by:
Michael Gunadi
Staccato,
February 2018
KRITIK
DI SEMUA SEGI KEHIDUPAN
Mungkin anda pernah mendengar ungkapan semacam:
“Pena nya setajam pisau silet” atau “Uraian nya pedas bak sambal Jawa“. Ungkapan
semacam itu adalah metafora bagi sebuah sosok. Sebuah sosok yang juga adalah
sebuah profesi. KRITIKUS alias tukang kritik. Kritikus ini terdapat di hampir
semua segi kehidupan. Pemerintah kerap kali dikritik. Rumah Makan kerap kali
dihujani kritik. Guru sekolah, bahkan pengurus institusi keagamaan pun tak
luput dari kritikan. Sudah barang tentu, musik pun tak dapat menghindar dari
jamahan dan bahkan sayatan kritik.
SUKA DIKRITIK?
Di dunia ini, tidak ada orang yang suka kritik.
Sama sekali tidak ada. Ada memang orang yang bisa menerima kritik. Namun
meskipun menerima, jelas bukan berarti mereka senang. Ada beberapa orang memang
yang secara terbuka, mengatakan “SILAHKAN
KRITIK SAYA”. Pernyataan itu pun bukan berarti orang tersebut suka dan
senang dikritik. Pernyataannya semata menunjukkan bahwa meski tidak senang, orang
tersebut sangat paham manfaat kritik.
REAKSI
ORANG YANG DIKRITIK
Reaksi orang pun bermacam-macam ketika
dikritik. Bagi yang memiliki kekuasaan, ia akan mampu membungkam semua kritik. Pribadi
semacam ini kerap disebut sebagai kebal kritik. Ada pula yang balik menyerang
si pengkritik. Malahan dengan serangan yang seringkali jauh lebih tajam dibanding
kritikannya. Pribadi semacam ini lazim dikenal sebagai pribadi yang “bertelinga tipis“.