Saturday 1 July 2023

DUNIA BILAH PIANO CHOPIN - by: Michael Gunadi | Staccato, July 2023

“DUNIA BILAH PIANO CHOPIN”
By: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, July 2023


Dunia Bilah Piano. Sebuah dunia, satu ranah yang merupakan kulminasi kreatifitas seni bunyi melalui bilah alat musik piano. Mengapa piano? Ya karena piano adalah rajanya semua alat musik. Kemampuannya mengagumkan. Sedemikian mengagumkannya kemampuan piano, hingga layak mendapat tempat sebagai satu dunia tersendiri.

 

Bicara tentang dunia piano, orang akan segera terhubung dan terasosiasi dengan Frédéric Chopin. Dan memang, dunia Chopin adalah dunia bilah piano. Dunia auditif. Bagi kita manusia yang hidup pada zaman yang katanya modern ini, dunia pendengaran nyaris terlupakan. Orang zaman sekarang terlalu terbuai dengan budaya kasat mata atau visual, khususnya melalui sosial media seperti Instagram. Dunia pendengaran sejatinya adalah dunia tanpa batas. Seperti halnya kekhusyukan kita saat dalam doa. Pejamkan mata dan sejatinya melepas semua keterbatasan dunia kasat mata.




Dunia bilah piano, dunia musik Chopin hanya bisa kita nikmati dengan kekhusyukan semacam itu. Kemudian, orang zaman sekarang akan bertanya. Apa sih bagusnya mendengarkan musik Chopin? Apa untungnya? Lalu kenapa kita harus kenal hal-hal semacam itu? Tentu jika diukur secara finansial, jelas TIDAK ADA UNTUNGNYA sedikitpun. Mendengarkan Musik Chopin sejatinya adalah salah satu upaya agar naluri, jiwa dan rasa kita tak terbunuh oleh artifisial dalam dunia kasat mata.

 

Apa yang dimaknai sebagai modern”, sebetulnya, tanpa kita sadari telah menjajah kita. Menempatkan kita dalam THE ERA OF DECEPTION. Kebingungan. Dalam kebingungan yang limbung tidak karuan juntrungannya itu, kita mempertuhankan uang. Kita pun menjadi egois. Persetan dengan yang lain. Keberhasilan semata diukur hanya dengan uang, kekuasaan dan pengakuan yang sejatinya bisa saja hanya berupa satu sandiwara palsu yang menjijikkan. Ya itulah dunia kita. Kita dipaksa mengikuti adat istiadat dunia. 



Namun, di sisi lain, ada satu dunia. Ya, benar. Dunia Bilah Piano musik Chopin. Dunia musik Chopin yang jika kita arungi dengan selayaknya akan menguak kesadaran kita sampai pada relung sanubari terdalam. Sampai terjadi hubungan mesra antara musik dan rasa yang tidak mungkin terjangkau oleh keseharian adat dunia. Dan membawa kita pada kesadaran bahwa keseharian adat dunia bukan satu-satunya jalan napak tilas kita.

 

Dalam musik Chopin, dunia bunyi ditempatkan diantara bunyi-bunyi lain yang sedemikian banyaknya. Musik Chopin memiliki cirinya yang khas, terutama jika kita sempat membandingkannya dengan para komposer seperti Beethoven, Mozart dan Bach. Musik Chopin terasa lebih luwes, lebih luwes. Jika kita mau sedikit bersusah payah untuk mencoba mengolah rasa, harmoni musik Chopin mengaburkan batasan kaku yang biasanya sangat jelas memisahkan suatu daerah tonalitas yang satu dengan lainnya. 



CANTABILE

Dalam membuat melodi, Chopin mirip dengan Mozart. Chopin  sangat tersentuh oleh warna suara manusia. Opera-opera Rossini, Donizetti dan Bellini.  Jika dipersandingkan dengan Bach, ada sedikit perbedaan konseptual. Bach membuat dalam kedua jilid Wohltemperierte Klavier, yang mana masing-masing memuat 24 pasang Prelude-Fuga, Bach menyusun urutannya secara kromatik: C mayor-c minor-C# mayor-c# minor-D mayor-d minor — dan seterusnya. Sedangkan Chopin menyusun urutan 24 Preludenya tidak secara kromatik melainkan dalam siklus Kwint yang masing-masing diikuti relatif minornya: C mayor (kemudian a-minor)-G mayor (kemudian e-minor)-D mayor (kemudian b-minor)— dan seterusnya.

 

KROMATIK

Ada hal yang sebetulnya sangat menarik. Chopin ini hidup di Era Romantik. Chopin memang kerap menggunakan nada nada kromatik untuk membuat kabur tonalitas. Dan Chopin dalam menyusun Prelude nya menggunakan siklus Kwint. Lucunya, siklus Kwint ini merupakan satu daya magnet yang hebat sekali di ranyaJohann Sebastian Bach

 

Bagaimana dengan Bach sendiri? Bach menggunakan kromatik untuk membebaskan diri dari rumusan Dominant – Tonika. Upaya Bach ini berlanjut terus sampai abad 20 dengan hadirnya konsep Serialisme model Arnold Schoenberg. Satu lagi. Bach membuat Suita dengan karya Tari sebagai sumber untuk dijadikan musik yang mandiri tanpa perlu ada tariannya lagi. 



