KUSUT
By: Michael Gunadi
Staccato, October 2024
Jika kita mau sedikit menaruh perhatian pada keadaan sekarang, tentu kita akan menyadari bahwa banyak, bahkan terbilang sangat banyak hal-hal KUSUT dalam ranah musik. Di segala sektornya. Baik pertunjukan, apresiasi, pembelajaran dan pendidikan musik sampai pada dokumentasi musik. Kusut. Penyebabnya macam macam dan mengurat akar sehingga memang kusut nyaris tak terurai. Beberapa orang yang mencoba peduli dengan keberadaan musik, tentu saja sudah berupaya dengan bercucuran keringat, menipiskan pundi-pundi dan bahkan tersok seok untuk mencoba mengurai kusutnya musik. Tak hanya Indonesia, namun merata di seluruh dunia. Apakah keadaan kusut ini mengganggu keberadaan musik? Begini. Orang berpikiran kusut tetap dapat berpikir. Orang muka kusut tetap bisa dapat jodoh. Persoalannya, yang seperti apakah yang didapat dengan kusutnya itu.
Di kota besar seperti Jakarta, pembelajaran musik sebetulnya kusut dan bahkan sangat kusut. Anak dan remaja kota besar seperti Jakarta, nyaris tak memiliki waktu untuk belajar musik. Jikapun masih ada yang les musik, mereka melakukan pengorbanan yang sesungguhnya luar biasa dan tentu layak diacungi jempol. Jadwal sekolahnya sendiri sudah tergolong padat. Ambil contoh saja SMA. Di seluruh Indonesia, siswa SMA itu bersekolah dari Senin sampai Jumat mulai jam 7 pagi sampai jam 4 sore. Kapan dia bisa les musik?! Lhoooo kan Sabtu mereka libur, Pak... Eit jangan salah. Sabtu mereka full. Proyek kurikuler sekolah. Plus Bhakti sosial. Mulai dari acara bikin tugas film pendek sampai kegiatan keagamaan. Minggu? Hahaha. Satu-satunya hari untuk acara keluarga.