Wednesday 29 August 2018

DUKA NESTAPA: Kisah Sedih Beethoven - by: Michael Gunadi (Staccato, September 2018)

“DUKA NESTAPA”
KISAH SEDIH BEETHOVEN
by: Michael Gunadi Widjaja
(Staccato, September 2018)


KEJAYAAN DAN KETERPURUKAN 
Di dunia ini ada DUA status yang sebetulnya bikin geleng-geleng kepala. Geleng-geleng kepala karena bingung sekaligus tak kunjung paham. Dua status itu adalah ATLET DAN ARTIS. Olah Raga dan Seni. Saya sempitkan lagi seni nya menjadi MUSIK. Seorang atlet, ketika meraih kemenangan, ia akan dielu-elukan (bukan di loe loe kan ya). Berbagai bonus menanti. Uang, mobil, bahkan rumah. Juga, ini yang penting, kesempatan untuk jadi BINTANG IKLAN. 

Namun jika sekali waktu ia kalah bertanding, wah, jangan deh, BISA KELAR HIDUP LOE. Segudang sumpah serapah dan caci maki telah menanti. Dan bukan tidak mungkin, kontrak sebagai endorser produk olah raga akan dihentikan seketika itu juga. Yang membuat kita geleng dan geleng kepala adalah, saat kegemilangan dan keterpurukan bisa terjadi dalam rentang waktu yang sangat singkat, cepat dan seketika.

Artis musik pun nasibnya sama. Ketika berjaya, segudang puja puji dan harta. Namun bisa seketika itu trend publik berubah. Ia menjadi tercampakkan dan mengais rejeki di lorong sepi. Komposer pun demikian. Era musiknya suatu saat akan berakhir tergerus trend yang lebih kekinian. Dalam musik apapun. Termasuk MUSIK KLASIK.


TRAGEDI BEETHOVEN
Diantara sederetan DUKA NESTAPA itu, sejarah mencatat hal yang sangat tragis dari riwayat komposer akbar LUDWIG VAN BEETHOVEN. Penderitaan dan keterpurukannya sangat luar biasa, sehingga sejarah musik mencatatnya sebagai tragedi. Dicatat juga bagaimana Beethoven dengan tertatih-tatih mencoba bangkit meski berkali-kali dihantam badai duka nestapa. Dan, ini hebatnya, duka nestapa yang dialami Beethoven menyisakan semburat permenungan dan makna bagi kita semua. Makna untuk menapaki musik yang kita cintai, yang kian hari kian memudar, dan juga makna bagi tiap relung kehidupan kita sendiri.


Beethoven lahir pada 16 Desember, 248 tahun yang silam. Dalam rentang waktu tersebut, kelahiran Beethoven kerap dirayakan secara khidmat, khusyuk dan bahkan meriah. Termasuk di tahun 2017 silam. NAMUN, pada tahun 1815, hari kelahiran Beethoven sekaligus adalah MOMEN YANG PALING KELABU dalam sejarah hidupnya. Dielu-elukan dan dipuja puji di tahun 1814, hanya setahun, Beethoven anjlok popularitasnya menjadi terpuruk, terbuang, tersingkirkan. Nista dan tak ada yang menggubrisnya. 

Oleh kolumnis Roger De Bever, keadaan ini disebut sebagai FELT DOWN INTO COMPOSITIONAL DARK VALLEY– terpuruk pada lembah komposisi yang paling kelam. Sebelum mengalami klimaks duka nestapa, Beethoven mengalami beraneka rupa duka nestapa yang sungguh membuat miris. Bagaimana komposer ini dapat mengalami duka nestapa hampir di sepanjang hidupnya.


KETIKA RODA HIDUP BERPUTAR
Duka nestapa pertama adalah peristiwa yang terjadi di kota Bonn. Ibunya meninggal dan ayahnya berubah menjadi alkoholik. Keadaan ini membuat Beethoven mau tidak mau dan suka tidak suka harus menopang ekonomi keluarganya. Dalam usia yang sangat belia Beethoven sudah membuat Cantata yang merdu dan dijual untuk menghidupi keluarganya. Beruntung ia segera mendapat pekerjaan sebagai pemusik resmi di institusi kota.

Jaman sekarang banyak sekali anak atau remaja yang “terpaksa” atau “dipaksa” menunjang ekonomi keluarga melalui kesenian. Sampai 10 tahun lalu masih marak artis cilik, meski tentu mereka tidak terpaksa dan dipaksa cari duit. Perkembangan jaman now, sepertinya sudah tak menyisakan tempat lagi bagi para artis cilik. Orang sudah sibuk dengan meme-meme yang tidak lucu dan memuakkan.


MEROSOTNYA POPULARITAS DAN MUNCULNYA SAINGAN BARU
Duka nestapa kedua yang dialami Beethoven adalah merosotnya kreativitas. Setelah karya WELLINGTON VICTORY, Beethoven seolah tak mampu lagi bertahan dengan nama besarnya. Berangsur-angsur kreativitasnya merosot. 