PIANO REPERTOIRES

Begitu pun Chopin. Ia membuat krakowiak, mazurka, polonaise, waltz, ecossaise, dan bolero. Di tangan Chopin sebagai seorang komposer musik piano, étude yang dulunya hanya latihan teknik, yang memelahkan dan membosankan, digubah menjadi menjadi karya mandiri yang fokusnya tetap soal teknik tapi dalam arti yang lebih luas, yakni mencakup pula teknik ekspresi musik, dan bisa dinikmati seperti halnya musik jenis lain.Impromptu sebagai improvisasi yang tertulis, dalam komposisi Chopin lebih sulit di tebak dari pendahulunya, misalnya Franz Schubert

 

Sonata, sebetulnya juga bukan jenis musik baru di saat itu, tapi Chopin menjadikannya lebih padat dengan cara yang khas dalam mengolah dan mengembangkan tema-temanyanya. Disamping itu, Chopin membuat berbagai jenis musik yang mandiri: Ballade yang dulunya suatu cerita yang dinyanyikan dan bisa sambil ditarikan, menjadi karya instrumental; Prelude yang dulunya sebagai intro atau musik pembuka untuk karya yang dimainkan berikutnya, digubah mejadi sangat independen tanpa perlu dikaitkan dengan karya yang lazim menyertainya. 

 

Tidak semua karya Chopin itu dikenal dan terkenal. Banyak yang bahkan hampir tak dikenal.  Sebut saja misalnya: satu Polonaise untuk cello dan piano, satu Polonaise dengan iringan orkes, sebuah Trio Biolin (Violin)-cello-piano, Fantasia dari lagu-lagu rakyat dengan iringan orkes, grand duo untuk cello dan piano berdasarkan tema dari opera Meyerbeer “Robert si kaki Setan”. Meyerbeer ini pernah mendapat perlawanan sengit dari Chopin ketika secara sinistik meyerbeer menganggap musik ¾ Chopin seperti 4/4.Ada lagi, juga yang hampir tak dikenal adalah Krakowiak untuk Piano dan Orkes.



CHOPIN SEBAGAI KOMPOSER

Sebagai komposer tentu Chopin hidup dari berjualan karya-karyanya, selain dia main sendiri. zaman itu belum ada medsos. Jadi ya karya-karyanya dicetak dalam bentuk buku. Nah, bagi Penerbit, Chopin ini sering bikin pusing. Naskah yang sudah siap dicetak sering mendadak ditarik kembali untuk diperbaiki. Keinginan untuk menghadirkan karya yang nyaris sempurna, sangat besar dalam diri Chopin. Untuk menopang hidup, selain jualan karya, Chopin juga tampil main piano. Ia lebih suka main dalam skala rumahan. Yang dihadiri oleh orang-orang yang memang mengerti dan mengapresiasi karyanya, dibandingkan jika main dalam Gedung Konser besar, namun yang hadir Cuma kepengen prestis dan nampang doang.

 

CHOPIN SEBAGAI GURU

Selain itu, Chopin juga mengajar beberapa murid. Sebagai seorang guru piano, Chopin sangat hangat namun ia juga sangat menuntut pada muridnya. Mungkin karena teladan dari ketiga gurunya: Ludwika (kakaknya sendiri yang pertama kali mengajarnya), Wojciech Zywny, dan baru kemudian Józef Elsner yang tidak otoriter melainkan ‘tut wuri handayani’.

 

Untuk seorang Chopin, teknik main piano tidak bisa dipisahkan dari musikalitas. Para murid yang belajar pada Chopin akan mendapat: latihan jari, cara mengatur kualitas bunyi yang dihasilkan tuts piano, melalui proses mendengarkan. Bagaimana memunculkan energi untuk menghidupkan musik. Bagaimana mengatur kalimat kalimat musik sebagaimana jeda orang dalam bernyanyi. Tiap nada dalam konteks karya harus punya nuansa yang pas. Dan hubungan antar diusahakan agar legatissimo yang cantabile (nyambung dan merdu).

 

Salah satu sumbangan terbesar dari Chopin adalah pendapatnya tentang hubungan unsur fisik jari dan tangan manusia dengan papan nada piano. Chopin mendemonstrasikan, bukan Cuma omdo, bahwa C Mayor tangganada itu jauh lebih sulit dari Tangganada F# Mayor atau Db mayor. 

