Wednesday, 28 February 2024

MAESTRO: Menghadirkan Bernstein di Layar Kaca | by: Michael Gunadi | Staccato, March 2024

MAESTRO: MENGHADIRKAN BERNSTEIN DI LAYAR KACA
By: Michael Gunadi 
Staccato, March 2024


“Lhoini film kan, Pak?”. “Iya. Film”. “Kenapa layar kaca, Pak?!..Kenapa bukan layar lebar?!”. “Ya karena kita di Indonesia, film dengan konten seperti ini tidak mungkin tayang di layar lebar alias Bioskop”. Anda bisa menyaksikannya di Netflix. Dan memang, Maestro adalah sebuah film tentang Leonard Bernstein. Salah seorang dirigen paling akabar dalam peradaban estetika manusia.

 

Maestro sejatinya adalah film drama biografi produksi Amerika tahun 2023 yang berpusat pada hubungan asmara dan rumah tangga antara komposer Amerika Leonard Bernstein dan istrinya Felicia Montealegre.Film ini disutradarai oleh Bradley Cooper yang juga berperan sebagai Leonard Bernstein, dari skenario yang ditulisnya bersama Josh Singer. Tak kepalang tanggung, beberapa nama besar dalam perfilman dunia menjadi produser film ini, yakni Martin Scorsese, Cooper, Steven Spielberg, Kristie Macosko Krieger, Fred Berner, dan Amy Durning. Film ini dibintangi juga oleh Carey Mulligan sebagai Montealegre; Matt Bomer, Maya Hawke, dan Sarah Silverman yang tampil sebagai peran pendukung.

Thursday, 1 February 2024

KHAYAL | by: Michael Gunadi | Staccato, February 2024

“KHAYAL”
By: Michael Gunadi
Staccato, February 2024


Apa modal utama seseorang untuk menjadi seniman? DAYA KHAYAL. Seni apapun yang anda geluti dan tekuni, semuanya membutuhkan daya khayal atau imajinasi. Daya khayal ini merupakan satu energi positif yang mendorong kreatifitas anda. Meskipun anda berhadapan dengan sesuatu yang nyata, anda tetap membutuhkan khayal untuk menuangkannya dalam sebuah karya seni. Sebagai sebuah energi positif untuk berkreasi, khayal ini tentu baik-baik saja. Tidak ada yang salah dengan khayal, daya khayal dan berkhayal. Karena kesemuanya itu berbeda dengan halusinasi yang sampai pada batas tertentu bisa menjadi sangat berbahaya.

 

Khayal inilah yang menjadikan seni, apapun itu sebagai obyek telaah, bahan diskusi, sekaligus rona kehidupan yang tiada henti dan tiada pernah habis untuk dibicarakan. Dalam ranah Sastra misalnya. Samuel Beckett membuat karya WAITING FOR GODOT. Menunggu si Godot. Siapa Godot? Ternyata ia adalah tokoh khayal. Dan dalam naskah sampai akhir si Godot ini tak dimunculkan sama sekali. Hebatnya, daya khayal samuel Beckett juga mampu membuat pembacanya untuk juga berkhayal. Tentu tentang tokoh Godot ini. Pembaca dibuat berkhayal dengan liar tentang seperti apa tokoh Godot ini.

 

Dalam karya seni lukis juga khayal adalah daya hidup lukisan itu sendiri. Bahkan ketika seorang pelukis potret berhadapan dengan seorang model, ia tetap harus berkhayal. Ia harus mampu berimajinasi tentang seberapa dan bagaimana pencahayaan. Mana yang perlu diarsir dengan tebal dan mana yang hanya perlu sapuan saturasi sederhana. Hal semacam ini bukan semata masalah teknik melukis. Melainkan bagaimana mensublimasi teknik untuk memberi daya hidup pada lukisan itu sendiri. Dan tentu, meski obyeknya hidup dan terpampang di hadapannya, seorang pelukis potret perlu mengembangkan daya khayal misalnya untuk sedikit mengubah morfologi bibir. Memberi sentuhan pada pipi dan lain dan sebagainya.