Hal semacam ini dialami juga oleh para komposer jaman sekarang. Saat karya nya melambung, berbagai badai popularitas harus dihadapi. Ini seringkali menjadikan depresi dan gangguan mental. Selain badai akibat popularitas, Beethoven mengalami juga duka nestapa akibat adanya TREND baru dalam musik saat itu.

Duka nestapa akibat new trend in music ini pada awalnya adalah serangan badai politik. Setelah jenuh dengan perang, dan berakhirnya era dengan kekalahan Napoleon, publik Eropa menghendaki sebuah trend yang baru. Mereka muak dengan gedebak-gedebik simfoni dan karya-karya yang heroik dan gagah. 


Pada tahun 1815, diadakan CONGRESS VIENNA. Hasilnya adalah restorasi politik dan pandangan baru terhadap kaum ningrat atau Borjuis saat itu. Efek dari gerakan politik ini adalah munculnya paham BIEDERMEIER. Yakni sebuah paham dalam seni, tidak hanya musik, yang menginginkan sesuatu yang lebih simpel tapi tegas. Meskipun bisa jadi wujudnya sangat dekoratif. Seperti misalnya bentuk piano dari paham Biedermeier berikut ini.


Sebetulnya, sampai jaman kita sekarang ini pun, kerap terjadi bahwa sebuah karya musik sangat bergantung pada iklim politik. Pengarang lagu sering panen menjelang PILPRES dan PILKADA. Namun, jika angin dan iklim politik berubah, siap siap saja untuk tenggelam dan dilupakan serta disingkirkan seperti Beethoven.

Selain iklim politik, duka nestapa masih ditambah dengan lahirnya gaya BELCANTO dalam seni nyanyi di Italia yang dipelopori oleh Giacomo Rossini. Tidak cukup sampai disitu, publik mulai menggemari romantisme sendu mendayu-dayu dari karya Carl Maria Von Weber.

Jaman kita pun banyak dan sangat sering terjadi, sebuah karya musik pupus dan tersingkir oleh rend yang berlaku. Dangdut keok ampun ampunan disodok REGGAE dan SKA. Jazz mati karena trendnya sudah out of date. Rock entah kemana. Sweet Pop menjadi terpinggirkan oleh konsep Musik Pop (yang katanya) KREATIF.


HILANGNYA PENYANDANG DANA 
Kemalangan, nestapa dan duka dari Beethoven, masih ditimpuk dan ditimpali oleh menghilangnya para PATRON atau penyandang dana. Sejak jaman Beethoven, hidup pemusik dan komposer sudah sangat sulit. Main musik bayarannya kecil. Jualan karya nggak laku plus ditambah penerbit nakal yang suka bajak membajak. Hidup komposer seperti Beethoven bergantung pada kemurahan hati para orang kaya yang masih peduli pada dirinya dan masih suka menikmati musiknya. 

PATRON Beethoven hampir seluruhnya adalah orang Rusia. Tahun 1814, para Patron ini mulai bangkrut. KINSKY, RASUMOWSKY, LICHNOWSKY bangkrut dan kemudian pulang ke Rusia. Bisa dibayangkan nasib Beethoven. Popularitas hilang. Karya sudah tidak laku. Penyandang dana lenyap semua. Rasanya… sangat masuk akal jika Beethoven mengalami STRESS SYOK DAN DEPRESI BERAT.


TULI TOTAL
Puncak dari stress, syok, dan depresi yang berkepanjangan adalah TULI TOTAL. Pada tahun 1815, Beethoven sudah mengalami tuli total sebagaimana kerap ditulis dalam berbagai ulasan. Sangat miris dan sedih membayangkan apa yang dialami Beethoven pada awal menderita tuli. 


Berikut kesaksian Wilhelmina Schroeder, seorang soprano yang hadir dan melihat serta mengalami sendiri peristiwa tragis, miris dan menyedihkan.

Nopember 1822. Ada rehearsal untuk pementasan. Opera dan orkes besar. Beethoven saat itu bertindak sebagai dirigen untuk karyanya dan juga beberapa karya komposer lain. Beethoven tiba dan memasuki ruangan dengan wajah sangar dan garang. Matanya memerah. Semua pemain heran bercampur khawatir. 

Beethoven mengawali direksinya. Ayunannya ngawur. Semakin lama semakin ngawur dan semakin emosi. Ia tak dapat mendengar apapun. Ngawur, emosi, cemas… akhirnya Beethoven loncat dari panggung orkes… Berlari... Menabrak beberapa kursi… terus berlari... Sampai di suatu sudut… ia menangis dan menjerit histeris.


Duka nestapa Beethoven hanyalah sepenggal kecil dari duka nestapa dalam ranah musik. Apapun genre nya. Musik tak selamanya menawarkan kebahagiaan dan keceriaan. Musik bisa berubah menjadi monster pemangsa yang mengerikan. Tak selamanya memang musik menjadi penyebab duka nestapa. Namun, tak jarang pula duka nestapa bergelayutan, dan mengakar pada musik. 

Tinggal kita sendirilah… dalam sepi… Merenung dan mempermenungkan… Apakah musik itu pelangi ataukah hanya kabut kelam?



No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.