Tuesday, 11 June 2013

"Estetika dan Etika" Artikel Radar Tegal, 21 Februari 2013

"ESTETIKA dan ETIKA"
Oleh: Michael Gunadi Widjaja
Artikel Radar Tegal, 21 Februari 2013


MUSIK diciptakan untuk dinikmati. Karena kemerduan dan keindahan suaranya. Namun secara psikologis, musik dapat mengembangkan estetika atau keindahan. Hal ini dituturkan praktisi musik terkenal, Michael Gunadi Widjaja. Menurutnya, dengan mendalami musik, seorang anak akan belajar untuk mencintai keindahan. Dengan mencintai musik, seorang anak mampu menumbuhkan sikap apresiasi terhadap orang lain.

"Menghargai karya orang lain - apa saja karyanya merupakan bagian dari sikap apresiasi. Sejumlah tokoh dunia yang namanya tercatat dalam sejarah, sebagian besar seorang apresian musik tinggi. Contohnya Presiden Amerika Ronald Reagan, Bill Clinton, dan Barack Obama. Tak ketinggalan Presiden Indonesia, Ir. Soekarno juga termasuk pencinta musik."

Dia menambahkan, pendidikan musik sangat penting bagi perkembangan jiwa anak. Musik mampu menumbuhkan sikap menghargai orang lain, serta sikap toleransi. Tidak hanya itu, musik juga dapat memupuk etika atau sikap sopan santun seseorang. Dengan musik, orang semakin berbudaya, melatih motorik halus anak.

Hidup ini perlu keseimbangan, keselarasan, dan salah satu penyeimbang adalah musik. Selain memupuk keindahan, hidup juga tambah semarak. Para tokoh dunia rata-rata adalah pencinta musik. (din)

Monday, 10 June 2013

"Synthesizer AnalogArtikel Audio Pro, Mei 2013

"SYNTHESIZER ANALOG, 
DIGITAL, dan HYBRID"
Oleh: Michael Gunadi Widjaja
Artikel Audio Pro, Mei 2013


Tulisan ini akan memaparkan perbedaan dasar antara synthesizer analog, digital, dan hybrid. Paparan tentang perbedaan masing-masing sistem sama sekali tidak mengacu pada keunggulan masing-masing. Synthesizer generasi pertama rancangan DR. Robert Moog menggunakan sistem analog. Saat digitalisasi mulai merambah kehidupan manusia modern. Sistem kerja synthesizer pun beralih pada sistem digital. Belakangan sistem digital dirasa tak mampu lagi menghasilkan bangunan bunyi yang thick, warm, and vintage tebal, hangat, antik unik. Disisi lain, orang masih memerlukan teknik pengoperasian yang relatif lebih bersahabat, yang hanya bisa didapat pada sistem digital. Sebagai jalan tengah, dibuatlah synthesizer hybrid.

Hal utama yang merupakan perbedaan mencolok antara synth analog dan digital adalah bahwa synth analog mampu menghasilkan bunyi yang warm atau hangat. Pendapat ini sebetulnya lebih bersifat subyektif. Yang dimaksud dengan warm sebetulnya adalah "kandungan frekuensi tinggi yang lebih sedikit dalam aliran sinyal gelombang bunyi". Fenomena ini secara teknis terjadi karena adanya boost frekuensi rendah. Atau malahan disebabkan kebocoran dari filternya. Manifestasinya adalah saat kita menekan tuts untuk menghasilkan nada, bunyinya akan terkolorasi sehingga kesannya ada penambahan chorus. Tambahan chorus ini secara psikologis memberi kesan thick & warm - tebal dan hangat. Pada sistem digital yang relatif lebih eksak, kebocoran filotrasi jelas tidak mungkin terjadi. Meskipun demikian, agak terlalu subyektif untuk mengklaim bahwa synthesizer digital takkan pernah dapat menyamai ketebalan dan kehangatan synthesizer analog.

Lalu bagaimana sekarang dengan synthesizer hybrid? Untuk berkenalan dengan synthesizer hybrid, ada baiknya kita tengok sejenak prinsip kerja synthesizer.

Saturday, 8 June 2013

Fantastic Suite "Wetland" for Guitar and Piano

FANTASTIC SUITE "WETLAND"
for Guitar and Piano
Composed by: Jun-ichi Nihashi


A good repertoire for guitar and piano is rare to find. 
This could be an alternative for a great repertoire, for an advanced guitarist and pianist. 


About the Fantastic Suite "WETLAND" for Guitar and Piano
This unique ensemble of the piano and guitar aspires to discover new possibilities for its medium. The theme is about fantasy and dream, that reflects the nature of wetland from the dawn until the evening with the stars. 

Friday, 7 June 2013

JAZZ: "Musik Hitam Yang Putih" - Artikel Staccato Juni 2013

JAZZ: “MUSIK HITAM YANG PUTIH”
Oleh: Michael Gunadi Widjaja
Artikel STACCATO, Juni 2013


Tentu kita pernah mendengar ungkapan yang berbunyi: “Tak selamanya mendung itu kelabu”. Ungkapan semacam itu dapat kita maknai bahwa sesuatu yang tidak cerah, tidak benderang tidaklah selalu berkonotasi dengan hal yang menyedihkan, mengenaskan dan buruk. Dari pengalaman yang kita alami selama menapaki umur dunia ini, tentu kita sadar bahwa senantiasa akan ada cahaya dari kekelaman. Dalam kekelaman yang terkelam sekalipun, karena kita mempercayai akan senantiasa ada semburat kasih dari Sang Ilahi.

 ASAL MULA BLUES


Orang memang menyukai ungkapan yang mengidentikkan nuansa warna dengan suatu keadaan. Warna hitam misalnya. Nasibnya hampir serupa dengan mendung dan nuansa kelabu. Tentu kita tidak asing dengan ungkapan: “Dunia hitam, di hitamnya malam, kehidupannya hitam, sisi hitam dirinya, dan sebagainya”. Seolah telah diidentikkan bahwa hitam selalu bersetubuh dengan keburukan. Stigma ini juga merambah pandangan tentang ukuran cantik bagi seorang perempuan. Banyak iklan produk kecantikan yang  mencitrakan bahwa yang putih selalu lebih elok dan rupawan dari yang hitam. Stigmatisasi seperti ini pernah mencapai puncak kekejamannya di Amerika pada abad ke-19. Saat orang-orang negro diimpor dari Afrika untuk dipekerjakan di perkebunan.