 

Dalam C mayor, tuts putih dari ujung kiri piano ke ujung kanan, seluruh permukaannya rata, padahal jari-jari kita tidak sama panjangnya. Sebaliknya, dalam tangga-nada F# mayor dan Db mayor ada tiga tuts hitam yang mudah digapai oleh jari tengah yang panjang. Sumbangsih Chopin yang sampai saat ini masih diikuti adalah ETUDE nya, yaitu etude Op. 10, No. 2 untuk melatih jari 3-4-5 yang lemah dan etude Op. 10, No. 5 untuk melatih jari pertama memainkan tuts hitam (hal yang biasanya, terutama di zaman itu dianggap tidak lazim). Etude Op. 25, No. 10 khusus teknik oktaf. Selain membuat Etude sendiri, Chopin juga kerap kali mengajarkan metode Clementi.

 

Seorang Frans Liszt yang lebih muda setahun (1811-1866) mengaguminya dan bahkan sampai menulis buku tentang riwayat hidup Chopin. Demikian pula Robert Schumann (1810-1856), dalam karyanya Le Carnavalterdapat sebuah potret dalam bentuk musik, tentang Chopin. Karya lainnya Kreisleriana yang terdiri dari 8 bagian dan merupakan salah satu karyanya yang penting, ditulis khusus untuk Chopin. Sebaliknya, Chopin sendiri mengarang Ballade in F major untuk Schumann. Karya Chopin Preludes Op. 28, Etudes Op. 10 dan Etudes Op. 25 menjadi ilham bagi Schumann (Etudes Symphoniques Op. 13), Liszt (Etudes Transcendants), Skrjabin (1872-1915: Preludes Op. 11), maupun Debussy (1862-1918, 24 Preludes).



CHOPIN DI MASA AKHIR HIDUPNYA

Keadaan fisik Chopin yang kesehatannya rapuh karena menderita penyakit jantung, tidak berarti musiknya ikut sakit-sakitan. Musik Chopin memang halus, ekspresif, nyaris mellow Romantis manja, tapi menurut Vladimir Horowitz, musik Chopin  juga bisa dahsyat seperti singa jantan mengaum. Di dalam kisah percintaan di kehidupan Chopin, ada nama-nama Maria Wodzińska dan Delfina Potocka dan dua nama lain. Hubungan asmara Chopin yang terpenting ialah dengan George Sand seorang srikandi yang suka merokok, naik kuda dan berpakaian laki-laki, seorang pengarang novel yang terkenal. Janda dengan dua orang anak, dan berusia lebih tua dari Chopin. Kisah cinta itu Berawal sebagai kekasih yang semula dalam alur cinta yang sederajat, kemudian dengan rela menjadi perawat setia Chopin yang tubuhnya semakin lemah, dan akhirnya berpisah sesudah sepuluh tahun. Bahkan tidak hadir pada upacara pemakaman Chopin yang diikuti sekitar 3000 orang sepanjang jalan di Paris antara gereja Madeleine dan kuburan Pere Lachaise.

 

Selain dengan si Janda Maskulin, juga ada Jane Wilhelmina Stirling, muridnya yang kaya rayberkebangsaan Scotlandia. Gadis ini ingin menikah dengan gurunya, tapi Chopin sadar bahwa sakitnya semakin parah dan hidupnya tinggal sebentar lagi, maka dia tidak ingin menjadi beban Jane.  Jane inilah yang membayar apartemen Chopin yang mewah dengan tujuh kamar, bekas kedutaan Rusia di Paris. Dia juga yang membiayai seluruh upacara penguburan Chopin (termasuk ongkos pulang Ludwika kakak perempuan Chopin ke Warsawa) dan pembuatan patung di makamnya.

 

Upacara di gereja Madelein tertunda sampai dua minggu, karena Chopin sudah pesan agar dinyanyikan Requiem dari Mozart, dan musik tersebut melibatkan paduan suara perempuan, padahal sampai pada saat itu gereja mengharamkan perempuan menyanyi di gereja. Maka baru setelah ada kesepakatan bahwa paduan suara perempuan disembunyikan di balik korden beledru hitam, upacara bisa dilaksanakan (30 Oktober 1849).

 

Diantara para penyanyi itu ada mezzo-soprano Pauline, sahabat George Sand dan Chopin. Juga seorang penyanyi bersuara bass Luigi Lablache yang pernah ikut menyanyikan karya yang sama untuk kematian Bellini (1835), Beethoven (1827) dan Haydn (1809). Lablache (1794-1858) baru lahir tiga tahun sesudah Mozart menciptakan karya tersebut atas pesanan seseorang yang misterius dan ternyata musik itu untuk kematian Mozart sendiri (baru kemudian diketahui bahwa pemesan yang misterius itu konon tidak lain dari komponis Salieri yang iri hati).

 

Itulah Dunia Bilah Piano. Dunia Musik Chopin. Tidak hingar bingar namun penuh makna mendalam tentang bagaimana satu lembaran sejarah peradaban manusia pernah ditapaki.

 

 

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.