POLITIJES:
POLITIK DALAM MUSIK JAZZ
by: Michael Gunadi Widjaja
DEFINISI POLITIK DALAM MUSIK
“POLITIJES” adalah istilah yang saya buat untuk merangkum seluk
beluk dan sepak terjang Musik Jazz dalam ranah politik. Jadi POLITIJES adalah
POLITIJAZZ yang adalah Jazz in The
Politics. Terlebih dahulu perlu ditekankan bahwa pengertian politik di tiap negara dan bangsa adalah sangat berbeda. Dalam tulisan ini
politik yang dimaksud BUKAN POLITIK PRAKTIS DAN PRAKSIS, melainkan adalah hal ikhwal yang berkenaan dengan hidup
berbangsa dan bernegara.
MUSIK SEBAGAI PROPAGANDA
Sudah lama sebetulnya, musik
menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam politik. Adolf Hitler menggunakan musik karya Richard Wagner dan Ludwig van
Beethoven sebagai alat propaganda keunggulan Ras Aria Jermania. Sampai
detik ini pun propaganda sedemikian masih terjadi. Meski tentu saja maksud dan
tujuannya sangat berbeda. Kita tentu telah maklum, Partai Politik di Indonesia
saat ini rame-rame membuat MARS PARTAI, membuat “LAGU KEBANGSAAN PARTAI,” dan tak ada kampanye partai yang tak menyertakan
musik. Secara khusus, Jazz sebetulnya adalah mazhab atau genre music yang kental sekali dalam interaksinya dengan ranah
politik.
BE BOP: SUARA KEBEBASAN DALAM MUSIK JAZZ
Awalnya adalah ketika lahir
aliran dalam Musik Jazz yang dikenal sebagai BE BOP. Saat itulah orang kulit hitam di Amerika terpanggil untuk
menyuarakan kebebasan. Dan rupanya, Jazz menyuarakan kebebasan secara jauh
lebih baik dibandingkan dengan milyaran kata. Seorang Charlie Parker memainkan “NOW
IS THE TIME” yang kala itu seperti sebuah tanda dimulainya perubahan sosial
masyarakat kulit hitam. Charles Mingus
membuat musik berjudul “FABLE OF FAUBUS”
pada tahun 1959 sebagai reaksi atas sikap ORVAL
FAUBUS yang saat itu adalah Gubernur yang sangat rasis terhadap orang kulit
hitam di negara bagian Arkansas (baca: ARKANSAU).