Sunday, 1 October 2017

MUSIK TERAPI DALAM SELAYANG PANDANG - by: Michael Gunadi Widjaja (Staccato, October 2017)

“MUSIK TERAPI DALAM SELAYANG PANDANG”
by: Michael Gunadi Widjaja
Staccato, October 2017


“Waaah bro …hati-hati ini soal TERAPI lho?!”
“Kok cuman selayang pandang sih?! Kalau salah bisa berabe“
“Ah sudahlah, kalau masih namanya musik, salah juga nggak bikin mati“

Sepintas obrolan semacam itu terkesan lucu. Padahal esensinya sangat mendalam. Satu pihak merasa, bahwa karena berhubungan dengan terapi alias penyembuhan penyakit MANUSIA, maka harus “betul-betul, sebetul-betulnya”. Satu pihak lagi menganggap bahwa, meskipun demikian, sejauh masih melibatkan musik, nuansanya tidak lah seserius dunia kedokteran reguler.

Anggapan ini tentu berdasar pada keadaan yang berkembang dalam masyarakat kita. Berupa STIGMA, bahwa musik, apapun dan bagaimanapun lingkupnya, adalah seni hiburan dan ketrampilan luang waktu yang berderajat rendah dibanding misalnya Matematika, Bahasa Inggris, dan Bahasa Mandarin.

Dan memang dalam keadaan seperti itulah Music Therapy berkembang dalam pemaknaannya. Ada yang menganggapnya sebagai bagian dari dunia kedokteran, yang berarti tak sembarang orang asal bisa musik boleh melakukannya. Ada pula yang menganggap bahwa music therapy hanya sekedar membantu dokter, jadi bisa ditempuh melalui kursus saja ataupun seminar tiga sampai empat jam dan workshop dua hari an.