah mulai mengeluhkan bahwa sangat banyak para pemain musik klasik yang tidak bermain, menyanyi, atau membawakan Musik Modern. Hal ini mencapai puncaknya pada tahun 1960-an dan 1970-an. Namun, keluhan para kritikus musik tersebut, sebagian besar telah mereda selama 40 tahun terakhir. Mungkin saja, reda  karena tidak ada seorang pun di bidang Musik Klasik yang mau mendengarkan musik modern.

Tapi sekarang, saat ini kita sebetulnya sudah sampai pada titik dimana sudah ada lebih banyak musik modern hebat yang ditulis dan direkam dibandingkan sebelumnya, dan yang dimaksud dengan “modern” terkadang adalah karya para komposer yang berasal dari tahun 1940-an. Lihatlah rata-rata program konser simfoni, pertunjukan lagu atau instrumen solo, atau repertoar gedung opera favorit di dunia zaman sekarang. Kita tidak akan menemukan banyak hal. Jikapun ada sesuatu yang diprogram, yang ditulis lebih kuno dari awal tahun 1930-an, hampir selalu mengarah pada hal yang sama: yakni musik tonal oleh para Great Masters. 


Jika ada kebangkitan dalam dunia Musik Klasik, biasanya hal tersebut disebabkan oleh promosi beberapa komposer yang menulis musik yang lumayan indah dari pertengahan abad ke-18 hingga tahun 1930-an. Sebut saja semisal penemuan Florence B. Price. Peristiwanya merupakan anugerah bagi musisi klasik dan khususnya stasiun radio yang memutar Musik KlasikFlorence B. Price ini, dia menulis musik yang dibuat dengan baik namun impersonal, cantik dan menarik tetapi sejatinya tidak mengatakan apa-apa, dan yang paling menarik di sini adalah karena dia itu orang Afrika-Amerika, yang mana mereka dapat merasa nyaman dengan diri mereka sendiri dengan mempromosikannya, meskipun musiknya indah tapi tak mengandung “pesan” apapun.