Kita akan bicara tentang HIKMAH dalam carut marutnya ranah musik. Hikmah ya. Bukan Hikmat. Ohhh beda ya,Pak? Ya. Sangat beda. Dalam KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA, hikmah diberi batasan leksikografi sebagai: hikmah/hik·mah/ n 1 kebijaksanaan (dari Allah): kita memohon -- dari Allah Swt.; 2 sakti; kesaktian: -- kata-kata; 3 arti atau makna yang dalam; manfaat: wejangan yang penuh --;berhikmah/ber·hik·mah/ v 1 berguna; bermanfaat; 2 memiliki kesaktian (kekuatan gaib dan sebagainya). Wah maknanya banyak dan luas banget yaaa. Gini lah. Kita ambil satu contoh mudah saja. Misal dalam kalimat: semua kejadian itu pasti ada hikmahnya. Dengan pemaknaan sebagaimana saripati kalimat semacam itulah kita akan menarik hikmah dalam ranah musik.
Perjalanan kita akan mulai dengan menjenguk JOHAN SEBASTIAN BACH. Seorang komposer yang sangat luar biasa. Lebih dari berbakat. Lebih dari Jenius. Bach mungkin adalah manusia penggubah musik paling hebat sepanjang napak tilas kehidupan manusia. Karya nya abadi karena memang begitu layak untuk diabadikan. Satu hal yang unik adalah, bahwa Bach semasa hidupnya bukanlah seorang Megastar. Hidupnya jauh dari Glamour. Jauh dari histeria puja puji massa seperti misalnya Franz Liszt. Bach sangat bersahaja. Profilnya juga tidak flamboyan sebagaimana misalnya Nicolo Paganini. Iya pun tidak elegante bergaya priyayi sebagaimana Mendelssohn. Bach juga bukan pemusik eksentrik sebagaimana Mozart. Bach biasa saja sebagai manusia.
Bach itu tidak macam-macam. Sepanjang hidupnya ia nyaris tak pernah jalan-jalan, healing-healing ke luar kota. Pakaiannya juga itu itu saja. Makanannya juga bolak-balik Apple Struddle dan makanan Jerman ndeso yang sederhana. Hidupnya dapat dikatakan tertib. Selain, tentu saja ini yang menarik, anaknya banyak. Benar-benar bukan Keluarga Berencana. Banyak orang yang heran dan tak habis pikir. Bagaimana bisa dengan anak segitu banyaknya, seorang Bach masih bisa menghasilkan komposisi musik yang luar biasa. Jawabannya: Gereja. Ya. Bach ini penggereja yang setia. Ia bukan Katolik namun seorang Kristen Protestan. Ya sebetulnya fakta semacam itu tidaklah penting. Namun ya, faktual hal hal semacam itu masih sering disebut dan dinyatakan. Gereja itulah yang berfungsi sebagai living studio bagi Bach. Ia bisa menyepi dan berkonsentrasi serta bereksperimen dengan ide musikalnya. Bebas merdeka dari gangguan hiruk pikuk kikuk anak–anaknya.