Monday, 3 August 2015

"CLASSIC TO JAZZ" - by: Michael Gunadi Widjaja (Staccato, August 2015)

"CLASSIC TO JAZZ"
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, August 2015


Terlebih dahulu, layak dipertanyakan: 
Dapatkah judul tersebut diubah menjadi JAZZ TO CLASSIC?

MENGAPA TIDAK JAZZ TO CLASSIC?
Begini duduk persoalannya. Di Indonesia, jika misalnya ada orang ingin belajar Jazz, katakanlah piano Jazz, maka yang akan diterimanya adalah segala hal menyangkut DASAR BERMAIN PIANO. Dia harus mengenal posisi bermain yang baik dan benar tanpa dapat menimbulkan cidera dan siksaan fisik lainnya (Silahkan membaca Artikel Jelia Megawati Heru, M.Mus.Edu “Bermain Piano Tanpa Rasa Nyeri” pada Staccato edisi Juli 2015).

Jari-jemari dan tangannya harus disiapkan untuk dapat layak tanggap terhadap geografi alat musik piano. Dia juga harus sedapat mungkin tidak buta huruf alias bisa membaca notasi balok. Lalu dia juga mendapat keterangan tentang unsur-unsur dasar musik. Kemudian dia juga diberikan porsi menu latihan harian agar keterampilan jemari tangan sesuai dengan perkembangan musikalitasnya. Hal – hal seperti itu MUTLAK ADALAH RANAH MUSIK KLASIK. Karena secara adi kodratinya, Musik Klasik lahir dan berkembang jauh sebelum Musik Jazz.


DISIPLIN ILMU MUSIK JAZZ SETARA DENGAN MUSIK KLASIK
Lalu kemudian, jika seseorang ingin mempelajari Musik Jazz, setelah menerima bahan asupan dasar dari Musik Klasik, apa yang harus dia perhatikan? Bahwa Musik Jazz sama sekali BUKAN musik hiburan industri. Seseorang yang ingin mempelajari Jazz, terutama dalam situasi pendidikan musik seperti di Indonesia, harus sadar bahwa Jazz bukanlah musik dengan 3 akor yang disajikan dengan buka baju, lantas dapat uang.


Jazz sama kompleksnya dengan Musik Klasik. Jazz membutuhkan latihan intens dan malahan sangat membutuhkan komunikasi musikal secara komunal, seperti misalnya dalam format combo. Sangat perlu juga ditanamkan secara mendalam, janganlah kita menganggap bahwa Jazz adalah musik MANA SUKA ATAU SUKA-SUKA. Mempelajari Jazz malahan adakalanya lebih rumit dibanding olah rasa dalam detail dan presisi Musik Klasik. Jangan pernah lupa, BAHWA SEBAGIAN TERBESAR ORANG TIDAK DAPAT BELAJAR SECARA INSTINGTIF DAN INTUITIF SEPERTI HALNYA pianis Art Tatum dan gitaris Wes Montgomerry.


KONSEP DASAR DALAM CLASSIC TO JAZZ
Pelajaran Jazz yang beredar sekarang termasuk di Indonesia adalah Jazz yang sudah masuk dalam ranah akademik pendidikan musik. Yang sudah disusun sesuai metode dan silabusnya. Hal ini seringkali harus diakui bukan hal yang segampang menggoreng telur.

Berikut saya paparkan beberapa unsur sekaligus konsep dasar, yang selalu menyertai dan layak dipahami dalam rangka TOUR FROM CLASSIC TO JAZZ.





1. MELODI
Melodi adalah elemen musik yang relatif bisa “dinyanyikan” oleh orang normal. Melodi alurnya terdiri dari laras (pitch) dan otak kita mengingatnya berdasarkan kontur (contour) dan pola pengulangannya. Melodi itu sendiri bersifat linear.

Twinkle-Twinkle Little Star

2. HARMONI
Bila dua laras atau lebih dibunyikan bersamaan, hasilnya adalah HARMONI. Jika melodi bersifat linear (garis lurus), maka harmoni bersifat vertikal. Tidak dibaca sebagai alur garis lurus melainkan harus dibaca juga arah vertikal nya.

F. Chopin Prelude in A Major

3. RITMIK
Merujuk pada penempatan not terhadap waktu (time) and pulsa ketukan (beat). Ritmik dapatlah dikatakan sebagai “mesin pembangkit” bagi melodi dan harmoni.


4. TEKSTUR DAN FORM
Saat melodi, harmoni, dan ritmik digabungkan, tentu penggabungannya akan bersifat linear sekaligus vertikal. Dan itulah musik yang kerapkali tersaji di hadapan kita. Saat penggabungan terjadi, maka telinga dan otak sebetulnya akan memisahkan musik menjadi dua bagian: melody and accompaniment. Dan inilah yang dinamakan TEXTURE. Dengan teksturnya, musik akan mengalir dan berjalan. Perjalanan alur musik sebetulnya membentuk sebuah “Peta”. Peta inilah yang jika diorganisasi dengan baik akan dapat ditangkap otak sehingga otak mampu mengenali berbagai gaya musik. Pengorganisasian peta alur musik dikenal sebagai FORM atau bentuk musik.

5. STYLE
Istilah sekaligus konsep ini telah digunakan selama ratusan tahun dengan cara yang sama. Itulah yang juga merupakan konsep dasar Musik Klasik dan konsep nya sendiri pun tentu sudah menjadi “Klasik”. Yang menjadikan musik itu unik, sebetulnya BUKANLAH KONSEPNYA, MELAINKAN STYLE ATAU GAYA NYA. Style memberikan sentuhan unik pada bangunan melodi, harmoni, dan ritmik. Jadi WA. Mozart dan Duke Ellington membuat musik dari konsep yang sama. Namun style nya berbeda. Itulah yang menjadikan orang mengenal Musik Klasik dan Musik Jazz. Mengapa? Karena Jazz selalu DIKOMPOSISI, NAMUN JUGA DIIMPROVISASI. Pemusik Jazz sejati, senantiasa membuat komposisi musik namun saat memainkannya ia juga sekaligus melakukan improvisasi.


SWING FEEL, THE HEART OF JAZZ
Bagaimana cara membuat elemen-elemen Musik Klasik yang sudah melegenda menjadi Jazz? Salah satunya adalah dengan SWING FEEL. Swing Feel adalah tafsiran dari not perdelapanan yang diejawantahkan dalam triplet.


Gambar menunjukkan apa yang tertulis kemudian cara permainan sesuai tafsir dalam Musik Jazz. Swing feel ini sangat penting sebagai dasar membuat warna dan sentuhan serta napas Jazz dalam musik. Banyak pemusik dengan dasar Musik Klasik yang kuat sekalipun sangat sulit beradaptasi dengan Swing Feel ini.

THE JOURNEY FROM CLASSIC TO JAZZ
Perjalanan From Classic To Jazz tentu adalah perjalanan sangat panjang. Dan yang penting, hasil akhir tujuannya jangan sampai malahan mengkotak-kotakkan musik. Musik apapun, sejauh bebas dari cengkeraman ketamakan industri, tetap merupakan musik yang baik. So, beat the heart of Jazz!

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.